PEROLEHAN TANAH DALAM SUATU SISTEM MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL
ASAS ASAS PEROLEHAN TANAH Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional; 2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana;
3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan-gangguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya.
4. Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada, yaitu: a. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat: gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya menurut UU No. 51 Prp Tahun 1960. b. Gangguan oleh penguasa: gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara
5. Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek-proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki seseorang harus melalui musyawarh untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tahanya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya.
6. Dalam keadaan biasa, untuk memeperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga “penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri” seperti yang diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata.
7. Bahwa dalam keadan memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara pencabutan hak yang diatur dalam UU No 20 Tahun 1961.
8. Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan, dan tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.
9. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.
apa yang dikembangkan/dibangun di atas tanah yang diperoleh. BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK MENENTUKAN TATA CARA PEROLEHAN TANAH Proyeknya: apa yang dikembangkan/dibangun di atas tanah yang diperoleh. a. untuk keperluan pribadi b. untuk kegiatan bisnis c. untuk keperluan khusus
2. Lokasinya: Berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah. untuk keperluan bisnis, perlu dimohon Ijin Prinsip dan Ijin Lokasi (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi).
UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. RTRW ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. RTRW merupakan pedoman memakai tanah.
3. Status tanah yang tersedia a. segi fisik: letak, batas-batasnya dan luas b. segi yuridis: jenis hak, pemegang haknya, hak-hak pihak ke tiga 4. Kesediaan pemegang hak melepaskan hak atas tanah 5. Status hukum calon pemegang hak atas tanah
Jenis jenis Perolehan Tanah Primer: 1. Pembukaan hutan 2. Pemberian hak baru oleh negara Sekunder: 1. Pewarisan 2. Pemindahan hak 3. Pemberian hak baru oleh pemilik tanah 4. Perubahan hak
c. Hapusnya hak: 1. Berakhirnya jangka waktu 2. Pelepasan/pembebasan hak 3. Pembatalan hak 4. Pencabutan Hak d. Konversi hak-hak atas tanah yang lama
Izin Lokasi Izin Lokasi: izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan penanaman modalnya
Jangka waktu izin lokasi: a. luas tanah 25 ha 1 tahun b. luas tanah > 25 ha s/d 50 ha 2 tahun c. luas tanah > 50 ha 3 tahun Dapat diperpanjang 1 tahun dengan syarat tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi
Cara perolehan tanah yang diperlukan didasarkan atas status tanah yang tersedia: 1. Tanah Negara 2. Tanah Hak a. pemegang hak atas tanah bersedia menyerahkan atau memindahkan hak atas tanah b. Jika pemegang hak bersedia menyerahkan haknya, apakah pihak yang memerlukan tanah: 1. memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanahnya 2. tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanahnya
c. pemegang hak atas tanahnya tidak bersedia menyerahkan atau memindahkan hak atas tanahnya 3. Tanah Hak Pengelolaan
KONVERSI Hak Eigendom menjadi Hak Milik jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960 WNI tunggal. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan Hak Eigendom kepunyaan pemerintah negara asing digunakan untuk kediaman duta besar atau gedung kedutaan
dikonversi menjadi hak pakai yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut.
