Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si
PERATURAN MENTERI ESDM No. 38 TAHUN 2013
Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.
Hotel Grand Zuri, 24 September 2012
USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SOSIALISASI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NO. P
Lembaga yang Berwenang Mengkoordinasikan Investasi
PENGATURAN LABEL PRODUK PANGAN DAN NON PANGAN DALAM RANGKA PENGUATAN PASAR DOMESTIK dr. Bayu khrisnamurti wakil menteri KEMENTERIAN PERDAGANGAN RI 11.
TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA
UNTUK MENJADI BADAN HUKUM
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
EVALUASI ATAS PELAKSANAAN TUGAS BANK GIRO POS PADA KPPN PALEMBANG
Naskah Akademik PERLAKUAN AKUTANSI ATAS HUTAN DENGAN TUJUAN RESTORASI EKOSISTEM Tim PPA FEUI 14 November 2013.
TINDAK LANJUT PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Sengketa Pajak.
SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
BAB V HAK ATAS TANAH.
Mendirikan Koperasi dan Proses Pengesahan Badan Hukum Koperasi
KEBIJAKAN BIRO HUKUM DAN KLN DALAM BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Dan Belanja (Sp3b) Blu
HAK GUNA USAHA Untuk Kepastian Hukum
DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN 2007
Dasar Hukum dan Persyaratan Penerbitan Rekomendasi/Pertimbangan Teknis di Lingkungan Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Jakarta, 28.
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2010 Tentang PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
Apa yang dimaksud dengan AMDAL?
KEBIJAKAN KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL PADA BARANG
PROSEDUR PENYELESAIAN SEENGKETA PAJAK
KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN KONFLIK TENURIAL KAWASAN HUTAN
Pertemuan ke – 6 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
Pertemuan 11 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Penyelenggara Urusan Penanaman Modal.
SUNSET POLICY.
Tata cara Penanaman Modal
BIRO PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN BAPEPAM DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS.
PENGEMBANGAN SMK PUSAT LAYANAN TIK
Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
DASAR HUKUM PENGELOLAAN HUTAN PERUM PERHUTANI
Pengelolaan Dana Hibah
DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN IZIN LINGKUNGAN
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
IZIN LINGKUNGAN HIDUP PP 27 Tahun 2012.
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Disampaikan pada acara :
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI TENTANG
INSPEKTORAT WILAYAH VI
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
SEKTOR KEHUTANAN Jenis Perizinan
ARAHAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LHK SEBAGAI
Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan Pemerintah Pusat
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Hutan Desa (HD).
Chapter 3 Perbendaharaan Negara
Pedoman Permohonan Pembiayaan
PERCEPATAN PERHUTANAN SOSIAL (PPS)
BLU PUSAT P2H KEMENTERIAN LHK
KEBIJAKAN INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA (IHMB) PADA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI.
Nixon Rammang. Undang – undang No 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Kehutanan diganti dengan Undang-Undang 41 Tahun 1999 Pengelolaan hutan oleh dan.
Kebijakan Pengelolaan Hutan Lestari dan Upaya Pemberantasan
PENYELENGGARAAN PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DPMPTSP PROVINSI JAWA BARAT BIDANG EKONOMI DAN SUMBER DAYA ALAM.
Transcript presentasi:

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SOSIALISASI PERATURAN BIDANG BINA USAHA KEHUTANAN TINDAK LANJUT REKOMENDASI KAJIAN LITBANG KPK Oleh Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Pekanbaru, 5 September 2014

PENDAHULUAN Hasil kajian KPK terkait Sistem Perizinan di Sektor Sumber Daya Alam (Studi Kasus): Perizinan di Sektor Kehutanan yang dipaparkan pada tanggal 6 Februari 2014, dilatarbelakangi : Pengelolaan SDA Hutan belum mengarah pada pengelolaan hutan lestari yang berkeadilan; Tiga faktor sebagai hambatan utama : biaya transaksi tinggi, ketidakpastian status kawasan hutan negara dan monopsoni perdagangan kayu bulat; Isi dan pelaksanaan kebijakan PSDA, khususnya kehutanan, telah diketahui menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan korupsi. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

Tujuan Kajian Memetakan permasalahan regulasi dan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia khususnya terkait sistem perizinan di sektor kehutanan, kawasan hutan dan perdagangan kayu bulat; Memetakan titik-titik rentan korupsi dalam proses pemberian izin kehutanan dan mengidentifikasi akar masalahnya; Membangun agenda perbaikan kebijakan dalam koordinasi pelaksanaan NKB-KPK-UKP4. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

