Akhlak Terpuji
Kerangka Materi Tidak memotong pembicaraan orang lain Tidak mencibir dengan isyarat apapun Tidak menghina dan meremehkan orang lain Menyayangi yang kecil Menghormati yang besar
Mensyukuri nikmat Allah yang menciptakan lisan dan telinga sebagai alat komunikasi قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ “Katakanlah, Dialah yang menciptakan untuk kalian dan menjadikan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Namun sedikit dari kalian yang bersyukur.” (Al-Mulk: 23)
أَلَمْ نَجْعَل لَّهُ عَيْنَيْنِ (8) وَلِسَاناً وَشَفَتَيْنِ “Bukankah Kami telah jadikan untuknya dua mata. Satu telinga dan dua bibir” (Al-Balad: 8-9)
Tidak memotong pembicaraan orang lain Kewajiban mendengar dan diam ketika orang lain berbicara Rasulullah selalu menghormati orang yang sedang berbicara, siapapun orangnya. Memotong pembicaraan orang adalah merendahkannya, terlebih di hadapan orang lain. Di dalam majlis orang-orang berilmu tidak ada dua orang yang berbicara.
Adab memotong Pembicaraan Bahwa apa yang akan anda sampaikan itu memang sangat penting dan tidak mungkin ditunda da diakhirkan Agar kata-taka orang yang anda potong itu tidak ada artinya dan semua tahu itu perkataan sia-sia atau membahas tema remeh temeh Agar anda meyakinkannya bahwa tidak ada orang yang mendengarkan ucapannya. Menggunakan bahasa yang sopan Tidak merendahkannya di hadapan orang lain, terlebih dia dihormati.
Allah berfirman, وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْناً “Dan berbicaralah kepada manusia dengan baik.” (Al-Baqarah: 83) Rasulullah bersabda, عَنْ أَبِي مُوْسَى قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ. متفق عليه. Abu Musa berkata, Aku berkata kepada Rasulullah, siapakah orang Islam yang paling mulia? Beliau menjawab, “Yaitu yang orang-orang Islam selamat dari lisan dan tangannya.” (Muttafaq Alaihi)
Tidak mencibir dengan isyarat apapun Allah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (١١) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Hujurat: 11)
Tidak boleh seseorang merendahkan orang lain karena kelebihan yang dimilikinya, baik harta, ilmu, jabatan, kecantikan, keluarga, dll. Bisa jadi orang yang direndahkan itu lebih baik dan mulia di sisi Allah رُبَّ أَشْعَثَ أَغْبَرَ لَوْ أَقْسَمَ بِاللهِ لأَبَرَّهُ “Bisa jadi ada seseorang yang kusut masai namun ketika bersumpah atas nama Allah, Allah membuktikan sumpahnya.”
Tidak menghina dan meremehkan orang lain Sabda Rasulullah عَنْ مُحَمَّدِ بن سِيرِينَ، أَنَّ سَوَادَ بن عَمْرٍو كَانَ رَجُلا جَمِيلا , قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُعْطِيتُ مِنَ الْحُسْنِ وَالْجَمَالِ، وَحُبِّبَ إِلَيَّ، فَلا أُحِبُّ أَنْ يَفْضُلَنِي أَحَدٌ بِشِرَاكِ نَعْلِي، أَفَمِنَ الْكِبْرِ هُوَ؟ قَالَ:"لا , وَلَكِنَّ الْكِبْرَ مَنْ بَطِرَ الْحَقَّ، وَغَمَصَ النَّاسَ". سَوَادَةُ بن الرَّبِيعِ الْجَرْمِيُّ Dari Muhammad bin Sirin bahwa Sawad bin Amr seorang yang tampan. Dia bertanya, “Ya Rasulullah, saya dikaruniai ketampanan dan aku dicintai (banyak orang) dan saya tidak suka orang lain mengungguliku walau dengan senilai sol terompahku, apakah ini kesombongan?” Beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi kesombongan adalah menolak kebenaran dan menghina orang.”
Menyayangi yang kecil Rasulullah saw bersabda, عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ Dari Absullah bin Amr bin Ash bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang-orang yang saling menyayangi disayangi Arrahman. Sayangilah yang ada di bumi niscaya akan sayang kepada kalian Yang ada di langit.” (Baihaqi)
عن عمرو بن شعيب ، عن أبيه ، عن جده - رضي الله عنهم - ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرنَا ، وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبيرِنَا )) حديث صحيح رواه أَبُو داود والترمذي Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dan dari kakeknya berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah termasuk kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan mengenali kemuliaan orang dewasa kami.” (Tirmidzi dan Au Dawud)
Menghormati yang besar (tua) Rasulullah adalah teladan yang baik, meski beliau seorang Rasul yang mendapat wahyu, beliau senantiasa menghormati orang lain, apalagi ketika orang itu sebagai tokoh masyarakat. Seperti kisah hijrah beliau ke Madinah. Demikian pula para sahabat beliau, Abu Bakar dan Umar, yang masing-masing memuliakan orang tua, diantaranya Ummu Aiman dan Nusaibah, karena peran mereka dalam perjuangan dan usia mereka.
Imam Syahid Hasan Albanna selalu mendatangi tokoh masyarakat setiap kali beliau berkunjung di sebuah kampung/wilayah untuk menyampaikan ceramah. Beliau meminta izin kepada mereka terlebih dahulu.