Hak milik adat dikonversi menjadi Hak Milik jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960 berkewarganegaraan Indonesia tunggal Jika syarat tersebut tidak dipenuhi dikonversi menjadi HGB jika tanah untuk bangunan atau dikonversi menjadi HGU untuk tanah pertanian dengan jangka waktu 20 tahun
Hak Erfpacht untuk perkebunan besar menjadi Hak Guna Usaha yang berlangsung selama sisa jangka waktunya tetapi selama-lamanya 20 tahun
Hak Erfpacht untuk perumahan dan Hak Opstal menjadi Hak Guna Bangunan, yang berlangsung selama sisa waktunya, tetapi selama-lamanya 20 tahun Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana hak pakai dikonversi menjadi Hak Pakai
Hak gogolan yang bersifat tetap menjadi Hak Milik, sedang yang tidak tetap menjadi Hak Pakai
Tata Cara Memperoleh Tanah: Tanah Negara PERMOHONAN HAK Tanah Hak 1. Perjanjian dengan pemilik tanah 2. Pemindahan Hak 3. Pembebasan Hak 4. Pencabutan Hak
PERMOHONAN HAK Pemohon mengajukan permohonan hak Diajukan kepada pejabat yang berwenang: Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Kepala Kanwil BPN Provinsi Kepala BPN
Dasar Hukum: Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara
HAK MILIK Tanah pertanian: s/d 2 ha -> Ka Kan Pertanahan > 2 ha -> Ka Kanwil BPN Provinsi HAK GUNA USAHA Tanah Pertanian: s/d 200 ha -> Ka Kanwil BPN
HAK GUNA BANGUNAN tanah non pertanian s/d 2.000 m2 -- Ka Kan Pertanahan s/d 15 ha Ka Kanwil BPN HAK PAKAI tanah pertanian s/d 2 ha Ka Kan Pertanahan > 2 ha Ka Kanwil BPN
HAK PAKAI tanah non pertanian: s.d 2.000 m2 Ka Kan Pertanahan > 2.000 m2 - Ka Kanwil BPN
Kepala Kantor Pertanahan memeriksa permohonan dibantu Panitia Pemeriksaan Tanah (Panitia A atau Panitia B) Dibuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah
jika dikabulkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) Jika ditolak Surat Penolakan
Jika sudah menerima SKPH, kewajibannya: a. Membayar Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan b. Membayar Uang Pemasukan c. Mendaftarkan hak yang bersangkutan
Apabila penerima hak tidak memenuhi kewajibannya maka Kepala BPN dapat membatalkan.
Kapan lahirnya hak yang diperoleh melalui permohonan hak/pemberian hak? Pada saat dibuatkan buku tanah hak yang bersangkutan
Fungsi pendaftaran tanah karena pemberian hak Untuk keperluan pembuktian Sebagai syarat konstitutif
PEMBERIAN HAK BARU DI ATAS TANAH HAK MILIK Dalam Akta Pemberian Hak Baru dirumuskan pemberian hak baru sebagai berikut: Pihak Pertama (pemilik tanah) memberikan HGB/Hak Pakai kepada Pihak Kedua (Pemegang Hak Baru) dan Pihak Kedua menyatakan menerima pemberian HGB/Hak Pakai dari Pihak Pertama di atas Tanah hak Milik No… Kelurahan/Desa…
Hak Milik tersebut: Telah bersertipikat atau Belum bersertipikat (bekas Hak Milik Adat)
Pemberian hak baru (HGB/Hak Pakai) dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Baru yang dibuat oleh PPAT
Pendaftaran Hak baru di kantor Pertanahan (Kab/Kota) dibuatkan buku tanah dan sertipikat (hak baru) hak baru tersebut dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak milik
Lahirnya hak baru pada saat dibuat Akta Pemberian Hak Baru Mengikat pihak ketiga pada saat didaftarkan
Fungsi Pendaftaran pemberian hak baru di atas hak milik: Untuk memperkuat dan memperluas pembuktian
PEMINDAHAN HAK Pemindahan Hak adalah perbuatan hukum yang tujuannya memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain. Cara ini dilakukan apabila pihak yang memerlukan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.