Temuan Hasil Kajian Terjadinya konflik kepentingan dalam kewajiban penataan batas kepada pemegang izin. Tidak jelasnya penentuan kriteria pencadangan/arahan pemanfaatan hasil hutan kayu dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 jo. PP Nomor 3 Tahun 2008. Tidak dilaksanakannya perintah Pasal 31 UU Nomor 41 Tahun 1999 untuk mengatur batas jumlah izin, maksimal dan minimal luas izin pemanfaatan hasil hutan kayu. Tidak tersedianya informasi mengenai perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu sebagai standar pelayanan yang harus disediakan bagi pemohon. Tidak adanya standar waktu dan biaya dalam tahapan permohonan perizinan UPHHK sebagimana diatur Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 jo. Nomor P.26/Menhut-II/2012. Tidak ada standar waktu dan biaya untuk penyusunan berbagai dokumen perencanaan termasuk IHMB, RKUPHHK, dan RKTUPHHK. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

Temuan Hasil Kajian: (lanjutan...) Tidak ada standar waktu untuk kegiatan penatausahaan hasil hutan, termasuk pengesahan LHP, SKSKB, FA-KB. Lemahnya pengawasan dan pengendalian pemerintah atas ketertiban pelaksanaan pelaporan penyetoran PNBP. Tidak konsistennya kebijakan pengelolaan hutan di Jawa, oleh Perusahaan Kehutanan Negara dalam PP Nomor 72 Tahun 2010 berpotensi menyebabkan kerugian negara atas penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan, serta tidak efektifnya pengelolaan hutan di Jawa Kebijakan perdagangan log membatasi ekspor rentan untuk memberikan perlakuan memihak kepada industri tertentu untuk mendominasi pasar kayu. Tidak ketatnya perumusan pengaturan mengenai pelanggaran hukum administratif dan pidana dengan subyek hukum Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999, PP Nomor 45 Tahun 2004 jo. PP Nomor 60 Tahun 2009, PP Nomor 6 Tahun 2007 jo. PP Nomor 3 Tahun 2008 dan Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2008. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

