KEBIJAKAN DIVIDEN
Manajemen mempunyai 2 alternatif. perlakuan terhadap penghasilan Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih sesudah pajak ( EAT ) perusahaan yaitu : Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen Diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan sebagai laba ditahan ( retained earning ).
Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menentukan penempatan laba, yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvestasikan kembali dalam perusahaan. Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham.
Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “ Dividend Payout Ratio “ ( DPR ) Dividen yang dibagi DPR = ------------------------------ EAT Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR
Teori kebijakan deviden Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller, Teori “ The Bird in the Hand “ , Teori Perbedaan Pajak , Teori “ Signaling Hypothesis “ , Teori “ Clientele Effect “.
Kelompok lain menganggap dividen tidak relevan (the irrelevant of dividend). Modigliani & Miller (1961) mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan menghasilkan laba, bukan pada pembagian laba perusahaan untuk dividen atau sebagai laba ditahan. Selanjutnya dikatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang besar ataupun kecil, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber eksternal. Jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan net present value yang positif, tidak perduli apakah dana yang digunakan diperoleh dengan menahan laba ataukah dari luar perusahaan dengan menerbitkan saham baru. Dampak dari pilihan keputusan tersebut sama saja terhadap nilai perusahaan. Jadi keputusan dividen adalah tidak relevan (the irrelevant of dividend).
Bird in the hand Theory dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan Bhattacharya (1979) menjelaskan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti burung di tangan yang risikonya lebih kecil atau mengurangi ketidakpastian dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan. Kelompok ini berpendapat bahwa peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang selanjutnya berdampak terhadap nilai perusahaan.
Kelompok ketiga berpendapat agar dividen dibagi sekecil-kecilnya Kelompok ketiga berpendapat agar dividen dibagi sekecil-kecilnya. Sayangnya analisis tersebut mengabaikan adanya biaya penerbitan saham baru/biaya emisi (flotation cost). Biaya yang ditimbulkan akibat menerbitkan saham baru adalah fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum pendaftaran saham dan lain sebagainya yang berkisar antara 2% sampai 4%. Dengan adanya biaya-biaya tersebut, berarti sebagian kekayaan pemegang saham diberikan kepada berbagai pihak sebagai flotation cost. Jadi bila perusahaan memiliki dana untuk investasi mengapa dana tersebut dibagikan sebagai dividen?, sehingga menimbulkan biaya flotation. Oleh sebab itu, mereka beranggapan dividen sebaiknya dibagi sekecil-kecilnya, sejauh dana tersebut dapat digunakan untuk investasi yang menguntungkan atau memberi NPV positif. Rozeff (1982) dan Easterbrook (1984) menyatakan ada keyakinan bahwa semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Akibatnya, perusahaan harus mencari biaya eksternal untuk melakukan investasi baru. Namun biaya penerbitan sumber pembiayaan ekternal menjadi mahal karena adanya flotation cost. Akibatnya pembayaran dividen menjadi mahal karena meningkatnya kebutuhan untuk menambah modal eksternal yang lebih mahal.
Kebijakan dividen residual yaitu, kebijakan dimana dividen yang dibayarkan sama dengan laba aktual dikurangi dengan laba yang ditahan untuk membiayai investasi perusahaa. Pengambilan keputusan atas rasio pembagian dividen didasarkan pada: menentukan anggaran modal optimum menentukan modal yang dibutuhkan untuk membiayai investasi tersebut menggunakan laba ditahan untuk memenuhi komponen penyertaan modal (ekuitas) membayar dividen hanya jika lebih banyak yang tersedia dari pada yang dibutuhkan untuk anggaran modal (investasi).
Menurut Clientele theory, dividend puzzle (perdebatan) disebabkan oleh adanya investor yang berbeda baik dilihat dari segi usia investor, kelompok investor, dan golongan. Perbedaan tersebut telah menimbulkan preferensi yang berbeda terhadap tinggi rendahnya dividen yang akan mereka terima. Investor individual dengan usia lanjut dan penghasilannya hanya tergantung dari dividen mungkin lebih menyukai dividend payout yang tinggi. Akan tetapi investor dengan penghasilan tinggi akan lebih menyukai dividend payout rendah.