Tanah-tanah hak yang dapat dipindahkan adalah: a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai atas tanah negara
BENTUK PEMINDAHAN HAK: a. Jual Beli b. Tukar Menukar c. Hibah d. Hibah Wasiat
JUAL BELI TANAH Pemahaman secara yuridis mengenai jual beli tanah dibedakan antara pengertian jual beli tanah sebelum berlakunya UUPA dan sesudah berlakunya UUPA A. SEBELUM UUPA 1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Barat 2. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Barat: Jual beli tanah menurut hukum barat, khusus bagi tanah-tanah hak barat, berlaku ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata buku III: - Pasal 1457 KUHPerdata Jual beli merupakan perjanjian antara para pihak untuk memenuhi prestasi yang diperjanjikan
- Pasal 1458 KUHPerdata: Jual beli terjadi sejak ada kata sepakat - Pasal 1459 jo Stb 1834 No 27: Jual beli harus diikuti dengan perbuatan hukum pemindahan hak (levering juridische) dari penjual kepada pembeli, yang menurut istilah umum disebut balik nama di kantor kadaster
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat: perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang bersifat tunai, artinya pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pemilik terjadi serentak dan secara bersamaan dengan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual. SELAIN BERSIFAT TUNAI JUGA HARUS TERANG yang artinya harus dilakukan dihadapan Kepala Adat atau Kepala Desa
Sebagai bukti telah terjadi jual beli dibuatlah Surat Jual Beli Tanah, yang ditandatangani oleh penjual, pembeli dengan disaksikan oleh Kepala Desa. Fungsi Kepala Desa adalah: a. untuk menjamin kebenaran tentang status tanahnya, pemegang haknya, dan keabsahannya b. Kepala Desa mewakili warga desa (unsur publisitas)
B. SESUDAH UUPA Jual Beli Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional: Pemindahan hak atas tanah untuk selama-lamanya yang bersifat tunai artinya begitu terjadi jual beli, begitu pula pada saat bersamaan penjual memindahkan hak atas tanah kepada pembeli dan pembeli membayar harganya.
Pembayaran harga oleh pihak pembeli kepada penjual (yang dikatakan tunai) ada 2 kemungkinan: 1. Dibayar seluruhnya pada saat terjadi jual beli; atau 2. Baru dibayar sebagian (belum lunas semua) Walaupun baru dibayar sebagian, jual beli tanah telah selesai dan sah apabila sudah memenuhi: a. penyerahan secara yuridis b. telah dibayar sebagian
Jadi kalau harga yang tersisa ternyata di kemudian hari tidak dilunasi oleh pihak pembeli, maka masalah ini adalah masalah utang piutang, dan termasuk dalam hukum perutangan. TATA CARA JUAL BELI TANAH: A. Pelaksanaan jual beli tanah dihadapan PPAT B. Pendaftaran jual beli tanah di Kantor Pertanahan
Obyek jual beli tanah meliputi: a. Hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai b. Hak milik atas satuan rumah susun Bangunan yang ada di atas tanah hak tersebut dapat dijual berikut tanah hak tersebut dengan syarat: a. Bangunan tersebut milik pemegang hak atas tanah b. Bangunan tersebut permanen c. Disebutkan secara tegas dalam akta jual beli bahwa obyek jual beli meliputi tanah hak dan bangunan
Menurut hukum positif, jual beli tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta jual beli PPAT menurut PP No 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah: pejabat umum yang diberi tugas dan wewenang khusus memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pembuatan akta yang membuktikan bahwa telah dilakukan dihadapannya perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun atau pemberian hak tanggungan atas tanah
JENIS AKTA YANG DIBUAT PPAT: a. Akta jual beli b. Akta tukar menukar c. Akta hibah d. Akta pemasukan ke dalam perusahaan e. Akta pembagian hak bersama f. Akta pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik g. Akta pemberian hak tanggungan h. Akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT: a. Berkewarganegaraan Indonesia b. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat d. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
e. Sehat jasmani dan rohani f. Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Program Pendidikan Khusus PPAT yang diselenggarakan oleh Pendidikan Tinggi g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Sebelum membuat akta, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dipindahkan haknya atau akan dijadikan obyek jaminan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan
Apabila sertipikat tersebut sesuai dengan daftar yang ada maka Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan sertipikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat: “Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan”, kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan. Pada halaman perubahan buku tanahnya dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat “PPAT … telah minta pengecekan sertipikat”, kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
Apabila sertipikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, pada sampul dan semua halaman sertipikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan denagan kalimat “Sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan….” kemudian diparaf.
Sedang apabila ternyata diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat didalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan, untuk PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai data yang tercatat di Kantor Pertanahan. Pada sertipikat yang bersangkutan tidak dicantumkan suatu tanda apapun.
