Perihal Banding
Perihal banding Salah satu upaya hukum yang biasa adalah banding. Lembaga banding diadakan oleh pembuat undang-undang, oleh karena di khawatirkan bahwa hakim yang adalah manusia biasa, membuat kesalahan dalam menjatuhkan sesuatu putusan. Oleh karena itu dibuka kemungkinan bagi orang yanag dikalahkan untuk mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi. Dengan permohonan diajukannya permohonan banding, perkara menjadi mentah lagi. Putusan Pengadilan Negeri, kecuali apabila dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, atau putusan tersebut adalah salah suatu putusan provisionil, tidak dapat dilaksanakan.
Berkas perkara yang bersangkutan, beserta salinan resmi putusan tersebut serta surat-surat yang lainnya. Akan dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi untuk diperiksa dan diputus lagi. Perihal banding semula diatur dalam pasal 188 s/d pasal 194 H.I.R untuk Jawa dan Madura dan dalam Pasal 199 s/d Pasal 205 R. Bg. (D.R.S) untuk daerah sebrang. Pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi, oleh karena dengan undang-undang No. 1 tahun 1951 (Semula undang-undang darurat No. 1 tahun 1951) perihal banding diatur oleh undang-undang R.I (Jogya), No. 20 tahun 1974 tentang “Perihal ulangan di Jawa dan Madura” Peraturan tersebut kini berlaku di daerah Indonesia.
Pasal 6 undang-undang No. 20 tahun 1974, memuat ketentuan bahwa dari putusan-putusan Pengadilan Negeri tentang perkara perdata, yang tidak ternyata bahwa besarnya nilai gugat adalah seratus rupiah atau kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak yang berkepentingan, dapat diminta supaya pemeriksaan perkara diulang oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam daerah Hukum masing-masing. Di dalam Praktek hal ini sering dilupakan, yang lalu berakibat, bahwa permohonan bandingnya tidak dapat diterima, dan untuk mengajukan permohonan kasasi tentang waktu telah lewat.
Suatu contoh mungkin akan lebih menjelaskan hal tersebut di atas ini. Apabila seorang mengajukan permohonan untuk diangkat menjadi wali, atau seorang mohon Kepada Pengadilan Negeri agar seorang ditetapkan sebagai anak angkatnya, lalu permohonan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kasasi dan bukan permohonan banding. Permohonan banding dapat diajukan oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak. Hal itu berarti, bahwa pihak yang dikalahkan dengan putusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan permohonan banding.
Pasal 6 tersebut juga menyebutkan bahwa yang bisa mengajukan permohonan banding adalah “pihak yang berkepentingan”. Hal ini berarti, bahwa pihak yang dikalahkan yaitu yang gugatnya ditolak atau dikabulkan sebagian atau yang gugatnya dinyatakan tidak dapat diterima saja, yang dapat mengajukan permohonan banding. Pemeriksaan banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi “yang berkuasa dalam daerah hukumnya masing-masing”, dengan lain perkataan apabila suatu perkara perdata diputus oleh Pengadilan di Bandung, maka Pengadilan Tinggi di Bandunglah yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut dan bukan pengadilan tinggi di Medan.
Pasal 7 undang-undang No. 20 tahun 1947 memuat ketentuan, bahwa permohonan untuk pemeriksaan banding harus disampaikan dengan surat atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan itu. Hal itu berarti bahwa permohonan banding dapat diajukan sendiri oleh pihak yang berkepentingan atau oleh kuasanya, yaitu orang yang telah diberi kuasa khusus untuk mengajukan permohonan banding.
Permohonan banding supaya dapat diterima harus diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan. Pasal 7 ayat (2) Undang-undang No. 20 tahun 1947, menyatakan bahwa permohonan banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari terhitung mulai berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan. Bagi pemohon banding yang tidak berdiam dalam keresidenan tempat Pengadilan Negeri tersebut bersidang, waktu itu dijadikan 30 hari.
Dalam hal pemohon atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka tenggang waktu tersebut dihitung sejak hari berikutnya putusan tersebut diberitahukan kepada yang bersangkutan. Pemberitahuan putusan ini biasanya dilakukan kepada yang bersangkutan dirumah atau apabila tidak bertemu pemberitahuan dilakukan melalui Lurah setempat dan dalam hal tempat tinggal dan tempat kediaman dari yang bersangkutan tidak diketahui, pemberitahuan putusan dilakukan dengan cara penempelan diktum putusan tersebut pada papan pengumuman yang untuk itu disediakan di kantor Kabupaten, juga kadang-kadang pemberitahuan putusan tersebut dilakukan melalui surat kabar.
Permohonan banding yang diajukan secara terlambat, dengan lain perkataan yang dajukan lewat tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, akan dinyatakan tidak dapat diterima. Untuk mengajukan permohonan banding pihak yang bersangkutan terlebih dahulu harus membayar biaya permohonan banding kepada Pengadilan Negeri. Pasal 8 Undang-undang No. 20 tahun 1947 mengemukakan, bahwa dari putusan Pengadilan Negeri yang dijatuhakan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jika penggugat minta pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan hak dalam pemeriksaan tingkat pertama.
Ketentuan Pasal 9 mengemukakan: 1)Dari putudan pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat diminta pemeriksaan ulangan hanya bersama-sama dengan putusan penghabisan; 2)Putusan dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya, dianggap sebagai putusan penghabisan. -Ketentuan pasal 9 (2) menyebutkan bahwa Pengadilan Negari yang menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkara yang bersangkutan, putusan semacam itu adalah putusan akhir.
Pasal 10 undang-undang No. 20 Tahun 1947 maksudnya adalah bahwa pihak lawan harus mengetahui bahwa terhadap putusan yang menguntungkan baginya itu, telah di ajukan permohonan bandingoleh pihak lawan, sehingga putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Maksud pasal 10 itu adalah agar pihak yang menang mengetahui bahwa pihak lawan mengajukan permohonan banding, juga dengan maksud agar banding siap-siap untuk mengajukan contra memori banding, untuk menyanggah memori banding yang diajukan oleh Pembanding.
Memori banding sedemikian itu memeudahkan pekerjaan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan putusannya. Supaya memori banding dapat diperhatikan dengan baik, hendaknya memoribanding itu disusun dengan kalimat yang sederhana, pendek dan berisi. Perlu dikemukakan bahwa memori banding haruslah dibuat dalam beberapa rangkap, sebanyak pihak-pihak yang berperkara ditamabah satu. Asli surat memori banding akan diserahkan kepada Pengadilan Tinggi berserta perkaranya, sedangkan salinannya diberikan kepada yang bersangkutan.
Sebaliknya untuk menyanggah memori banding yang diajuka oleh pembanding, pihak lawan juga dapat pula menghaturkan contra memori banding. Contra memori banding ini juga harus dalam beberapa rangkap, satu rangkap untuk diri sendiri (arsip) dan yang lain untuk dilampirkan dalam berkas yang akan dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi dan salinan-salian yang lain yuntuk pihak lawan. Menurut Prof. R. Subekti S.H, mengenai pencabutan permohonan banding, dianjurkan oleh beliau untuk megatur prihal pencabutan permohonan banding dalam Undang-undang yang mengatur hukum acara perdata nanti.
Prof. R. Subekti S.H agar permohonan banding hanya dapat dicabut dengan persetujuan pihak lawan. Mengenai kedudukan memori banding dan contra memori banding, cara pengajuannnya, pencabutan permohonan banding yang dapat dilakukan setiap saat oleh Pengadilan Tinggi, berbeda dengan kedudukan memori dan contra memori kasasi, dan kemungkinan pencabutan kasasi.
Thank’s