Teori tentang sifat hakekat negara Oleh Tahegga Primananda Alfath,S.H.,M.H. Fakultas hukum universitas narotama
Tinjauan historis, sosiologis, dan yuridis tentang hakikat negara Tinjauan secara historis adalah tinjauan dari perkembangan penggunaan istilah dan dasar pemakaian istilah tersebut mengenai apa yang kini disebut sebagai Negara. Masa yunani kuno: Negara dikenal dengan istilah polis “Negara sebesar kota” (city state), dengan segala sifat khususnya seperti misalnya demokrasi langsung Masa Romawi Kuno: Negara dikenal istilah “empiri”, empirio, emporium, dengan wilayah yang sudah sangat luas (country state), dan penekanan pada segi pemerintahan (empire). Masa Abad Menengah: Tinjauannya bersifat keagamaan. Sehingga Negara disebut dengan istilah civitas (masyarakat): Agustinus, Negara dipisahkan antara yang bersifat keagamaan/ keilahian (civitas dei) dan Negara yang bersifat keduniawian (civitas torenna atau civitas deboli) dengan pandangannya yang bersifat teokratis langsung. (dikenal dengan teori Matahari-Rembulan) Dalam perkembangannya muncul paham sekularisme, timbul teori yang dikemukakan oleh Thomas Aquino disebut dengan teori dua pedang (zwei zwaarden theorie) yaitu: pedang tuhan (penguasa keagamaan) dipegang gereja, pedang dunia (penguasa dunia) yang dipegang raja.
Tinjauan secara sosiologis ini bertitk tolak dari keberadaan manusia yang selalu bermasyarakat (aristotels: zoon politicon), manusia in concreto. Sehingga Negara pada hakikatnya adalah semacam organisasi sosial yang ada dan berdampingan dengan organisasi (institusi) sosial yang lain. Pengelompokan sederhana Pengelompokan yang lebih kompleks Tinjauan yuridis bertitik tolak kepada manusia in abstracto, manusia di alam bebas terlepas diluar masyarakat (manusia dalam status naturalis) yang hanya dikuasai hukum alam. Teori hak milik memandang Negara sebagai obyek hukum (rechts object) Teori perjanjian yang memandang Negara sebagai rechtverhaltnis Pandangan mengenai Negara sebagai rechtsubjekt (subyek hukum)
Teori hak milik memandang Negara sebagai obyek hukum (rechts object) Negara sebagai obyek hukum berarti adalah sebagai obyek dari orang-orang yang telah bisa bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai suatu niat dari manusia dan dalam hal ini manusia tertentu yang lebih tinggi daripada yang dijadikan obyek (Negara). Teori ini dijumpai pada abad menengah, dimana Negara dianggap sebagai obyek perjanjian dari para tuan tanah, raja-raja, dan panglima. Jadi Negara adalah apa yang menjadi obyek atau pokok perjanjian. Negara adalaha merupakan obyek pemilikan (teori patrimonial) pada masa feodalisme abad tengah.
Teori perjanjian yang memandang Negara sebagai rechtverhaltnis Yaitu Negara sebagai hasil perjanjian dari orang-orang tertentu dan kemudian orang-orang tertentu itu membentuk bangunan yang disebut dengan Negara. Teori perjanjian ini ada dua macam, yakni perjanjian perdata yang bersifat dualitis (bertemunya dua kepentingan yang berbeda, missal kepentingan akan uang dan kepentingan akan perlindungan). Dan perjanjian public atau terkenal dengan perjanjian kemasyarakatan (sosial contract) yang didasarkan atas persamaan kepentingan, yakni kepentingan Negara.
Pandangan mengenai Negara sebagai rechtsubjekt (subyek hukum) Negara bertindak sebagai pembentuk hukum, sebagai rechtpersoon, sebagai badan hukum, sebagai penjelmaan tata hukum nasional, sebagai organisasi kekuasaan atau jabatan yang dapat memaksakan kehendaknya berupa hukum. Pandangan yang sangat terkenal adalah raine rechtslehre, Hans Kelsen. Menurut Kelsen, Negara pada hakikatnya adalah suatu ketertiban norma-norma hukum, suatu normen ordnung, karena tersusun dari norma-norma hukum yang mengikat, maka sebagai konsekuensi logis Negara mempunyai kekuasaan. Akibatnya Negara kedudukannya lebih tinggi daripada rakyat. Negara dan hukum dianggap identik, sedangkan organ Negara adalah identic dengan organ hukum, Negara merupakan personifikasi hukum.
Sifat-sifat khusus yang dimiliki negara Sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal, misalnya dengan menggunakan sarana polisi, tentara, dan sebagainya, agar peraturan perundang-undangan ditaati. Unsur memaksa juga Nampak pada penjatuhan sanksi hukum, penjatuhan denda, pemungutan pajak, dll. Sifat monopoli, dalam arti Negara sendirilah yang memiliki hak tunggal untuk menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat, menetapkan asas/ideology, melarang ideology lain, mencetak uang, mengelola perekonomian, dll. Sifat mencakup semua, dalam arti kekuasaan Negara itu meliputi dan mengatasi semua kekuasaan organisasi atau entitas lainnya yang ada di masyarakat. Jadi totalistic dan komperhensif. Semua yang ada dalam wilayah Negara hak orang, atau benda pada hakekatnya dikuasai oleh Negara dan harus tunduk pada otoritas Negara untuk mengaturnya.