KEPRIBADIAN MENURUT ISLAM
Persepsi para mahasiswa dan psikolog muslim terhadap psikologi Barat, menurut Malik Badri, bisa dilihat ke dalam tiga fase. Fase pertama disebut infantuasi tergila-gila dengan teori dan teknik psikologi yang begitu memikat. Fase kedua disebut rekonsiliasi mulai mencocokkan teori psikologi dengan Al Quran dan khazanah klasik Islam, tapi masih pada asumsi bahwa keduanya tidak bertentangan. Fase ketiga disebut emansipasi sudah mulai kritis terhadap teori psikologi & berusaha menggali konsep-konsep psikologi yang ada dalam Al Quran. WHAT DO YOU THINK???
KONSEP TENTANG MANUSIA Arah pergerakan hidup manusia secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu taqwa dan fujur. Manusia diciptakan dalam keadaan positif dan ia dapat bergerak ke arah taqwa. Bila manusia berjalan lurus antara fitrah dan Allah, maka ia akan menjadi taqwa (sehat, selamat). Bila tidak lurus antara fithrah dan Allah, maka ia akan berjalan ke pilihan yang sesat (fujur). Manusia adalah unik. Quraish Shihab menyebutnya sebagai khalqan akhar. Beliau merujuk pada dua ayat dalam Alquran yaitu QS Al Israa:21 dan QS Al An’am:165.
KONSEP TENTANG MANUSIA Secara alamiah manusia itu positif (fithrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual). Komponen terpenting manusia adalah qalbu. Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalar), cenderung kepada yang benar (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan mempengaruhi benda dan peristiwa.
STRUKTUR KEPRIBADIAN Secara implisit Alquran menginformasikan bahwa manusia memiliki tiga aspek pembentuk totalitas yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek itu adalah jismiyah (fisik, biologis), ruhaniyah (spiritual, transendental) dan nafsiyah (psikis, psikologis)
Jasad dan ruh merupakan dimensi yang berlawanan sifatnya Jasad dan ruh merupakan dimensi yang berlawanan sifatnya. Jasad sifatnya kasar dan indrawi atau empiris serta kecenderungannya ingin mengejar kenikmatan duniawi dan material. Ruh sifatnya halus dan gaib serta kecenderungannya mengejar kenikmatan samawi, ruhaniyah dan ukhrawiyah. Esensi yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan. Jasad tanpa ruh merupakan subtansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Ruh sebagai kekuatan yang berasal dari Allah yang ditiupkan ke jasad manusia saat berusia 120 hari.
Nafs merupakan sinergi antara jasad dan ruh (sinergi psikofisik) Nafs merupakan sinergi antara jasad dan ruh (sinergi psikofisik). Dengan nafs maka masing-masing keinginan jasad dan ruh dalam diri manusia bisa terpenuhi. Struktur nafsani ini terbagi atas tiga bagian yaitu kalbu, akal dan nafsu. Integrasi ketiga jenis nafsani ini yang akan melahirkan perilaku, baik perilaku lahir maupun batin yang disebut dengan kepribadian.
ASPEK JISMIAH (JASAD) Karakteristik:memiliki bentuk/ rupa, kuantitas, bergerak/ diam, tumbuh, berkembang, jasad yang terdiri dari berbagai organ Material yang substansi sebenarnya mati. Kehidupannya adalah karena dimotori oleh substansi lain, yaitu nafs dan ruh. Dengan kata lain aspek jismiah ini bersifat deterministik-mekanistik.
ASPEK RUHANIAH (RUH) Struktur ruh memberikan ciri khas dan keunikan tersendiri bagi psikologi Islam. Ruh merupakan substansi psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya. Ruh membutuhkan jasad untuk aktualisasi diri. Sampai saat ini belum ada yang memahami hakikat ruh secara pasti, karena ruh merupakan sebuah misteri ilahi. Dalam Alquran dijelaskan bahwa ruh merupakan urusan dan atau hanya dipahami oleh Allah. Manusia sama sekali tidak memahaminya kecuali sedikit (QS. Al-Isra: 85). Ruh adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transendental.
