Toleransi dan Gotong Royong 1. Pendahuluan : a. Realita (sosial) menunjukkan bahwa masyarakat kita bersifat majemuk (dari berbagai aspek) b. Kemajemukan ini tidak bisa dilawan (disamakan) tetapi harus diakui dan dilihat secara positif (selama ini dilihat sebagai hal yang negatif – SARA) c. Ada fenomena yang harus dikaji terus yaitu : “Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat besar yang belum selesai”, hal ini antara lain menyangkut (lihat Budiono, Bab I) beberap hal : * Masyarakat tidak bisa lepas dari kebudayaannya. Sedangkan kebudayaan selalu berubah. * Komunikasi (ingat luas dan besarnya jml penduduk) * Persatuan dan Kesatuan : Disatu sisi paling tidak mulai Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928) masyarakat menghendaki persatuan dan kesatuan. Disisi lain ada aktivitas yang menggambarkan keadaan yang mengarah pada perpecahan.
* Pada masa pemerintahan “orde baru”, Persatuan dan kesatuan dikumandangkan dimana- mana. Tetapi dilain pihak muncul berbagai macam konflik (“SARA”) : # Cina – Pribumi # Bekerjasama dengan sebagian kecil orang cina (konglomerat), dipihak lain membuat kebijakan anti orang Cina (dg berbagai pembatasan). # Krinten – Islam. Agama sering dijadikan “alat” atau “kendaraan” bagi orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan atau kepentingan (politik). “Tuhan sudah mati” (Nietszche) “Agama menjadi candu masyarakat” (Weber) * “Orde Reformasi” juga tidak menyediakan peluang masyarakat yang lebih baik. Oleh Bakker digambarkan sebagai berikut : “born between two worlds, the one dead, the other not yet alive”
d. Sejarah membuktikan bahwa proses integrasi bangsa ini tidak mulus d. Sejarah membuktikan bahwa proses integrasi bangsa ini tidak mulus. Sering terjadi gejolak (konflik) dengan korban yang tidak sedikit. Coba ingat, Peristiwa “solo” Peristiwa “Kalimantan” Kerusuhan Mei 98 Berbagai kasus penggusuran dsb. (dikembangkan di kelas) e. Perubahan sosial yang begitu cepat, “globalisasi” semakin menambah kompleksitas kemajemukan masyarakat kita (agama, nilai-nilai baru, sosial dan ekonomi) Dalam situasi seperti di atas, “toleransi” menjadi relevan untuk diangkat (kembali) dalam sistem sosial budaya kita.
2. Apa Toleransi itu ? Toleransi pada dasarnya adalah : sikap yang mengakui dan menghargai adanya berbagai perbedaan. Ada dua interpretasi tentang toleransi : Negatif, yaitu cukup hanya sekedar membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Positif, tidak sekedar itu tetapi membutuhkan bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain.
3. Bagimana toleransi dijalankan di dalam masyarakat kita ? Untuk menjawab pertanyaan di atas, paling tidak harus diketahui : apa yang menjadi persoalan dalam masyarakat plural ? Secara garis besar ada 3 persoalan (lihat, Hartomo, 274-284) yaitu : - Pembauran bangsa - Kerukunan antar umat beragama dan aliran kepercayaan. - Perubahan nilai-nilai
4. Gotong Royong (Baca Koentjaraningrat, Bab 11) - Istilah “gotong royong” dipengaruhi oleh bahasa Jawa. - Tidak ditemukan dalam karya sastra kuno. - Tetapi bukan berarti realitasnya tidak ada. - Gotong royong memiliki beberapa pengertian - Di Jawa Timur, istilah gotong royong ditemukan dalam tulisan tentang hukun adat dan aspek sosial masyarakat desa seperti kehidupan bertani. - Dalam kontek pertanian, gotong royong merupakan “sistem pengerahan tenaga” untuk mempersiapkan lahan bercocok tanam. - Dengan masuknya “sistem uang” maka kemudian gotong royong dianggap menjadi tidak praktis lagi. - Para petani (pemilik tanah) kemudian beralih ke sewa tenaga (mengupah) baik laki-laki maupun perempuan. - Di daerah lain gotong royong disebut “sambatan” - Meskipun kurang praktis, realitanya masih ada yang tetap menggunakannya.
5. Makna lain dari Gotong Royong - Selain makna di atas (poin 4) gotong royong juga dimaknai sebagai aktivitas “tolong menolong” -
Bahan diskusi : - Menurut Anda mengapa toleransi sangat diperlukan di Indonesia ? - Menurut Anda bagaimana seharusnya toleransi dijalankan dalam kehidupan masyarakat ? - Identifikasikan berbagai bentuk gotong royong yang ada dalam masyarakat disekitar Anda ?