Mengidentifikasi Alasan dan Kesimpulan: Bahasa Penalaran
Menentukan Keberadaan Penalaraan Pertama-tama harus dipahami kita memakai bahasa untuk banyak maksud di samping mencoba untuk meyakinkan orang lain akan satu titik pandang. Misalnya, kita melaporkan peristiwa, kita mendeskripsikan sesuatu, kita bercerita, kita bersenda-gurau, kita membuat janji- dan masih banyak lagi. Tidak selalu mudah untuk mengatakan jika penalaran disajikan secara umum, keakraban kita dengan bahasa yang digunakan dalam berbagai konteks ini membuat kita mampu mengatakan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Kadang-kadang bahasa kita dengan jelas memperlihatkan kita hanya menjelaskan suatu keadaan; kadang-kadang dengan jelas bahasa menunjukkan kita memang melakukan penalaran hinggga ke kesimpulan dan kadang-kadang bahasa bertujuan untuk mencemooh, menghina, dan melukai perasaan Ketika Anda membaca sebuah harian, bahasa yang digunakan sebagian besarnya melaporkan peristiwa-peristiwa, tetapi artikel utama dan editorial sering kali berisi penalaran yang mendukung kesimpulan. Novel-novel jarang sekali mengandung penalaran. Buku-buku pelajaran sering kali memerlukan dua-duanya untuk menyampaikam informasi dan memberikan alasan untuk mempercayai apa yang dikatakan. Debat-debat parlementer sering kali berisi penalaran tetapi acapkali juga berisi penyelewengan.
Mari kita mulai dengan contoh yang sangat sederhana Mari kita mulai dengan contoh yang sangat sederhana. Bayangkan seorang siswa, katakanlah Hans, yang baru saja menyelesaikan kuliah berpikir kritis dan gagal saat ujian yang dilaksanakan pada akhir kuliah tersebut. bayangkan dia mengirim catatan berikut kepada gurunya: “Ujian itu curang. Saya belajar selama beberapa hari, membaca materi itu sebanyak empat kali, menggarisbawahi hal-hal penting dan kemudian mempelajarinya. Setelah melakukan semua saya semestinya mendapat nilai yang baik. Ujian itu curang.”
Perhatikan ‘kesimpulan’ atas sebuah penalaran tidak harus muncul di akhir, tetapi dapat pula muncul di awal; dalam kasus ini dia muncul di awal dan di akhir barang kali sebagai landasan retoris-untuk memberi tekanan pada apa yang dikeluhkannya. Implikasi nyata dari apa yang Hans katakan ialah sesuatu mesti dilakukan untuk memperbaiki kesalahan ini. Dan kita mengambil kesimpulan bahwa inilah yg harus dilakukan. Kadang-kadang orang tidak mengungkapkan, atau tidak sepenuhnya mengungkapkan kesimpulan-kesimpulan mereka.
Kesimpulan-kesimpulan tidak harus muncul pada akhir sebuah argumen Kesimpulan-kesimpulan tidak harus muncul pada akhir sebuah argumen. Bisa muncul di awal atau sesungguhnya bisa muncul di mana saja. Dan mungkin mereka ‘dinyatakan secara tidak langsung’ lewat apa yang dikatakan. Untuk menilai apakah sebuah argumen itu baik sesungguhnya kompleks sekali bahkan dalam kasus sederhana Anda harus memahami apa yang dikatakan, apa yang diasumsikan, dan apa konteksnya
Kadang-kadang, dalam mengungkapkan klaim, kita menggunakan bahasa seperti berikut ini: ‘intuisi/keyakinan/pendapat/pandangan/tesis saya adalah ...’ ; ’faktanya adalah/kelihatannya ...’ ; ’saya mengamati/melihat bahwa...’ ; ’dan kita menggunakan bahasa seperti untuk menunjukkan seberapa yakinnya kita akan pandangan kita (seberapa kuat kita terlibat di dalamnya) dan barangkali sumbernya (misalnya pengamatan atau intuisi) di antara hal-hal lain. Kadang-kadang kita mengakui kita sedang membuat asumsi-asumsi dan kita mungkin menunjukkan hal itu dengan mengatakan:’saya berasumsi bahwa ...’ ; ‘... dikatakan/diandaikan bahwa...’.
Ketika penalaran kita berbicara tentang penjelasan sebab-akibat, kita kadang-kadangmenunjukkan hal ini dengan mengatkan ‘... menjelaskan mengapa ...’ ; ‘itulah sebabnya ...’ ; ’penyebab-penyababnya adalah ...’ Ketika kita membuat rekomendasi atau memutuskan sesuatu, kita bisa menunjukkan hal ini dengan mengatakan: ‘saya merekomendasikan ...’ ; ‘kita seharusnya ...’ ; ’meskipun berisiko pilihan yang terbaik adalah ...’ Ketika kita mengklarifikasi atau menginterpretasi sesuatu, kita bisa menggunskan ungkapan seperti: ‘untuk mengklarifikasi ...’, ; ‘apa yang saya maksudkan adalah ...’ ; ’misalnya ...’ ; ’secara berbeda ...’ ; ’mari kita definisikan ...’.
Ketika kita mengambil kesimpulan mengenai sesuatu, kita kadang-kadang menunjukkan hal ini dengan frase-frase seperti: ‘saya mengambil kesimpulan/menarik kesimpulan/berkesimpulan ...’ ; ’... menyatakan secara implisit/menganjurkan/menuntun saya untuk berpikir ...’ Jika kita mengevaluasi dukungan yang ditawarkan untuk sebuah pandangan, kita biasanya menggunakan bahasa seperti berikut: ‘. . . membuktikan / membenarkan/ mendukung/konsisten dengan/bertentangan dengan/mengingkari/menyangkal . . .’ ; ’relevan/kebetulan/tidak relevan . . .’ ; ’. . . sebuah kesalahn/kekeliruan . . .’ ; ’. . . menyediakan dukungan/kritikan yang lemah/yang berpengaruh/yang kuat. . .’