PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
yang dilakukan orang pribadi Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun Pekerjaan; Jasa; Kegiatan yang dilakukan orang pribadi SPLN SPDN PPh Pasal 21 PPh Pasal 26
Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: orang pribadi dan badan; cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut. bendahara atau pemegang kas pemerintah dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-badan lain orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa Penyelenggara kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong PPh Pasal 21/26 Kantor perwakilan negara asing Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Penerima Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26 pegawai; penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya; bukan pegawai; anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai; mantan pegawai; peserta kegiatan: Peserta perlombaan Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja Peserta/anggota kepanitiaan Peserta pendidikan, pelatihan dan magang Peserta kegiatan lainnya
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26 penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur penghasilan penerima pensiun secara teratur uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun; penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas imbalan kepada bukan pegawai; imbalan kepada peserta kegiatan; imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama; imbalan kepada mantan pegawai; penarikan dana pensiun oleh pegawai. Termasuk: Natura/Kenikmatan dari: Wajib Pajak PPh Final Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya Penghasilan Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatanan sesuai dengan yang diterima/diperoleh Kurs Menteri Keuangan Harga Pasar
Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21/26 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21: Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala Setiap Masa Pajak, kecuali Masa Pajak terakhir Masa Pajak terakhir Selisih antara PPh yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama setahun dengan PPh yang telah dipotong masa-masa sebelumnya Perkiraan Penghasilan Neto yang akan diterima selama setahun, Penghasilan teratur sebulan dikali 12
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan Disetahunkan Tidak Disetahunkan WP OP DN meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia selamanya; Orang asing mulai bekerja di Indonesia pada tahun berjalan untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan; Karyawan pindah cabang WP OP DN mulai bekerja pada tahun berjalan; WP OP DN pindah kerja ke pemberi kerja yang lain
Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai tetap Penerima pensiun Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi Dibayar Pemberi Kerja Uang Pensiun Berkala Dikurangi dengan Dikurangi dengan Biaya jabatan, 5% dari pengh. Bruto maks. Rp6.000.000 per tahun atau Rp500.000 per bulan Iuran pensiun, THT/JHT yang dibayar sendiri Biaya Pensiun, 5% dari pengh. Bruto maks. Rp2.400.000 per tahun atau Rp200.000 perbulan Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan) Dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak Dikenakan Tarif Pasal 17
PTKP: PMK 162/PMK.011/2012 Rp24.300.000,- Untuk diri Wajib Pajak Tambahan utk WP Kawin Rp2.025.000,- Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yg menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender
Kawin Suami tidak berpenghasilan PTKP Karyawati Hanya untuk diri sendiri Kawin Diri sendiri; Status kawin; Tanggungan maks 3. Kawin Suami tidak berpenghasilan Diri sendiri; Tanggungan maks 3. Tidak Kawin menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/ memperoleh penghasilan
Tarif 5% 15% 25% 30% Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh Sampai dengan Rp 50 juta 15% Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta 25% Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta 30% Di atas Rp 500 juta
