HUKUM PERKAWINAN.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB
Advertisements

Kelompok Agama Bagus,Arip,Rio,Hafiz
UKURAN PERKAWINAN & PERCERAIAN
Pertemuan 26 Nov 08 Hukum Adat dalam Undang-undang A.Hukum Perkawinan Adat dalam UU No. 1 Tahun 1974 ttg Perkawinan B.B. Hukum Delik Adat, KUHP, RUU KUHPNas.
HUKUM PERSEORANGAN ADAT
UU PERKAWINAN UU NO 1 TAHUN 1974.
OLEH: PUTU SAMAWATI, S.H.,M.H.
KEWENANGAN BERHAK MANUSIA PRIBADI MEMPUNYAI KEWENANGAN BERHAK SEJAK IA DILAHIRKAN, BAHKAN SEJAK DALAM KANDUNGAN IBUNYA, ASAL IA LAHIR HIDUP APABILA KEPENTINGANNYA.
BAB III SYARAT DAN RUKUN PERKAWINAN YANG SYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Irdanuraprida Idris, SH, MH
HUKUM KELUARGA By Ricky Maulana
Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia
NIKAH SIRRI, POLIGAMI, dan KAWIN KONTRAK
Hukum Perdata : hukum keluarga by : Vini Dwiki Windari Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
DEWI NURUL MUSJTARI, S.H., M.HUM FAKULTAS HUKUM UMY
PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA
AKIBAT PERKAWINAN Hak dan kewajiban suami-istri Terhadap harta
HUKUM PERKAWINAN Ialah peraturan hukum yang mengatur perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita.
A. Syarat Materil : B. Syarat Formil Materil Umum/Absolut
UU PERKAWINAN UU NO 1 TAHUN 1974.
Menurut PERATURAN PEMERINTAH RI No 10 Tahun 1983
MATA KULIAH HUKUM PERDATA
Hukum keluarga.
HUKUM KELUARGA.
Mata Kuliah Hukum Perdata Djumikasih
PERJANJIAN PERKAWINAN
Ketentuan-ketentuan hukum perkawinan menurut hukum Islam terdapat dalam ayat-ayat pada beberapa surat dalam al-Qur’an an as-Sunnah yang sudah dirumuskan.
HUKUM KELUARGA.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Rachmi Sulistyarini, SH MH
Hukum keluarga.
HUKUM KELUARGA DAN HUKUM HARTA BENDA PERKAWINAN
By Hukum 2012 A Kelompok Perkawinan
HUKUM KELUARGA DAN PERKAWINAN DITINJAU DARI KUHPerdata DAN UU NO
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB
Hukum Perkawinan.
PEMBATALAN PERKAWINAN
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN & HUKUM KEWARISAN
PENCEGAHAN PERKAWINAN
PERKAWINAN YUSRON ANDRIANTO AGUNG HENDRO SUSILO
PENCEGAHAN& PEMBATALAN PERKAWINAN
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN
Hukum Perkawinan Adat igedeabw.
KEDUDUKAN ANAK Pertemuan 11.
Rachmi Sulistyarini, SH MH
HUKUM PERKAWINAN ADAT.
PERJANJIAN PERKAWINAN
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
ADOPSI ANAK.
KEDUDUKAN ANAK Pertemuan 11.
Keluarga dan Pernikahan
HUKUM PERKAWINAN Moh. Saleh Ismail.
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN & HUKUM KEWARISAN
15. Kapankah pemberitahuan kehendak perkawinan itu harus dilakukan menurut undang-undang?Apa tujuan pemberitahuan itu ? Jawab : Menurut ketentuan pasal.
III. Hukum Kekeluargaan
POLIGAMI !!! MUHAMMAD JUNAEDI ARAS A / D3 TEKNIK KIMIA.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Semester I Kelas XII Sekolah Menengah Atas
MUNAKAT Standar Kompetensi:
Sekretariat BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN & HUKUM KEWARISAN
MATA KULIAH KAPITA SELEKTA HUKUM KELUARGA By : Drs. Aripin Marpaung, MA.
PERKAWINAN USIA DINI Karya Tulis Ilmiah Firman, S.Ag.
HUKUM PERKAWINAN. Arti perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 dan KUHPerdata Hakikat, asas, tujuan perkawinan menurut UU No. I tahun 1974 dan KUHPerdata.
Transcript presentasi:

HUKUM PERKAWINAN

PLURALISME HUKUM PERKAWINAN Hukum perkawinan menurut Hukum Perdata Barat diperuntukkan bagi WNI Keturunan Asing atau beragaman kristen Hukum perkawinan menurut Hukum Islam, diperuntukkan bagi WNI keturunan pribumi yang beragama Islam Hukum perkawinan menurut Hukum Adat

KODIFIKSI &UNIFIKASI H.PERKAWINAN Tanggal 2 Januari 1974 lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan lembaran negara 1974 nomor 1; tambahan negara nomor 3019 Pada kenyataannya masih menampilkan pluralisme, sehubungan dengan Pasal 2 dan pasal 66 PASAL 2 : Sehubungan dengan pluaralisme dengan perbedaan agama dan kepercayaan Pasal 66 ; Karena Undang-Undang perkawinan tidak secara tuntas mengatur materi perkawinan

PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA Istilah perkawinan (huwelijk) digunakan dalam dua arti : Sebagai suatu perbuatan, yaitu perbuatan “ melangsungkan perkawinan” (P.104) “ setelah perkawinan” (P.209 sub 3 BW) dengan bgt perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan pada suatu saat tertentu. Sebagai “suatu keadaan hukum “ yaitu keadaan seorang pria dan seorang wanita terikat oleh suatu hubungan perkawinan Ketentuan perkawinan diatur dalam pasal 26-102 KUHPerdata Pasal 26 KUHPerdata: Undang-undang memandang perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan keperdataan saja. Hal ini berimplikasi bahwa perkawinan sah apabila memenuhi persyaratan yang ditetap kan oleh KUHPerdata sementara persyaratan agama dikesampingkan.

