INDEPENDENSI TELEVISI DALAM PEMILU PRESIDEN 2014 Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan Politik Pemiliknya (penelitian lengkap bisa diunduh di remotivi.or.id) Muhamad Heychael (Koordinator divisi penelitian Remotivi)
Latarbelakang Survey The Broadcasting Boards of Governors dan Gallup tentang “Penggunaan Media di Indonesia pada Tahun 2012”, sebanyak 95,9% penduduk usia 17 tahun ke atas mencari berita melalui televisi setidaknya seminggu sekali. Dengan jangkaun yang demikian luas televisi adalah tambang emas bagi partai dan aktor politik. Kampanye politik melalui televisi sudah terbukti keberhasilannya pada Pemilu Saiful Mujani dan R. William Liddle, dalam penelitiannya yang berjudul “Voters and New Indonesian Democracy”, menemukan bahwa ada hubungan erat antara penampilan kandidat dalam iklan di media dan pilihan publik. Sby dan Boediono merupakan figur yang paling sering muncul di TV dan mereka menang pemilu 2009.
Berbeda dengan pemilu 2009, pada pemilu 2014 para pemilik media terjun langsung dalam politik praktis. Dua pemilik, Aburizal Bakrie dan Harry Tanoesoedibjo mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Ditengah situasi yang demikian, masihkah televisi mungkin bersikap independen? Atau justru menjadi kendaraan politik pemiliknya? Jika yang kedua terjadi, maka sejauh apa eksploitasi televisi sebagai sarana politik dan dengan strategi seperti apa televisi mengemas informasi yang bias kepentingan golongan tertentu kehadapan publik?
Strategi Penelitian Dalam upaya pemantauan terhadap kinerja televisi selama pemilu 2014, Remotivi melakukan tiga penelitian terkait independensi media yang mengambil data pada 1-7 November 2013, 1-7 Mei 2014, dan terakhir 1-7 Juni Untuk memeriksa independensi media kami melakukan kajian atas isi siaran di 11 stasiun televisi (kecuali pada 1-7 November 2013 yang hanya 6 Stasiun televisi). Kami membagi isi televisi menjadi 3 bagian, yaitu: Berita, non berita, dan iklan. Kami memberi perhatian khusus pada berita. Jika pada program non berita kami hanya melihat frekuensi kemunculan kontestan politik dan pada iklan politik kami mengukur frekuensi dan durasi, maka pada berita selain frekuensi dan durasi kami juga mengoperasikan konsep-konsep seperti : Nada berita, penonjolan, dan topik.
Data Pada periode 1-7 November 2013 data yang kami analisis meliputi 310 item berita dengan durasi detik, 215 spot iklan, dan 98 titik kemunculan dalam program non- jurnalistik. Periode 1-7 Mei 2014: 512 berita berdurasi detik, 229 spot iklan berdurasi detik, dan 58 titik kemunculan program non-berita. Periode 1-7 Juni 2014: item berita berdurasi detik, 1043 spot iklan berdurasi detik, dan 191 titik kemunculan program non-berita
Temuan Benarkah stasiun televisi bersikap Independen? Jawabnya TIDAK. Tiga kelompok usaha media yang pemiliknya berafiliasi langsung dengan partai politik terindikasi partisan. Faktanya gerak pemberitaan seiring sejalan dengan gerak koalisi partai politik. Dengan cara apa stasiun televisi mengemas informasi yang bersifat partisan? Pembingkain melalui seleksi topik. Temuan lain yang juga menarik adalah bias kepentingan elit politik dalam pemberitaan tidak hanya terjadi pada stasiun televisi yang pemiliknya berafiliasi dengan partai politik. Jurnalisme televisi secara umum gagal merumuskan dan menyeleksi agenda pembicaraan publik yang berbasis kebutuhan yang lebih luas dan beragam. Sudut pandang berita politik televisi adalah sudut pandang elit politik.
