Peranan Agama Dalam Politik di Timur Tengah -Syiah dan Sunni -Wahabi -Kebijakan Dalam dan Luar Negeri
Basis Sosial Masyarakat Timur Tengah Basis sosial masyarakat kawasan timur tengah dapat di identifikasi melalui pola budayanya yang dapat tercermin dari : Tradisi kesukuan, agama, ke-arab-an, dan nasionalisme.
Tradisi Kesukuan Basis sosial masyarakat di Timur Tengah pada umumnya bertumpu pada kenyataan sebagai masyarakat kesukuan (Tribal Society) dan budayanya berpola kepada kesukuan. datang dan dibangun oleh suku-suku pengembara (Nomadic Tribe). Karakteristik : mobil dan agresif, sikap alami adalah kegelisahan, ekonomi berpusat kepada peternakan dan bercocok tanam kecil-kecilan, keberagamaan yang shaleh dan puritan, melahirkan corak perfeksionisme regilius dan moral.
Penemuan dan penambangan ladang-ladang minyak warga pribumi merangkak sejahtera dan mengalami transformasi modern dari kehidupan tradisional menuju formalitas modern lebih maju Masih terciptanya hubungan Patron Client antara penguasa dengan beberapa suku
Tradisi Keagamaan Kawasan timur tengah merupakan kawasan yang memeluk agama samawi Hampir 90 % negara-negara di Timur Tengah memeluk agama islam, masih ada kesadaran terhadap nilai-nilai islam yang terefleksi kepada sistem dan konstitusi negara, sedangkan 10% merupakan pemeluk nasrani Pemikiran islam yng terbagi kepada pemikiran Sunni, Syiah, wahabi, dll
Perbedaan paham Perbedaan paham antara sunni, syiah dan wahabianisme tetap mengakar kepada garis sejarah dan perkembangan masyarakat arab, walaupun secara gradual mereka tetap memiliki kesadaran secara kolektif sebagai bangsa dan kesetiaan pada negara. Perbedaan paham ini bisa diamati pada ke-khasan cara hidup yang di anut , pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti secara hirarki kekuasaan intern yang ditaati : nampak pada sistem kepercayaan dan ritual masing –masing paham atau mazhab tadi
Perbedaan paham akan semakin dipertajam, bila masing-masing kelompok menggalakkan dan mengintensifkan perbedaan-perbedaannya yang dapat melahirkan konflik yang tajam. Lahirnya sekterian-sekterian internal mazhab, perkawinan endogami dalam satu sekte yang semua digunakan untuk melestarikan tradisi dan subkultur aliran keagamaannya masing-masing. Lahirnya rezim-rezim yang berangkat dari kekuasaan mazhab kepada wilayah-wilayah mereka
Nasionalisme Arab Dalam hal ini nasionalisme arab dapat dikatakan sebagai kategori kesatuan masyarakat –bangsa yang dikatakan oleh Hans Kohn (the idea of nationalism) dalam bentuk State of mind and act of conciousness atau adanya kesadaran kepada seluruh organ masyarakat yang pluralistik untuk kemudian bisa bersatu padu saling menjalin persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan bersama.
Intrumen yang digunakan adalah negara dan kemudian melembagakan bangsa Intrumen yang digunakan adalah negara dan kemudian melembagakan bangsa. Secara sederhana, nasionalisme arab merupakan reaksi dari sekurang-kurangnya dua hal; 1. Tantangan penjajahan Barat terhadap tanah Arab, 2. tantangan Zionisme Yahudi. Hal diatas memunculkan nasionalisme arab dimulai dari usaha-usaha dari yang moderat, seperti menyatukan visi dan wawasan politik, ekonomi dan kebudayaan mengatasi batas-batas negara dan kebangsaan yang sempit sampai pada ekstrimisits yitu berupa peleburan negara menjadi 1 negara. - pan arabisme oleh Gamal Abdul Nasser yang ingin membentuk Republik Persatuan Arab (1956-1958)
Saham orang Arab yang beragama Kristen sangat menonjol dalam mempopulerkan Nasionalisme Arab kepada masyarakat banyak. Ini adalah upaya untuk mengesampingkan Islam sebagai factor dominan dalam perpolitikan Arab dan menggantikannya dengan nasionalisme. Misalnya yang dilakukan oleh Partai Baath di Irak dan Syiria. filsafat ideologinya dibentuk oleh Michel Aflak, seorang yang berpendidikan guru dari kalangan Kristen Ortodok. Yang ditekankan oleh Aflak adalah kearaban yang telah dan selalu ada sepanjang sejarah, bukan keislaman yang datang kemudian.
Mengilhami peristiwa – peristiwa : tumbangnya kerajaan irak (1958), Kudeta di sudan (1959), revolusi di Yaman utara (1962), kudeta di syria (1963), kudeta di lybia (1969).