Sifat spiritual Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia. Fungsi ini muncul dari dimensi al-ruh atau spiritual (sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat ilahiyah dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam dirnya). Perwujudan dari sifat dan daya itu memberikan potensi secara internal untuk menjadi Khalifah Alllah (mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah hablun minannas
Sifat Transendental Bersifat transendental karena merupakan dimensi psikis manusia yang mengatur hubungan manusia dengan yang Maha Transenden. Fungsi ini muncul dari dimensi al-fitrah. Al-fitrah dipandang dari sudut kapasitas hubungannya dengan Allah atau hablun minallah. Al-fitrah bermuara pada Abdullah. Quraish Shihab mengartikan fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya.
Sejak asal kejadiannya manusia telah membawa potensi keberagamaan yang benar yang diartikan para ulama dengan tauhid. QS Ar Rum:30 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya (fitrah itu). Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
ASPEK NAFSIYAH Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Nafs memiliki natur gabungan antara jasad dan ruh. Apabila ia berorientasi pada natur jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengacu pada natur ruh maka kehidupannya menjadi baik dan selamat. Dengan kata lain nafs dipersiapkan untuk dapat menampung dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik dan buruk. Menurut Quraish Shihab, pada hakikatnya potensi positif lebih kuat daripada potensi negatif. Hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada kebaikan. Untuk itulah manusia senantiasa dituntut untuk memelihara kesucian nafsnya.
TIGA DIMENSI UTAMA ASPEK NAFSIAH al-nafs (hawa nafsu) al-aql (akal) al-qalb (kalbu)
A.Dimensi al-nafs (hawa nafsu) Dimensi ini memiliki sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia. Namun demikian ia dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah bersinergi dengan dimensi lainnya. Prinsip kerja hawa nafsu mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan berusaha mengumbar impuls-impuls agresif dan seksualnya. Apabila impuls ini tidak terpenuhi maka terjadilah ketegangan. Apabila manusia mengumbar dominasi hawa nafsu maka kepribadiannya tidak akan mampu bereksistensi secara baik. Manusia model ini sama dengan binatang bahkan lebih (QS al-A’raf: 179).
Nafsu sebagai daya nafsani memiliki banyak pengertian. Pertama, nafsu merupakan nyawa manusia, yang wujudnya berupa angin yang keluar masuk di dalam tubuh manusia. Kedua, nafsu merupakan sinergi jasmani-ruhani manusia dan merupakan totalitas struktur kepribadian manusia. Ketiga, nafsu merupakan bagian dari daya nafsani yang memiliki dua daya, ghadabiyah dan syahwaniyah.
Ghadab: daya yang berpotensi untuk menghindari diri dari yang membahayakan. Ghadab memilki potensi hawa nafsu dengan natur seperti binatang buas, menyerang, membunuh merusak, menyakiti, dan membuat yang lain menderita. Ketika potensi ini dikelola dengan baik, maka ia menjadi kekuatan atau kemampuan (qudrah). Syahwat adalah daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang menyenangkan. Syahwat memiliki natur binatang jinak, naluri dasar seks, erotisme, dan segala tindakan pemuasan birahi.
Hawa nafsu berorientasi pada jasad, yang kekuatan utamanya adalah indra. Daya indrawi hawa nafsu, menurut Ibnu Sina, ada dua macam yaitu indra lahir (external senses) yang berupa panca indra dan indra batin (internal senses proses penyimpanan dan pengeluaran memori).
B.Dimensi Al-Aql Dimensi akal adalah dimensi psikis yang berada antara nafsu dan qalb. Akal menjadi perantara dan penghubung antar kedua dimensi tersebut berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas insaniyah pada psikis manusia. Akal merupakan bagian dari daya insani yang memiliki dua makna. Akal jasmani, yang lazim disebut sebagai otak Akal ruhani yaitu cahaya ruhani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan.
(Lanjutan) Dimensi Al-Aql Secara jasmaniah ia berkedudukan di otak, memiliki daya kognisi, dengan potensi bersifat argumentatif (istidhlaliah) dan logis (aqliah), yang apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang labil (al-nafs al-lawwamah). Akal mampu mengantarkan manusia pada esensi kemanusiaan. Akal merupakan kesehatan fitrah yang memiliki daya pembeda antara yang baik dan buruk. Akal adalah daya pikir manusia untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional dan dapat menentukan hakikatnya.