Metro TV Sebelum pemilu legislatif berdasar pada data Remotivi 1- 7 November 2013, frekuensi berita Jokowi berjumlah 12%. Frekuensi pemberitaan tertinggi Metro TV diberikan pada Surya Paloh (20.5%). Tidak hanya itu, Surya paloh adalah figur yang paling banyak diberitakan secara positif (47.6%). Situasi ini berubah setelah fakta koalisi Nasdem dengan PDI-P. Pada penelitian berikutnya yang mengambil data 1-7 Mei 2014, frekuensi pemberitaan Jokowi di Metro TV meningkat menjadi 74.4%. Dengan nada positif sebesar 31.1%. Sementara frekuensi pemberitaaan Prabowo Subianto hanya 12%. Dengan nada berita negatif sebesar 22%.
TV ONE dan ANTV Sebelum koalisi antara Golkar dengan Gerindra, berdasar data Remotivi pada 1-7 Mei 2014, Aburizal Bakrie adalah tokoh yang paling banyak diberitakan oleh ANTV (50%) dan TV One (39%). Situasi ini berubah setelah pada 19 Mei 2014 teradi kesepakatan koalisi antara Golkar dan Gerindra untuk mengusung pasangan Capres Prabowo- Hatta. Meski tidak mengalami penigkatan pemberitaan secara kuantitatif, namun data remotivi 1-7 Juni 2014 menunjukkan peningkatan pemberitaan positif Prabowo di TV One meningkat tajam dari tidak ada sama sekali menjadi 52%.
Selaras dengan TV One, ruang redaksi ANTV rupanya juga mengalami pergeseran pasca koalisi pemiliknya dengan Prabowo Subianto. Frekuensi pemberitaan Prabowo yang pada periode 1-7 Mei hanya berjumlah 20% meningkat menjadi 32%.
MNC Grup Pada riset yang ngambil data 1-7 Mei, RCTI hanya memiliki satu berita mengenai Prabowo dan itu pun bernada negatif. Namun, setelah Harry Tanoe resmi bergabung dengan koalisi merah putih pada 22 mei 2014 terjadi perubahan drastis Data siaran pada 1-7 Juni menunjukkan bahwa Prabowo adalah fgur yang paling banyak diberitakan (41%). Dan 100% berita Prabowo bernada positif.
Tren yang sama terjadi di dua stasiun televisi milik MNC Grup lainnya, MNC TV dan Global TV. Seluruh berita positif di MNC TV adalah milik pasangan no urut 1 (Prabowo 55% dan Hatta 45%). Sementara di Global TV, 83% berita positif adalah milik Prabowo. Bersamaan dengan meningkatnya pemberitaan dan iklan politik Prabowo di Stasiun televisi milik Viva dan MNC Grup, terjadi pemberitaan yang tidak berimbang pada pasangan no urut 2 (Jokowi dan Jusuf Kalla). Jokowi adalah Figur yang paling banyak diberitakan secara negatif oleh TV One (80%) dan ANTV (100%). Hal yang sama terjadi pada kelompok MNC. Seluruh berita negatif di RCTI adalah milik Jokowi dan Frekuensi berita negatif Jokowi di Global TV mencapai 43%.
Iklan Politik Metro TV Pada periode penelitian 1-7 November 2013, tidak ada sama sekali iklan politik Jokowi di Metro TV. Frekuensi Iklan tertinggi di Metro TV dimiliki oleh Partai Nasdem, 100 kali dengan durasi detik. Situasi ini berubah seiring dengan koalisi Nasdem- PDIP, pada periode 1-7 Mei seluruh iklan politik yang ada di Metro TV adalah milik Jokowi (31 Spot dengan durasi 930 detik). TV One dan ANTV Pada periode 1-7 November 2013, Aburizal Bakrie adalah tokoh yang paling banyak beriklan di TV One dengan 152 spot dengan durasi detik. Pada periode 1-7 Juni terjadi perubahan drastis, iklan politik Prabowo yang sebelumnya nihil di TV One, melonjak drastis menjadi 62% (durasi) dan Pasangannya, Hatta Rajasa mendapat porsi 11% (durasi). Hal yang sama juga terjadi di ANTV, 100% iklan politik yang terdapat di ANTV adalah milik Prabowo.
