Hukum Perlindungan Konsumen Agus Riyanto, SH, LL.M
Pendahuluan Ketidakseimbangan kedudukan produsen dan konsumen disebabkan adanya : Kekuatan kapital/modal, Produsen lebih terorganisasi, konsumen lebih individual, Produsen lebih diberikan kemudahan-kemudahan oleh pemerintah. Caranya: gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan dan hukum, dan upaya lain supaya konsumen dapat mengkonsumsi barang dan jasa dengan lebih aman. Hal ini merupakan suatu keharusan, karena perkembangan ekonomi dan industri maju dampak negatif.
Konsep Perlindungan Konsumen Pelaku usaha dapat mengangkat konsumen, sekaligus melindungi rakyat yakni dengan cara meningkatkan kualitas barangnya dengan harga yang tetap terjangkau. Perlindungan hukum perdata, pidana, dan administrasi negara (perlindungan yang lebih bersifat tidak langsung, preventif, proaktif). Menyeimbangkan posisi tawar dari konsumen terhadap pelaku usaha mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya dan usaha bisnisnya.
Kedudukan Konsumen Let the buyer beware (caveat emptor) Pelaku usaha dan konsumen seimbang sehingga tidak perlu perlindungan. The due care theory Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melakukan prinsip kehati-hatian dalam memasyarakatkan produk (barang/ jasa). The privity of contract Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan apabila di antara mereka terjalin suatu hubungan kontraktual. Prinsip kontrak bukan merupakan syarat Kontrak bukan merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.
TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang/jasa yang berkualitas Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen
Esensi Perlindungan Konsumen Meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha, pentingnya melakukan bisnis sesuai dengan ketentuan, guna melindungi kepentingan konsumen KONSEKUENSI : BAGI PELAKU USAHA YG MELAKUKAN PERBUATAN YANG DILARANG (BERPOTENSI TINDAK PIDANA PERLINDUNGAN KONSUMEN) Bagi pelanggar dikenakan sanksi : Administratif (penetapan ganti rugi maks 200 juta rupiah) Pidana penjara max 5 th & pidana denda max 2 miliar
Apa Yang Harus Dilakukan Bila Konsumen Dirugikan Oleh Pelaku Usaha ? Pelajari jenis dan bentuk kerugian yang anda alami Beberapa langkah yang harus anda tempuh : Anda dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha apabila barang yang anda beli rusak atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya Syaratnya : konsumen masih memiliki kwitansi atau nota pembelian sebagai bukti transaksi Bila upaya ini tidak berhasil, anda dapat meminta bantuan kepada lembaga yang menangani perlindungan konsumen 3. Konsumen harus tahu apa yang menjadi hak-haknya sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999
Anatomi UU Perlindungan Konsumen (15 bab, 65 pasal) Bab I Ketentuan Umum Bab II Asas dan Tujuan Bab III Hak dan Kewajiban Bab IV Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha Bab V Ketentuan Pencantuman Klausua Baku Bab VI Tanggung Jawab Pelaku Usaha Bab VII Pembinaan dan Pengawasan Bab VIII Badan Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Bab IX Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Bab X Penyelesaian Sengketa Bab XI Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Bab XII Penyidikan Bab XIII Sanksi Bab XIV Ketentuan Peralihan Bab XV Ketentuan Penutup
KETENTUAN UMUM (Pasal 1) : Pengertian AZAS DAN TUJUAN (Pasal 2 s.d. 3) : Azas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan konsumen, dan kepastian hukum; Tujuan HAK DAN KEWAJIBAN (Pasal 4 s.d 7) : Konsumen Pelaku Usaha PERBUATAN YANG DILARANG (Pasal 8 s.d 18) : Standar Informasi label,Iklan,brosur,dll Klausula Baku Cara Menjual TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA (Pasal 19 s.d 28) : Ganti Rugi Layanan Purna Jual PEMBINAAN & PENGAWASAN (Pasal 29 s.d 30) : Pembudayaan (Social Enforcement) Penegakan Hukum (Law Enforcment) Pengawasan Barang Beredar dan Jasa di Pasar KELEMBAGAAN (Pasal 31 s.d. 58) : BPKN (Pasal 31 s.d 43) LPKSM (Pasal 44) BPSK (Pasal 49 s.d 58) PENYELESAIAN SENGKETA : (Pasal 45 s.d 48) PENYIDIKAN : (Pasal 59) SANKSI : (Pasal 60 s.d 63) KETENTUAN PERALIHAN : (Pasal 64) KETENTUAN PENUTUP : (Pasal 65)
Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer. Terminologi konsumen itu pada dasarnya secara harfiah merujuk kepada perilaku manusia yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan, pemakai atau pembutuh. Pasal 1 ayat 1 UUPK No. 8/1999 “KONSUMEN” : “setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, kelaurga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
Pengertian Pelaku usaha “Setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Produsen pabrikan, rekanan, agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/atau penggunaan barang dan/atau jasa.