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM Ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974) Ikatan lahir batin Dalam suatu perkawinan tidak hanya cukup dengan ikatan batin saja atau lahir saja melainkan kedua-duanya. Ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri ( hubungan formal). Sedangkan ikatan bathin merupakan hubungan yang non formal, suatu ikatan yang tidak tampak, tidak nyata, yang hanya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang mengikatkan dirinya. Ikatan bathin ini merupakan dasar ikatan lahir, sehingga dijadikan fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang kekal dan abadi. Pria dan Wanita Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan wanita. Dengan demikian Undang-Undang ini tidak melegalkan hubungan perkawinan antara pria dan pria, wanita dengan wanita, atau antara waria dengan waria. Selain itu mengandung asas perkawinan monogami. Suami isteri Persekutuan antara seorang pria dan wanita dipandang sebagai suami isteri, apabila ikatan mereka didasarkan kepada suautu perkawinan yang sah. Suatu perkawinan dianggap sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, baik syarat-syarat intern maupun eksteren. Syarat interen adalah syarat yang menyangkut pihak-pihak yang melakukan perkawinan, yaitu kesepakatan mereka, kecakapan dan juga adanya izin dari pihak lain yang harus diberikan untuk melangsungkan perkawinan. Sedangkan ekteren adalah syarat-syarat yang menyangkut formalita-formalita kelangsungan perkawinan. Membentuk Keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia kekal Keluarga adalah satu kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, anak. Dan anak-anak yang merupakan sendi dasar susunan mayarakat Indonesia. Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sangat penting artinya kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena kebahagiaan masyarakat berwal dari keluarga-keluarga yang berbahagia. Sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Untuk dapat mencapai hal ini, maka diharapkan kekekalan dalam perkawinan, sekali melakukan perkawinan, tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali karena kematian. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berbeda dengan konsepsi perkawinan menurut KUHPerdata maupun Ordonansi Perkawinan Kristen Bumi Putera (huwelijks Ordonantie Cristen Inlanders) yang memandang perkawinan hanya sebagai hubungan keperdataan saja (lahiriah). Suatu konsekuensi logis dari negara berdasarkan pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama (kerohanian) , sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir (jasmani) akan tetapi unsur batin (rohani) juga mempunya peran penting. Tujuan Perkawinan : untuk membentuk keluarga yangn bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Es. Ini berarti: Berlangsuang seumur hidup Cerai diperlukan syarat-syarat yang ketat dan merupakan jalan terakhir. Suami isteri membantu untuk mengembangkan diri Suatu keluarga dapat dikatakan bahagia apabila telah memenuhi 2 kebutuhan pokok Kebutuhan Jasmaniah: Papan Sandang Pangan Kesehatan Pendidikan Kebutuhan Rohaniah : Adanya seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri. Kekal : perkawinan dilakukan bukan untuk sementara waktu, jangkwa waktu tertentu, yang direncanakan, akan tetapi semur hidup atau selama-lamanya. Dan tidak boleh diputus begitu saja.

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT Perkawinan bukan hanya peristiwa bagi mereka (suami isteri) tetapi juga orang tua, saudara-saudara dan keluarga dari kedua belah pihak) Perkawinan di Indonesia terbagi atas 3 kelompok : 1. Berdasarkan masyarakat kebapakan (patrilial) 2. Berdasarkan masyarakat keibuan (matrial) 3. Berdasarkan masyarakat keibubapaan (parental) Perkawinan adat berdasarkan masyarakat kebapakan Perkawinannya disebut “kawin jujur” dimana laki-laki memberikan jujur (tapanuli selatan, kalimantan selatan) ujung, sinamot, pangoli, boli, tuhor (batak), beli (maluku) belis ( Timor) kepada calon isterinya. Dengan memberikan jujur ini isteri masuk dalam clan suaminya. Hal ini memberikan hak dan kewajiban suami untuk memlihara, mendidik dan memberi nafkah kepada mereka Jujur memberi 3 segi: yuridis: dimana dengan dibayar jujur maka berpindahlan hak dan kewajiban siwanita kepada klan suami Sosial : untuk mempererat hubungan antara keluarga atau marga yang bersangkutan Ekonomis: dimana dengan adanya jujur maka terbentuklah barang yanng dibawa oleh wanita dengan pemberian jujur tersebut.

TUJUAN PERKAWINAN (Undang-Undang No 1 Tahun 1974) Untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan masing-masing, karena itulah mk dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974. “Perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

SYARAT PERKAWINAN Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia 16 tahun untuk wanita Antara calon mempelai pria dan wanita tidak dalam hubungan darah Tidak ada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain Bagi suami isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.

LARANGAN PERKAWINAN (PASAL 12 UU NO 1 Tahun 1974) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. Berhubungan semenda, mertua, anak tiri, menantu dan ibu bapak tiri Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan. Berhubungan dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal isteri lebih dari seorang. Mempunyai hubungan yang oleh agama dan peraturan lain dilarang Masih terikat tali perkawinan dengan orang lain Antara suami isteri yang telah cerai, kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai untuk kedua kalinya, mereka tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain