Topik-topik Studi Mobilitas Penduduk S2 Kependudukan & Ketenagakerjaan Universitas Indonesia Mobilitas Penduduk Sesi ke-13, 20 Mei 2011
Jenis Transportasi & Mobilitas Ulang-alik Handiyatmo (2009) Penggunaan Jenis Transportasi Oleh Pelaku Mobilitas Ulang Alik Di Enam Metropolitan SUPAS 2005 Meneliti mobilitas ulang alik & mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan jenis transportasi di 6 kawasan metropolitan. Orientasi kegiatan ekonomi perkotaan terpusat di zona inti metropolitanlokasi tempat tinggal semakin menjauh mobilitas ulang alik. Sampel: responden berumur 5 tahun+ di kawasan metropolitan yang melakukan mobilitas ulang alik melintasi batas kabupaten/kota
Jenis Transportasi & Mobilitas Ulang-alik Multinomial logistik. Y: transportasi umum, transportasi pribadi, dan berjalan kaki; X: umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, jenis pekerjaan, status migran total, jarak dan klasifikasi daerah tempat tinggal Penggunaan transportasi : umum (52,9 %), pribadi (46,0 %) usia 30-50 tahun, berjalan kaki usia 5-11 tahun (1,1 %) Transportasi pribadi (+): umur, laki-laki, kawin, pendidikan, jenis pekerjaan kerah putih; Berjalan kaki: dipengaruhi jarak tempuh dan pendidikan. Mobilitas ulang alik menggunakan transportasi umum kecuali di Gerbangkertosusila (transportasi pribadi). Bandungraya: berjalan kaki lebih menonjol. Mobilitas tertinggi terdapat pada metropolitan Jabodetabek
Pekerja Pelaku Mobilitas Non Permanen Widaryatmo (2009) Karakteristik Pekerja Pelaku Mobilitas Non Permanen Indonesia 2007 SAKERNAS mencakup peristiwa mobilitas non permanen yang terbatas pada mobilitas pekerja sejak 2007. Mempelajari hubungan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kawin, status pekerjaan, sektor pekerjaan pertumbuhan PDRB, tempat tinggal, share sektor industri, terhadap keputusan mobilitas non permanen pekerja. Multinomial logistik: Melihat kecenderungan risiko tiap kategori variabel penjelas dalam kaitannya menjadi komuter atau migran sirkuler.
Pekerja Pelaku Mobilitas Non Permanen 6,6 % pekerja adalah pelaku mobilitas non permanen (movers); 4,0 % komuter dan 2,7 % migran sirkuler. Pola fungsi kuadrat: semakin tua kecenderungan melakukan mobilitas non permanen semakin kecil. Yang cenderung komutasi atau sirkulasi: pekerja laki-laki, berstatus kawin, bekerja di sektor formal, pekerja manufaktur atau jasa, tinggal di daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat industrialisasi lebih rendah. Pekerja di perkotaan cenderung melakukan komutasi sebaliknya; yang di perdesaan cenderung melakukan sirkulasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin cenderung untuk komutasi ; semakin rendah tingkat pendidikan, semakin cenderung untuk sirkulasi.
Waktu Tempuh Mobilitas Ulang-alik Sahara (2010) Pola Waktu Tempuh Pekerja dalam Melakukan Mobilitas Ulang Alik di Kota Metropolitan Indonesia tahun 2008 7 kawasan metropolitan: Mebidang, Jabodetabek, Bandungraya, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, Mamminasata dan Sarbagita. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu tempuh komuter di kawasan metropolitan di Indonesia. Multinomial logistik, Sakernas 2008
Waktu Tempuh Mobilitas Ulang-alik Waktu tempuh komuting lebih lama cenderung dilakukan oleh pekerja laki-laki, berstatus kawin, berpendidikan SLTA ke atas, berumur kurang dari 30 tahun, pendapatannya semakin tinggi, jenis pekerjaan kerah putih, menggunakan alat transportasi umum, jarak antara rumah dan tempat tinggal semakin jauh, serta selain perempuan kawin. Terdapat pola yang berbeda pada tiap kawasan metropolitan.
Keputusan Bermigrasi Santoso (2010): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bermigrasi Penduduk Indonesia antara Tahun 2000 – 2007 Data IFLS 2000 dan 2007: responden usia 15 tahun+ Mempelajari perbedaan kecenderungan bermigrasi antara migran dan non migran dengan memperhitungkan variabel pendapatan, pendidikan, umur, jenis kelamin, kepemilikan rumah, kepemilikan lahan pertanian, daerah tempat tinggal dan persepsi standar hidup. Regresi logistik.
Keputusan Bermigrasi Kecenderungan bermigrasi lebih tinggi pada migran maupun non migran yang tidak mempunyai pendapatan, pendidikan tinggi, umur muda, tidak kawin, tinggal di rumah yang bukan milik sendiri dan tinggal di perkotaan. Penduduk yang berstatus migran pada tahun 2000 mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk bermigrasi antara tahun 2000 - 2007 dibanding non migran.
Kecepatan Mempunyai Anak Pertama Nainggolan (2010): Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Mempunyai Anak Pertama Untuk Wanita di DKI Jakarta, SUPAS 2005 SUPAS 2005. Metode Kaplan Meier & Regresi Cox Wanita yang pindah ke DKI Jakarta setelah perkawinan lebih lama mempunyai anak pertama dibandingkan wanita yang tidak pindah Peningkatan umur perkawinan pertama yang lebih tinggi dan pendidikan wanita yang lebih tinggi meningkatkan kecepatan mempunyai anak pertama.
Kecepatan Mempunyai Anak Pertama Wanita yang bekerja mempunyai anak pertama lebih lama dibandingkan wanita yang tidak bekerja. Wanita dengan suami yang tidak bekerja mempunyai anak pertama lebih lama dibandingkan wanita dengan suami yang tidak bekerja. Pasangan penduduk asli mempunyai anak pertama lebih lama dibandingkan pasangan penduduk pendatang dan pasangan penduduk yang salah satunya bukan penduduk asli. Pendidikan suami tidak mempengaruhi kecepatan mempunyai anak pertama untuk wanita.
Migrasi Antar Pulau Wajdi (2010): Migrasi Antarpulau di Indonesia : Analisis Model Skedul Migrasi dan Model Gravitasi Hybrida Melihat pola migrasi antarpulau menggunakan model skedul migrasi dan model gravitasi yang dimodifikasi. Model skedul digunakan untuk memodelkan pola umur dalam bermigrasi. Ditemukan bahwa kelompok umur muda lebih mobile dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Yang paling mobile berusia 23-54 tahun, diikuti yang berusia 0-14 tahun, 15-22 tahun, dan 55 tahun ke atas. Kelompok umur paling mobile sebagian besar bermigrasi karena alasan ekonomi, keluarga, dan pendidikan.
Migrasi Antar Pulau Hasil estimasi model gravitasi yang dimodifikasi menujukkan bahwa semakin tinggi perbedaan upah, semakin tinggi kecenderungan bermigrasi dengan hubungan yang tidak linier Tetapi, semakin besar perbedaan struktur ekonomi antardaerah, maka migrasi akan cenderung tinggi, meskipun perbedaan upah antardaerah tersebut relatif rendah.