Perubahan Menuju Madrasah Hebat… Oleh: RUA Zainal Fanani Trainer & Konsultan Pendidikan
Madrasah adalah tempat pengabdian para idealis… Institusi dengan tujuan paling mulia Melahirkan generasi baru yang beriman dan bertaqwa, cerdas & berkarakter
Nothing’s Impossible… Belajar dari Lorraine Monroe, mengubah sekolah bobrok: Frederick Douglass Academy, menjadi sekolah unggulan…! Terbukti, tak ada yang tidak mungkin… Tergantung seberapa besar komitmen perubahannya…
Apa yang dilakukannya? Membangkitkan high level of expectation (tingkat harapan yang tinggi). Mereka dimotivasi untuk memiliki target-target, tujuan dan cita-cita yang besar. Meletakkan landasan berupa belief (keyakinan) yang kuat sebagai penggerak untuk melakukan dan mencapai yang terbaik (the spirit of excellence).
Belajar dari MAN 1 Jember & MAN 3 Malang 10-20 th lalu, MAN 1 Jember adalah ikon MA, Program MAPK-MAK-nya tersohor. Menteri Agama bangga… Tapi kini…, menyerah pada regulasi, asrama MAPK hanya jadi monumen sejarah, disewakan…! 10-20 th lalu MAN 3 Malang tak terlalu dikenal. Tapi kini, dengan semangat MAPK, 400 siswanya diasramakan. Prestasinya disegani
UIN Suka & UIN Malang… UIN Malang kini mengasramakan seluruh mahasiswa barunya selama 1 tahun, membekalinya dengan bahasa asing (Arab-Inggris) & Syakhsiyyah Islamiyah yang kuat. UIN Suka masih terus disibukkan dengan demo-demo mahasiswanya… Perbedaan visi, kualitas, tingkat komitmen, dan keberanian para punggawanya mengubah segalanya...
You are the leader… Hakikat kepemimpinan adalah ‘pengaruh’. Seberapa besar pengaruh pribadi Anda mampu membawa perubahan di madrasah? Dalam memimpin perubahan, pemimpin harus mengubah dirinya terlebih dahulu, dari sekadar pemangku jabatan menjadi ‘sesuatu’ yang menggerakkan…
Guru, pemimpin perubahan… Keberanian untuk mengubah Visi perubahan yang hebat Pengaruh pribadi yang kuat Melihat potensi dan peluang Strategi & rencana aksi yang tepat Komitmen, penuh inisiatif, semangat dan antusiasme Optimisme dan Keyakinan Teamwork and Network
3 ‘Leadership skill’ utama: Watching (Kepekaan dan kemampuan “melihat”: Ke depan-ke belakang, ke dalam-ke luar, ke atas-ke bawah… Potensi, dsb.) Visioning (kemampuan menggambarkan perubahan positif di masa depan) Communicating (kemampuan menjalin relasi positif, bernegosiasi, memotivasi, menjelaskan, mencari dukungan, dsb.)
Beda Manajer dan Pemimpin Memelihara sistem yang ada, bekerja dengan sistem Patuh, disiplin, tidak memberi ruang bagi kesalahan Menghindari resiko Orientasi di sini, hari ini (here & now), learning from the past Menciptakan pengikut dan ‘bawahan’ Dasarnya adalah kompetensi dan profesionalisme PEMIMPIN Memperbaharui/menciptakan sistem baru (Inovasi) Bebas, merdeka, kreatif, berani, berani melakukan kesalahan, tetapi tetap disiplin Berani menghadapi tantangan Orientasi ke masa depan, di suatu tempat yang berbeda, imaginatif (be somewhere one day, learning from the future) Dasarnya adalah kreativitas dan pengembangan karakter Tak terlalu memikirkan posisi, lebih pada manfaat, nilai, dan tanggungjawab
Seperti manusia, organisasi juga bisa berubah… Butuh kemauan Butuh pemicu dan pemacu Butuh komitmen
Manajemen Perubahan Perubahan Kecil Perubahan Sedang Perubahan Besar Misi utama Pengelola Madrasah adalah membuat perubahan positif (kemajuan) di madrasahnya. Perubahan Kecil Perubahan Sedang Perubahan Besar Perubahan Radikal
Tahap-tahap Perubahan Agar Perubahan berhasil, pemimpin perlu memahami tahap-tahap dalam manajemen perubahan… I. Tahap Pemicuan II. Tahap Ketidakpastian III. Tahap Transformasi IV. Tahap Rutinisasi
I. TAHAP PEMICUAN Membangkitkan Sense of Urgency Membentuk Tim Pemandu Merumuskan Visi & Strategi Mengkomunikasikan Visi Perubahan Menghadapi Resistensi
Membangkitkan Sense of Urgency Leader harus mampu membangkitkan kesadaran bahwa perubahan sudah mendesak. Supaya didukung, perubahan harus jelas alasannya. Musuh Utama: (1) Takut Gagal, (2) Rasa Puas terhadap Hal yang sudah Dicapai.
Enggan Berubah? Sifat manusia untuk menghindari masalah atau beban baru Tidak melihat adanya krisis, terperangkap oleh reputasi… Merasa Sumber Daya telah melimpah Standar kinerja terlalu rendah Berfokus pada prosedur, bukan prestasi
Enggan Berubah? Masing-masing bidang terlalu asyik dengan bidangnya sendiri Tak ada umpan balik eksternal Takut pada berita-berita buruk Para Top Leader sibuk dengan pembicaraan ‘serba-menyenangkan’ (mabuk) Merasa tidak mampu & tidak berdaya Frustrasi atau trauma
Membentuk Tim Pemandu (Perubahan Besar perlu Kekuatan Besar) Karakter anggota Tim: Memiliki legitimasi (posisi penting) Memiliki Skill/kapasitas yang andal Memiliki idealisme/progresif Memiliki kridibilitas Memiliki kemampuan leadership Tim Pemandu adalah pemicu & pelopor perubahan
Merumuskan & Mengkomunikasikan Visi Perubahan Gambaran akhir dari upaya perubahan harus JELAS, sehingga membangkitkan motivasi. Visi perubahan harus dirumuskan dan dikomunikasikan sehingga diketahui semua warga/SDM. Reaksi warga: mendukung, apatis, resisten
4 tipe Penentang Perubahan (menurut Rhenald Kasali) Tipe Hipokrit (berwajah ganda) Tipe Politis (Si Pintar, Si Tokoh, Si Senior, Si Kuat, dsb.) Tipe Complacence (status quo) Tipe Fobia (Si Takut, Si Khawatir, Si Lambat, Si Malas, dsb.)
II. TAHAP KETIDAKPASTIAN Ketika program perubahan mulai diimplementasikan, hasilnya membutuhkan waktu dan masih serba belum pasti. Apalagi bila Visi Perubahan yang dicanangkan cukup tinggi/radikal. Implementasi program dapat menimbulkan ketegangan, panik, penyesalan, sangat terbebani, sikap menjaga jarak dengan pimpinan, dsb.
Mengelola Tahap Ketidakpastian Pemberdayaan & pemotivasian personel di semua lini. (Memperjelas Visi, adakan training, intensifkan komunikasi, dsb.) Menciptakan dan mengumumkan kemenangan-kemenangan jangka pendek Bersikap responsif, hangat & merangkul
III. TAHAP TRANSFORMASI Bila tahap Ketidakpastian berhasil dilewati, maka akan muncul kondisi positif: rasa percaya diri bahwa perubahan telah berada pada jalur yang benar, rasa memiliki keterampilan baru, sinergi, dsb. WASPADAI: (a) Kelengahan, (b) Kelelahan
IV. TAHAP RUTINISASI Segala bentuk performansi kemajuan telah tercipta secara nyata dan berjalan secara rutin. Semua lini telah menyesuaikan diri dengan standar kinerja yang baru. Kultur sekolah juga terbentuk secara positif WASPADAI: (a) potensi konflik kepentingan, (b) Stagnasi
Solusi… Ciptakan ketidakpuasan kreatif Tanamkan rasa kebersamaan Solidkan Teamwork Kembangkan Network
CHANGE...! Vision Skill Incentives Resources Action Plans
Belajar dari sekolah fenomenal… Semua sekolah hebat mencanangkan target hasil akademiknya sangat tinggi. Sekolah-sekolah hebat mengelola pembelajarannya dengan ketat. Sekolah-sekolah hebat mengontrol komitmen guru pada pembelajaran yang bermutu secara pribadi dan tanpa kompromi. Sekolah-sekolah hebat memulainya dengan membentuk karakter siswanya, terutama disiplin, motivasi dan antusiasme, secara serius…
Belajar dari sekolah fenomenal… Sekolah-sekolah hebat ternyata juga sangat peduli dalam menanamkan religiusitas kepada siswa-siswinya…. Bahkan, banyak sekolah swasta yang berani mencanangkan target QA keagamaan sangat tinggi… Mereka terus pompakan rasa bangga pada semua siswa dan menggunakan berbagai cara kreatif, terprogram, tajam, yang membawa penghayatan dan kesan mendalam.
Andrea Hirata… Mengagumi ibu gurunya, yang mengajarnya selama 9 tahun… Ibu Muslimah Hafsari… Guru yang tak pernah mengeluh, yang hanya berpikir untuk menyiapkan kesuksesan siswanya.
Membangkitkan impian… Andrea Hirata tentang kesuksesannya...: ”Semua itu memang buah keikhlasan seorang guru yang membentuk karakter saya untuk berani bermimpi, berani out of the box, berpikir yang orang lain tak memikirkan. Saya rasa itulah esensi pendidikan. Esensi dari mendidik adalah mengangkat harkat dan martabat anak/murid dan membuatnya berani bermimpi dan melakukan hal-hal besar dalam hidupnya...”
Komitmen tinggi… ”Ibu guru kami itu membuat kami begitu mencintai ilmu. Saya diberi PR Geografi 20 soal. Saya maju dan minta 40. Ia mengajarkan teori Matematika tentang limit dengan mengajak kami langsung ke lapangan terbang di Tanjung Pandan, naik sepeda 70 kilometer...!”..... “Seorang guru yang memompa sendiri sepeda kami, mengusap luka kami, membimbing kami cara mengambil wudhu, melongok ke dalam sarung kami ketika kami sunat, mengajari kami berdoa sebelum tidur, dan kadang-kadang membuatkan kami air jeruk sambal....”
Lorraine Monroe, Principal & Founder of Frederick Douglass Academy On Working with Love If you don’t love the work you’re doing, you’ll get sick –physically, mentally, or spiritualy. Eventually, you’ll make others sick, too. “Jika kamu tidak mencintai pekerjaan yang sedang kamu lakukan, kamu akan sakit secara fisik, mental, atau spiritual. Bahkan, bisa jadi, kamu akan membuat orang lain ikut sakit.” Lorraine Monroe, Principal & Founder of Frederick Douglass Academy
Salam Sukses…! Jadikan hidup Anda benar-benar bermakna dengan berani dan berhasil membawa perubahan yang berarti yang menjadikan madrasah Anda mengalami kemajuan dramatis……