Dalam keadaan ada pajak pribadi dan pajak perusahaan, dividen tidak disukai hampir semua pemegang saham yang membayar pajak, atau pemegang saham bersikap sama apakah berupa dividen atau capital gain. Namun mengapa perusahaan tetap membayar dividen secara teratur dan merata. Rozeff (1982) menganggap bahwa dividen tampaknya memiliki informasi (informational content of dividend) atau sebagai isyarat akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Bhattacharya (1979) mengembangkan suatu model sinyal (signal model), bahwa tingginya dividen yang dibagikan menunjukkan tingginya performance perusahaan. Pada kondisi informasi tidak seimbang (disparity) tinggi antara manajer dan investor, perusahaan akan memberikan sinyal dengan membayar dividen yang tinggi.
Pembayaran Dividen Prosedur pembayaran : Garis besar dari urutan pembayaran : 1. Tanggal pengumuman (declaration date) 2. Tanggal pencatatan pemegang saham (holder of record date) 3. Tanggal pemisahan dividen (ex-dividend date) 4. Tanggal pembayaran
Faktor yang mempengaruhi kebijakan pajak. Undang-undang Peraturan ini menekankan pada : 1. Peraturan laba bersih 2. Larangan pengurangan modal 3. Peraturan kepailitan Posisi Likuiditas ~ Suatu perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, tapi perusahaan mungkin tidak dapat membayar dividen kas karena posisi likuiditas
Larangan dalam perjanjian utang Tingkat ekspansi aktiva Kebutuhan untuk melunaskan utang Larangan dalam perjanjian utang Tingkat ekspansi aktiva Tingkat laba Stabilitas laba Peluang ke pasar modal Kendali Posisi pemegang saham sebagai pembayar pajak Pajak atas laba yang diakumulasi-kan secara salah.
Perilaku Kebijakan Dividen Hampir semua perusahaan berusaha membayar dividen per saham yang sudah ditetapkan. Akan tetapi, kenaikan dividen menjadi lambat sesudah laba naik. Artinya dividen akan naik banyak sesudah kenaikan laba nampak betul-betul dapat mendukung dan relatif permanen. Apabila dividen sudah dinaikkan, usaha gigih di-lakukan untuk membayar dividen dalam jumlah yang baru ditetapkan tersebut. Jika laba turun, dividen pada saat itu biasanya tetap dibayarkan sampai diperoleh kepastian bahwa laba tidak akan meningkat lagi.
Bermacam Pembayaran Dividen 1. Jumlah dollar stabil per saham (kebijakan dividen stabil) 2. Rasio pembayaran konstan 3. Dividen tetap yang rendah ditambah dividen ekstra. Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen dalam suatu dunia tanpa pajak Kebijakan dividen dalam dunia yang terkena pajak
Unsur-unsur Kebijakan Dividen Optimal Dividen, biaya keagenan, dan pembiayaan eksternal Dividen sebagai isyarat Dividen, investasi, dan pajak Dividen Saham (Stock Dividends) Dibayar dalam bentuk saham tambahan, bukan dalam bentuk kas, dan hanya berupa pemindahan pembukuan dari pos laba ditahan ke pos modal.
Pemecahan Saham (Stock Splits) Jumlah saham biasa yang beredar bertambah, tetapi tidak terjadi perubahan dalam pos modal. Pembelian Kembali Saham yang Beredar (Repurchases) Perusahaan yang membeli kembali sahamnya memperoleh keuntungan pajak dibandingkan yang melakukan pembayaran dividen. Pembelian kembali akan menyebabkan kenaikan harga saham Repurchases melalui dua cara : melalui pasar terbuka melalui penawaran tender