RCTI, MNC TV, dan Global TV Pada periode 1-7 November 2013 dan 1-7 Mei 2014 Iklan politik di RCTI 100% milik pasangan Win-HT. Situasi ini tidak berubah sampai ketika HT memutuskan bergabung dengan poros Prabowo. Pada 1-7 Juni, Prabowo merupakan figur dengan frekuensi iklan politik terbanyak di RCTI yaitu 30%. Tidak hanya itu, Prabowo juga mendapat frekuensi iklan tertinggi di dua televisi lain milik HT: Global 43% dan MNC TV 36%.
Program Non-Berita Kecuali yang dilakukan oleh MNC Grup dengan kuis Indonesia Cerdas dan Kuis Kebangsaan, tidak ditemui upaya sistemastis di kelompok usaha lain untuk menggunakan program non-berita sebaga sarana kampanye politik. Pada periode 1-7 November 2013 saja ada 14 kemunculan Win-HT dalam Kuis Kebangsaan di RCTI. Ini artinya dalam satu hari ada dua kuis. Dan pada 1-7 Mei ada 7 kemunculan Win-HT dalam kuis Indonesia Cerdas di Global TV dan 5 kemunculan di Kuis Kebangsaan di RCTI. Kuis kebangsaan dan Indonesia Cerdas hilang seiring dengan batalnya pencalonan Win-HT.
Topik Berita : Strategi Pembingkaian Kontestan Politik Oleh Stasiun Televisi Topik khas Jokowi pada 1-7 Mei 2014 adalah “Kinerja Pemda DKI” yang mencapai 13% dari seluruh berita Jokowi di 11 Stasiun televisi (Sebagian besar disumbang oleh Metro TV). Sementara isu khas Prabowo adalah “Ketenagakerjaan” yang mencapai 16% dari total berita Prabowo di 11 stasiun televisi. Fakta menarik adalah TV One dan ANTV tidak pernah mengangkat topik “Kinerja Pemda DKI” ketika memberitakan Jokowi. Sebaliknya, Isu yang kerap diangkat dua stasiun televisi milik Bakrie ketika memberitakan Jokowi adalah “dugaan kampanye dalam soal Ujian Nasional” (TV One 12% dan ANTV 33%)
Strategi seleksi isu juga dilakukan oleh kelompok MNC Grup. Ketika banyak televisi lain memberita isu perpecahan di Partai Hanura, tiga stasiun televisi dalam kelompok MNC Grup tak satupun memberitakannya. Lebih dari sekadar melakukan sensor informasi, televisi bahkan dijadikan alat untuk memoles citra diri pemiliknya. Praktik ini teridentifikasi, misalnya, lewat TV One yang memberikan porsi pemberitaan sebesar 6% untuk Aburizal Bakrie dengan topik “pembangunan ramah lingkungan”—sementara stasiun televisi lain tidak ada yang memberitakannya.
Gagalnya Jurnalisme Televisi Kita pada 1-7 Mei 2014, berita topik berita “koalisi partai politik” merupakan topik paling dominan yang melekat pada aktor- aktor politik. Topik ini juga menjadi tema umum berita televisi. 1. Prabowo 72% 2. Wiranto 69% 3. Harry Tanoe 67% 4. Aburizal Bakrie 66% 5. Jokowi 40% Pada 1-7 Juni, topik dominan berita televisi adalah “dukungan ormas pada capres dan cawapres. Setiap kontestan politik mendapat rata-rata 50% berita berkait dengan topik tersebut. Berita televisi cenderung seremonial. Mengikuti tahap-tahap prosedural pemilu dan terombang-ambing oleh agenda elit politik tanpa upaya mengetengahkan agenda publik seperti isu: kesehatan, pendidikan, ekonomi,dll.
Diskusi
Daftar Pustaka Heychael, Muhamad dan Holy Rafika Dhona “Independensi Televisi Menjelang Pemilu 2014: Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan Politik Pemilik”. Jakarta: Remotivi, remotivi.or.id, 25 April Heychael, Muhamad “Independensi Televisi Menjelang Pemilu Presiden 2014: Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan Politik Pemilik (Bagian 2)”. Remotivi, remotivi.or.id, 27 Juni Heychael, Muhamad “Independensi Televisi Menjelang Pemilu Presiden 2014: Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan Politik Pemilik (Bagian 3)”. Remotivi, remotivi.or.id, 4 Juli 2014.