[SAP 10] Sesat Pikir (FALLACIES)
Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengenali beberapa jenis sesat pikir Mahasiswa dapat mendeteksi dan menunjukkan adanya pola-pola sesat pikir dalam teks media dan atau wacana budaya, komunikasi, politik, dan lainnya.
Dasar Pemikiran Penarikan kesimpulan yang tidak valid yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan logika dapat mengakibatkan “sesat pikir” atau “kesesatan berpikir”. Dalam bahasa Latin, hal ini disebut fallacia. Bahasa Inggrisnya fallacy. Mengapa “sesat pikir” bisa terjadi? Karena orang tidak menyadarinya (tidak tahu dan tidak memelajari prinsip-prinsip logika seperti inferensi, silogisme, modus dan figura, ekstensi dan intensi term, dst) disebut paralogisme. Karena orang sengaja menggunakannya untuk memerdaya (“menipu”) orang lain disebut sofisme.
Sesat pikir karena bahasa Tiga jenis sesat pikir Sesat pikir karena bahasa Sesat pikir formal Sesat pikir material
Sesat pikir karena bahasa Menggunakan term ekuivokal Menggunakan term metaforis Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata Menggunakan konstruksi kalimat berganda (amfiboli)
Contoh-contoh sesat pikir karena bahasa Menggunakan term ekuivokal Contoh: jarak, bisa, madu. 2. Menggunakan term metaforis Contoh: Tulang punggung, belahan jiwa, buah hati, pelataran batin, budak-budak rasio, pelangi kata. 3. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata Contoh: apel (apel bendera) dan apel (buah apel) 4. Menggunakan konstruksi kalimat berganda (amfiboli). Contoh: « Wendy mencintai kekasihnya, demikian juga saya! »
Sesat pikir formal Sesat pikir empat term Sesat pikir proses yang tidak sah Sesat pikir term tengah tidak berdistribusi Sesat pikir dua premis negatif
Contoh-contoh sesat pikir formal Sesat pikir empat term. Contoh: Semua mahasiswa adalah pelajar. Sebagian pelajar di UMN adalah mahasiswa yang pandai. Jadi, ??? 2. Sesat pikir proses yang tidak sah <term premis tidak berdistribusi, term konklusi berdistribusi> 3. Sesat pikir term tengah tidak berdistribusi Contoh: semua dosen adalah pendidik. Sebagian pendidik adalah orang yang bergaji kecil. Jadi ??? 4. Sesat pikir dua premis negatif Contoh: Dalam pilpres 2009, tidak ada satupun calon presiden adalah orang yang berumur 30 tahun. Beberapa calon presiden bukanlah perempuan.
Sesat pikir material Argumentum ad hominem Argumentum ad verecundiam Argumentum auctoritatis Argumentum ad baculum Argumentum ad misericordiam Argumentum ad populum Argumentum ad ignorantiam Non causa pro causa Petitio principii Ignoratio elenchi
Contoh-contoh sesat pikir material Argumentum ad hominem (argumen terhadap orangnya) Contoh: lihat hlm. 193 – 195 buku Pengantar Logika dari Rafael Raga Maran 2. Argumentum ad verecundiam (argumen untuk membangkitkan rasa malu lawan bicara) Contoh: “orang pintar pasti minum jamu cap ABC” 3. Argumentum auctoritatis (argumen berdasarkan otoritas / kewenangan) Presiden SBY menegaskan bahwa korupsi adalah noda dalam suatu pemerintahan yang kredibel. Jadi, korupsi harus dilenyapkan. 4. Argumentum ad baculum (argumen dengan ancaman, “pentung”) Contoh: “Ngebut benjut” “Anda harus pergi.” … “Mengapa?” “karena ini (sambil menunjukkan pistol di sakunya)” 5. Argumentum ad misericordiam (argumen belas kasihan) Contoh: Pak, nilai logika saya seharusnya bukan E. Lho, mengapa? Tolong dong, Pak, kalau saya dapat E, nanti saya tidak lulus, padahal sekarang papa sudah tidak bekerja, masih ada dua adik saya yang sekolah di SMA dan SMP.
Contoh-contoh sesat pikir material (2) 6. Argumentum ad populum (argumen demi rakyat). Contoh: Pasangan Mega – Pro mendeklarasikan diri mereka di TPA Bantar Gebang (Minggu, 24 Mei 2009), tempat wong cilik berkumpul dan mencari nafkah. Jadi, sebagai orang yang peduli pada nasib rakyat kecil, Anda harus memilih pasangan Mega-Pro dalam pilpres nanti. 7. Argumentum ad ignorantiam (argumen ketidaktahuan) Tidak ada orang yang bisa membuktikan secara konklusif bahwa di luar tata surya kita memang ada kehidupan seperti di bumi ini. Jadi, tidak ada kehidupan di luar bumi. (untuk contoh sesat pikir no 8, 9 dan 10, lihat hlm. 201 – 203 buku Pengantar Logika)