Lembaga Pelaksana UUPK Pemerintah (Menteri Teknis) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Badan Perlindungan Konsumen Nasional Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Penyidik Pengadilan
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN Kenyamanan, keamanan & keselamatan Memilih dan mendapatkan barang sesuai nilai tukar Informasi yang benar, jelas & jujur Didengar keluhannya Advokasi & penyelesaian sengketa Pembinaan dan Pendidikan Perlakuan tidak diskriminatif Kompensasi dan ganti rugi KEWAJIBAN: Membaca petunjuk informasi dan prosedur pemakaian Itikad baik dalam transaksi Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati Mengikuti upaya penyelesaian sengketa KONSUMEN Menerima pembayaran sesuai kesepakatan Perlindungan Hukum Pembelaan diri Rehabilitasi nama baik Itikad baik Informasi benar, jelas dan jujur Layanan dan perlakuan konsumen yang tidak diskriminatif Menjamin mutu barang dan jasa Memberi jaminan/garansi Memberi kompensasi/ganti rugi PELAKU USAHA
Hak & Kewajiban Pelaku Usaha & Konsumen Hak konsumen Pasal 4 [9 butir] Kewajiban konsumen Pasal 5 Hak pelaku usaha Pasal 6 Kewajiban pelaku usaha Pasal 7
Hak dan Kewajiban Konsumen Hak Konsumen : Hak atas kenyamanan Hak untuk memilih barang dan jasa Hak atas informasi yang benar Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya Hak untuk mendapat advokasi dan perlindungan Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen Hak untuk dilayani secara benar Hak untuk mendapat ganti rugi Kewajiban Konsumen : Mengikuti prosedur Beritikad baik Membayar dengan sesuai Mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak Pelaku Usaha : Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai standar aturan Hak untuk mendapat perlindungan hukum Hak untuk membela diri secara sepatutnya Hak rehabilitasi Kewajiban Pelaku Usaha : Beritikad baik Memberi informasi secara benar Melayani konsumen Menjamin mutu barang Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang Memberi kompensasi.
Perbuatan yang Dilarang Pelaku Usaha Dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi/tidak ketentuan sesuai yang diatur Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999. Memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak membayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Perbuatan apa saja yang Dilarang bagi Pelaku Usaha ? Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label,etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Perbuatan apa saja yang Dilarang bagi Pelaku Usaha ? Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; idak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Klausula Baku Ketentuan klausula baku diatur dalam pasal 18 UUPK No. 8/1999. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang “telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha” yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Substansi dasar dari Klausula Baku yang dilarang adalah pernyataan tentang pengalihan tanggung jawab; pernyataan hak menolak penyerahan kembali barang yang sudah dibeli; dan juga pernyataan tunduknya konsumen pada aturan baru yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha.
Larangan Klausula Baku Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen atau perjanjian. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan dinyatakan batal demi hukum. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
Tanggung-jawab Pelaku Usaha [Pasal 19- 28] Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Namun demikian, apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen, maka ketentuan-ketentuan yang diuraikan sebelumnya tidak berlaku. Pengaturan yang demikian ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Importir barang tersebut dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen di luar negeri.
Tanggung-jawab Pelaku Usaha [Pasal 24] Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila: a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut; b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut
Pembinaan & Pengawasan [Pasal 29-30] Pembinaan dilakukan oleh menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya adalah bidang perdagangan. Pembinaan itu meliputi : Terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen; Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; Meningkatan kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. Pengawasan dilakukan oleh pihak masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dengan tetap melibatkan pemerintah.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional [Pasal 31-43] Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia (Jakarta) dan bertanggung jawab kepada Presiden. Fungsi dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Tugas-tugas BPKN diatur lebih detail oleh pasal 34 UU No. 8 Tahun 1999
LSM Konsumen Swadaya Masyarakat LSM dilibatkan dan berperan aktif dalam mewujudkan hak-hak konsumen sebagaimana ditentukan pasal 44. Tugas LSM adalah meliputi kegiatan-kegiatan : menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen
Penyelesaian Sengketa Konsumen [Pasal 45-48] Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa di luar Pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dalam KUHAP dan HIR.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen [BPSK] BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara Pelaku Usaha dan Konsumen. Pemerintah membentuk BPSK di Daerah Tingkat II (kecuali DKI Jakarta). Keanggotaannya paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, yang terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa komsumen, BPSK membentuk Majelis, yang jumlahnya harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur serta dibantu oleh seorang panitera. Putusan majelis ini bersifat final dan mengikat. Artinya, dalam penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
Tugas & Wewenang BPSK [Pasal 52] Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; memberi konsultasi perlindungan konsumen; melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; melaporkan kepada penyidik umum apabila trjadi pelanggaran ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen; menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g
memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen; meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang, yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK; menndapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; memberitahukan putusan kepada pelaku usah yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen.
Penyelesaian Sengketa Melalui BPSK
Penyidikan [Pasal 59] Yang dapat melakukan penyidikan berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen adalah : Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia; dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yano, lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen jugs diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, kemudian menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
Sanksi-sanksi UU No. 8 Tahun 1999 mengatur Sanksi dalam tiga hal : Sanksi Administratif [Pasal 60 ] BPSK dapat menjatuhkan sanksi pelanggar Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26. Ganti rugi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Sanksi Pidana [Pasal 61- 62] Tuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya dengan pidana penjara paling lama 2 – 5 tahun atau pidana denda 500.000.000.00 sampai dengan Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Sanksi Tambahan [Pasal 63]
Sumber Literatur AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Diah Media, Jakarta, 2001.
Sekian dan Terima kasih