PPAT wajib menolak pembuatan akta apabila: a. Sertipikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (sertipikat palsu) atau b. Data yang dimuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan c. Tanah dalam sengketa
Pelaksanaan jual beli harus dihadiri oleh: a. penjual b. pembeli c. saksi 2 orang yang cakap menurut hukum Para saksi memberi kesaksian mengenai : a. kehadiran para pihak b. keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam akta c. telah dilaksanakan perbuatan hukum tersebut oleh para pihak
Sebelum akta ditandatangani PPAT wajib membacakannya kapada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta itu, serta prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya. Akta PPAT dibuat sebanyak 2 lembar semuanya in originali. Satu lembar disimpan Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran pemindahan haknya.
Kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan salinannya. Akta jual beli berfungsi: 1. Membuktikan telah terjadi jual beli 2. Merupakan syarat agar jual beli tersebut dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan
Selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya, berikut dokumen yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan pendaftaran jual beli.
Kepala Kantor Pertanahan mencoret nama penjual, dan mencatat nama pembelinya pada buku tanah dan sertipikat yang bersangkutan. Kemudian sertipikat hak atas tanah diserahkan kepada pembeli sebagai pemilik baru
FUNGSI PENDAFTARAN JUAL BELI Memperkuat pembuktian artinya jual beli tanah yang telah dibuktikan dengan akta jual beli, kini dapat dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan Memperluas pembuktian artinya jual beli tanah yang semula bersifat tertutup dan hanya diketahui oleh penjual, pembeli, saksi-saksi dan PPAT, sekarang dengan dilakukan pendaftaran jual beli dapat diketahui oleh siapa saja yang berkepentingan karena menjadi bersifat terbuka
Keputusan Mahkamah Agung No. 123/K/Sip/1970: PENDAFTARAN JUAL BELI PADA KANTOR PERTANAHAN BUKAN UNTUK SAHNYA JUAL BELI TANAH TETAPI BERFUNGSI UNTUK MEMPERKUAT DAN MEMPERLUAS PEMBUKTIAN Keputusan Mahkamah Agung No. 123/K/Sip/1970: “Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 berlaku khusus bagi pemindahan hak pada kadaster, sedangkan hakim menilai sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum materiil yang merupakan jual beli tidak hanya terikat pada Pasal 19 tersebut”
Sedangkan yang merupakan syarat materiil ialah: SAHNYA JUAL BELI DITENTUKAN OLEH SYARAT MATERIL DARI PERBUATAN JUAL BELI YANG BERSANGKUTAN BUKAN OLEH PASAL 19 PP NO 10 TAHUN 1961 (SEKARANG PP NO 24 TAHUN 1997) Sedangkan yang merupakan syarat materiil ialah: a. penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan b. pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan c. tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan menurut hukum d. tanah hak yang bersangkutan tidak dalam sengketa
PERSYARATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMBUATAN AKTA JUAL BELI Bagi penjual: Asli sertipikat hak atas tanah Kartu Tanda Penduduk Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Surat Persetujuan Suami/Istri bagi yang sudah berkeluarga Kartu Keluarga Pernyataan Penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa
Bagi Pembeli: Kartu Tanda Penduduk Kartu Keluarga Pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut pembeli tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum dan tanah absentee/guntai (jika tanah pertanian)
Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari harga jual (jika harga jual tanah di atas Rp. 60.000.000,-) Pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak.
Menurut UU No 21 Tahun 1997 tentang BPHTB, Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 30.000.000,-. NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.
Pembayaran Pajak Penghasilan dan Pembayaran BPHTB dapat disetor melalui Bank atau Kantor Pos. SSP SSB Jika belum dibayar, akta belum dapat ditandatangani.
Berkas yang diserahkan PPAT untuk pendaftaran jual beli Surat permohonan balik nama yang ditandatangani pembeli Akta jual beli PPAT Sertipikat hak atas tanah KTP pembeli dan penjual Surat Setoran Pajak Penghasilan Surat Setoran BPHTB