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Satuan, Borongan Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah Upah Kumulatif satu bulan melebihi Rp 7.000.000 Upah/Uang Saku Harian Dikali 12 ≤ 200.000 > 200.000 Dikurangi PTKP Setahun Tidak Dipotong Dikurangi 200.000 Penghasilan Kena Pajak Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17 PPh Ps 21 Setahun Upah kumulatif > Rp2,025 jt s.d. Rp7 jt sebulan Dibagi 12 Upah sehari dikurangi PTKP sehari PPh Pasal 21 Sebulan Tarif PPh 21 = 5%
CONTOH PENGHITUNGAN PEGAWAI HARIAN, PENERIMA UPAH SATUAN/BORONGAN TENAGA HARIAN LEPAS PENERIMA UPAH SATUAN/BORONGAN SI POLAN MENERIMA UPAH HARIAN SEBESART Rp 210.000 PERHARI PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ADALAH : UPAH SEHARI DIKURANGI BATAS PENGHASILAN YANG TIDAK KENA PAJAK Rp210.000 – Rp200.000 = Rp10.000 PPh 21 terutang : 5% x Rp10.000 = Rp500 JIKA SI POLAN TIDAK MEMILIKI NPWP MAKA DIPOTONG PPh 20% LEBIH TINGGI SEHINGGA MENJADI : 5% X 20% X Rp10.000 = Rp600
Penghitungan PPh Pasal 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN, DAN UANG SAKU HARIAN DIBAYAR BULANAN DIKURANGI PTKP SEBULAN PKP SEBULAN JIKA WP TDK MEMILIKI NPWP MAKA TARIFNYA 20% LEBIH TINGGI PKP DISETAHUNKAN X TARIF PPh Ps.17 PPh SETAHUN PPh SEBULAN
CONTOH PENGHITUNGAN PEGAWAI HARIAN, TENAGA HARIAN LEPAS PENERIMA UPAH SATUAN/BORONGAN Dit.P2Humas 18
TENAGA AHLI YG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (BUKAN PEGAWAI) TERDIRI DARI : - PENGACARA - KONSULTAN - AKUNTAN - NOTARIS - ARSITEK - PENILAI - DOKTER - AKTUARIS MENERIMA PENGHASILAN BERUPA HONORARIUM, KOMISI, FEE, DAN IMBALAN SEJENISNYA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN DASAR PENGENAAN & PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ADALAH 50% DARI JUMLAH PENGHASILAN BRUTO DIPOTONG PPH PS.21 DENGAN TARIF PASAL 17 DARI DASAR PENGENAAN & PEMOTONGAN PPh PASAL 21 JIKA WP TDK MEMILIKI NPWP MAKA TARIFNYA 20% LEBIH TINGGI Dit.P2Humas
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 dr. Slamet Taramandi (tenaga ahli), menerima honorarium sebesar Rp 10.000.000,- Penghitungan PPh Pasal 21 5% x (50% x Rp10.000.000) = 5% x (Rp5.000.000) = Rp250.000 PPh Pasal 21 adalah tarif Pasal 17 UU PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Jika Dr. Slamet tidak punya NPWP 5% x (50% x Rp 10.000.000)x 120% = Rp300.000,- 5% x (Rp5.000.000) x 120% = Rp300.000,- Contoh 2 Benny Ganteng SH, LLM (memiliki NPWP) menerima honorarium sebagai pengacara sebesar Rp100.000.000,- Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x (50% x Rp100.000.000) = 5% x (Rp50.000.000) = Rp2.500.000 Dit.P2Humas 20
IMBALAN KEPADA BUKAN PEGAWAI YANG TIDAK MEMILIKI NPWP ATAU DIBAYARKAN TIDAK BERKESINAMBUNGAN* HONORARIUM, KOMISI, FEE, DAN IMBALAN SEJENISNYA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN APAPUN DITERIMA BUKAN PEGAWAI SENIMAN, OLAHRAGAWAN; PENASEHAT, PENGAJAR, PELATIH, PENCERAMAH, PENYULUH & MODERATOR, PENGARANG PENELITI, DAN PENERJEMAH; PEMBERI JASA DLM SEGALA BDG TERMASUK TEKNIK, KOMPUTER DAN SISTEM APLIKASINYA TELEKOMUNIKASI,, ELEKTRONIKA, FOTOGRAPHI, EKONOMI DAN SOSIAL AGEN IKLAN; PENGAWAS, PENGELOLA PROYEK; PESERTA PERLOMBAAN, PESERTA RAPAT, KONFERENSI, PERTEMUAN ATAU KUNJUNGAN KERJA, PESERTA ATAU ANGGOTA PANITIA, PESERTA PENDIDIKAN, PELATIHAN & MAGANG DLL; PEMBAWA PESANAN/PENEMU LANGGANAN/PERANTARA DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL MARKETING ATAU DIRECT SELLING PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI YG TDK BERSTATUS SBG PEGAWAI; PENJAJA BARANG DAGANGAN YG TDK BERSTATUS PEGAWAI; DAN/ATAU PENERIMA PENGHASILAN BUKAN PEGAWAI LAINNYA JIKA WP TDK MEMILIKI NPWP MAKA TARIFNYA 20% LEBIH TINGGI DIPOTONG PPh Ps.21 DENGAN TARIF Ps. 17 DARI JUMLAH BRUTO * JIKA MEMILIKI NPWP ATAU IMBALAN YG DIBERIKAN BERKESINAMBUNGAN MAKA LIHAT KETENTUAN PADA HALAMAN 12 21