C.Dimensi Al-Qalb Al-Ghazali secara tegas melihat kalbu dari dua aspek yaitu: Kalbu jasmani adalah komponen fisik Kalbu ruhani adalah komponen psikis yang menjadi pusat kepribadian. Kalbu ruhani memiliki karakteristik yaitu, insting yang disebut nur ilahi dan mata batin yang memancarkan keimanan dan keyakinan. Kalbu berfungsi sebagai pemandu, pengontol, dan pengendali semua tingkah laku manusia. Kalbu memiliki natur ilahiyah yang merupakan aspek supra kesadaran. Dengan natur ini manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan sosial, juga mampu mengenal lingkungan spiritual, ketuhanan, dan keagamaan.
(lanjutan) Dimensi Al-Qalb Aspek ini juga mencakup daya insani misalnya daya indrawi (penglihatan dan pendengaran), daya psikologis seperti kognisi, emosi (intuisi yang kuat dan afektif), konasi (beraksi, berbuat, berusaha). Qalbu secara jasmaniah berkedudukan di jantung, apabila mendominasi jiwa manusia maka menimbulkan kepribadian yang tenang (al-nafs al-muthmainnah)
DINAMIKA KEPRIBADIAN Struktur jasmani atau jasad bukan dipersiapkan untuk membentuk tingkah laku tersendiri, melainkan sebagai wadah atau tempat singgah struktur ruh. Struktur jasmani memiliki daya dan energi yang membangkitkan proses fisiknya. Energi ini lazim disebut sebagai daya hidup (al-hayah). Daya ini kendatipun sifatnya abstrak, tetapi ia belum mampu menggerakkan suatu tingkah laku. Suatu tingkah laku dapat terwujud apabila struktur jasmani telah ditempati struktur ruh
Ruh merupakan tempat bersemayamnya spiritualitas (fitrah) yang mengarah pada sesuatu yang transenden untuk merepresentasikan sifat-sifat Tuhan. Inilah yang menjadi motivasi tingkah laku manusia. Ruh membutuhkan agama dan eksistensinya sangat tergantung pada kualitas keberagamaannya. Seluruh perilaku manusia dinilai sebagai ibadah yang merupakan aktualisasi dari ajaran agama. Inilah yang disebut sebagai kepribadian Islam. Keberadaan agama dalam kepribadian Islam memiliki peran penting yang terdiri dari Kepribadian ilahiyah: imaniyah-ilahiyah (berupa rukun iman), ubudiyah-ilahiyah (rukun islam), Kepribadian insaniah: mu’amalah-ilahiyah (aktivitas keseharian yang dilandasi nilai keimanan), dan mu’amalah insaniyah (aktifitas keseharian yang dilandasi nilai-nilai kemanusiaan)
Perpaduan struktur jasmani dan ruhani selanjutnya diwadahi oleh struktur nafsani yang di dalamnya terdapat potensi baik dan buruk. Struktur ini memiliki tiga komponen, nafsu, akal dan kalbu. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam pembentukan kepribadian.Interaksi ketiga system nafsani ini berjalan menurut dua alternatif. Menurut Ibnu Miskawaih interaksi daya jiwa berjalan menurut hukum harmonisasi antara berbagai sistem yang berpusat pada fikiran. Keutamaan berpikir adalah kearifan, keutamaan ghadab adalah berani dan keutamaan syahwat adalah iffah. Dengan begitu ghadab dan syahwat bukanlah potensi yang buruk. Baik buruknya sangat tergantung pada interaksi yang harmonis dengan berpikir. Menurut Ghazali dan Ibnu Arabi interaksi daya-daya nafsani berjalan menurut hukum dominasi. Masing-masing daya ini, kalbu naturnya baik, nafsu naturnya buruk, dan akal naturnya baik dan buruk. Kesemua daya ini berpusat pada kalbu.
3 JENIS UTAMA NAFS (tipe kepribadian) Urutan dari yang terburuk hingga yang terbaik adalah Nafs al-Ammârah Bissu’ (Nafs yang mendorong kepada kejahatan/keburukan) Kepribadian Amarah (didominasi nafsu) Nafs al-Lawwâmah (Nafs yang tercela) Kepribadian Lawwamah (didominasi akal) Nafs al-Mutma’innah (Nafs yang membawa kedamaian) Kepribadian Mutmainnah (didominasi kalbu)