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Benny adalah penyanyi menerima honorarium sebesar Rp 10.000.000,- atas Penghitungan PPh Pasal 21 5% x Rp10.000.000) = Rp500.000,- Jika Benny tidak memiliki NPWP, penghitungan PPh Pasal 21 : (5% x 120%) x Rp10.000.000,- = Rp600.000 Contoh 2 Polan adalah pelawak menerima honorarium sebesar Rp50.000.000,- Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,- Jika Polam tidak memiliki NPWP, penghitungan PPh Pasal 21 : (5% x 120) x Rp50.000.000 = Rp3.000.000
Tidak berkesinambungan PPh Pasal 21: Bukan Pegawai Berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) Tidak berkesinambungan berkesinambungan (50 % x Ph Bruto) - PTKP sebulan, Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
PPh Pasal 21: Lainnya Dewan Komisaris/ Pengawas non Pegawai tetap Mantan Pegawai Peserta program Pensiun yang masih Berstatus pegawai honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur penarikan dana pensiun Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto
PPh Pasal 21: Peserta Kegiatan Tarif Pasal 17 UU PPh Penghasilan Bruto Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah
Ph BRUTO(>2,025jt s.d.7jt) – PTKP Harian TETAP Ph NETO - PTKP PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO - PTKP TIDAK TETAP Ph BRUTO – 200 RIBU HARIAN Ph BRUTO(>2,025jt s.d.7jt) – PTKP Harian Ph BRUTO(>7jt) – PTKP PENSIUNAN Ph NETO - PTKP BERKALA ((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan) Kumulatif BERKESINAMBUNGAN BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI Ph Bruto Kumulatif PESERTA KEGIATAN Ph Bruto 26
Penerima Penghasilan Tidak ber-NPWP PPh Pasal 21 sebesar 120% lebih tinggi daripada PPh Pasal 21 yang seharusnya (20% lebih tinggi) Setelah pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember Ber-NPWP merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Diperhitungkan oleh pemotong dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final
Ketentuan Khusus Uang Pesangon Uang Manfaat Pensiun THT/JHT yang dibayarkan sekaligus Penghasilan bersumber dari APBN/D yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota, TNI/Polri, dan Pensiunannya PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun 2010
PPh Pasal 26 Tarif Pasal 26: 20 % Penghasilan Bruto Memperhatikan Ketentuan P3B
Saat terutang PPh Pasal 21/26 Penerima penghasilan Pemotong Saat dilakukannya pembayaran atau saat terutangnya penghasilan akhir bulan dilaku- kannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan
Kewajiban Pemotong Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir. Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala: dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2) diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau pegawai berhenti Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala: Dibuat setiap kali ada pemotongan Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21
Kewajiban Penerima Penghasilan Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum Mulai Tahun Kalender Berikutnya
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp 8.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000 Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Rifki Zain seorang PNS golongan IVa di Kantor Imigrasi Medan berdasarkan data pada bulan Maret 2013 Rifki Zain memperolah gaji perbulan Rp.2.822.200,00, tunjangan jabatan Rp.540.000,00 perbulan dan mempunyai 3 orang anak. Pada tanggal 25 Maret 2013 Kantor Imigrasi Medan membayar honor tim kepada Rifki Zain sebesar Rp.1.200.000,00. Mendapatkan rapel kenaikan gaji pada bulan Juli 2013 karena kenaikan gaji berkala sehingga gaji Rifki Zain menjadi Rp.2.906.200,00. Pada Bulan Agustus 2013 ditugaskan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dengan memperoleh tunjangan jabatan Rp.3.000.000,00 per bulan dan dari Kantor Imigrasi Medan hanya mendapatkan gaji dan tunjangan selain tunjangan jabatan.