RENCANA AKSI DAN PENYELESAIAN ATAS HASIL KAJIAN LITBANG KPK DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

RENAKSI BISNIS PROSES TATA KELOLA HP Penerbitan Permenhut Percepatan Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) BISNIS PROSES I Perencanaan/Pencadangan, dan Proses Permohonan s.d terbit izin Revisi Permenhut No. P.50/2010 jo. P.26/2012 Revisi Permenhut No. P.52/2008 jo. P.29/2009 Revisi Permenhut No P.43/2013 BISNIS PROSES II Kewajiban Pemegang Izin (Tata Batas, IHMB, RKU, RKT, dan PUHH) Revisi Permenhut No. P.33/2009 jo. P.5/2011 dg No. P.56/2009 jo. P.24/2011, No. P.62/2008 jo.19/2012 BISNIS PROSES TATA KELOLA HP Revisi Permenhut No. P.55/2006 jo. P.45/2009 BISNIS PROSES III Pemasaran Hasil Hutan Kayu/ Perdagangan Kayu Membuat kajian komperehensif kebijakan perdagangan hasil hutan kayu: Membuat kajian kebijakan perdagangan luas penampang kayu olahan dan perbaikan kebijakan berdasarkan hasil kajian tersebut. Melakukan gap analysis perbuatan melawan hukum pidana dan administratif antara yang diatur dalam UU 41/1999 jo. UU 18/2013, PP 45/2004 jo. PP 60/2009, dan Permenhut P.39/2008. Evaluasi Penerapan Sanksi DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PENYELESAIAN RENAKSI BISNIS PROSES TATA KELOLA HP Penerbitan Permenhut Percepatan Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) BISNIS PROSES I Draft Permenhut ttg Permenhut Percepatan Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Revisi Permenhut No. P.50/2010 jo. P.26/2012 Permenhut No. P.31/Menhut-II/2014 ttg Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja IUPHHK dalam Hutan Alam, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI pada hutan produksi Revisi Permenhut No. P.52/2008 jo. P.29/2009 Permenhut No. P.51/Menhut-II/2014 ttg Tata Cara dan Persyaratan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PENYELESAIAN RENAKSI BISNIS PROSES TATA KELOLA HP (lanjutan...) BISNIS PROSES II Revisi Permenhut No P.43/2013 DRAFT PERMENHUT YG MENGATUR STANDAR BIAYA DAN TATA WAKTU KEGIATAN SUPERVISI DAN BIMBINGAN PELAKSANAAN TATA BATAS AREAL KERJA IUPHHK Revisi Permenhut No. P.33/2009 jo. P.5/2011 dg No. P.56/2009 jo. P.24/2011 dan No. P.62/2008 jo.19/2012 1. PERMENHUT NO. P.30/MENHUT-II/2014 TENTANG IHMB DAN RENCANA KERJA PADA IUPHHK-HTI Perdirjen BUK No.7/VI-BUHT/2014 ttg Pedoman penyusunan, penilaian, dan persetujuan RKUPPHK -HTI 2. PERMENHUT NO. P.33/MENHUT-II/2014 TENTANG IHMB DAN RENCANA KERJA PADA IUPHHK-HA Perdirjen BUK No.2/VI-BUHA/2014 2014 ttg Pedoman penyusunan, penilaian, dan persetujuan RKTPPHK dan BKUPHHK Dalam Hutan Alam Revisi Permenhut No. P.55/2006 jo. P.45/2009 1. PERMENHUT NO. P.41/MENHUT-II/2014 ttg PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN ALAM PERDIRJEN BUK NO.3/VI-BIKPHH/2014 ttg PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN ALAM 2. PERMENHUT NO. P.42/MENHUT-II/2014 ttg PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI PERDIRJEN BUK NO.4/VI-BIKPHH/2014 TTG PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN TANAMAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PENYELESAIAN RENAKSI BISNIS PROSES TATA KELOLA HP (lanjutan...) Bisnis Proses III Membuat kajian komperehensif kebijakan perdagangan hasil hutan kayu: aspek persaingan usaha dalam industri perkayuan, khususnya terkait hutan tanaman. Pemasaran Hasil Hutan Kayu/ Perdagangan Kayu aspek pengawasan dan perlindungan hutan terhadap peredaran hasil hutan kayu dari hutan tanaman, hutan alam, dan perhutani. aspek ekonomi perdagangan hasil hutan kayu hutan tanaman, hutan alam, dan perhutani. Membuat kajian kebijakan perdagangan luas penampang kayu olahan dan perbaikan kebijakan berdasarkan hasil kajian tersebut. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PENYELESAIAN RENAKSI BISNIS PROSES TATA KELOLA HP (lanjutan...) Melakukan gap analysis perbuatan melawan hukum pidana dan administratif antara yang diatur dalam UU 41/1999 jo. UU 18/2013, PP 45/2004 jo. PP 60/2009, dan Permenhut P.39/2008. Untuk mengantisipasi terjadinya multitafsir atas penerapan sanksi pidana atau administrasi Evaluasi Penerapan Sanksi Melakukan revisi terhadap regulasi yang diperlukan sesuai dengan hasil gap analysis antara UU 41/1999 jo. UU 18/2013, PP 45/2004 jo. PP 60/2009, dan Permenhut P.39/2008. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PERMENHUT NO. P.31/MENHUT-II/2014 TATA CARA PEMBERIAN DAN PERLUASAN AREAL KERJA IUPHHK-HA, IUPHHK-RE ATAU IUPHHK-HTI PADA HUTAN PRODUKSI

P.31/Menhut-II/2014 1. Areal Areal yang dicadangkan/ditetapkan arah pemanfatannya merupakan acuan bagi Bupati/Walikota dan Gubernur dalam memberikan pertimbangan teknis dan rekomendasi. 2. Informasi Biaya Perizinan a. Biaya Yang Ditanggung Pemohon (IIUPHHK, Inventarisasi Lapangan, Proposal Teknis, Dokumen AMDAL, UKL, UPL dan Pembuatan Koordinat Geografis). b. Bebas Biaya (akses peta indikatif, pertek bupati/walikota, rekomendasi gubernur, pendaftaran online, cek lapangan oleh UPT/Dinas Provinsi/Kabupaten/kota, persetujuan prinsip, pembuatan peta kerja, penerbitan IUPHHK-HA/RE/HTI). 3. Pengajuan Permohonan Permohonan kepada Menhut secara online melalui Unit Pelayanan Informasi Perizinan (tembusan ke Ditjen BUK, Gubernur, Bupati/Walikota) DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.31/Menhut-II/2014 4. Persyaratan Permohonan Dalam Pertek Bupati/Walikota perlu menyampaikan informasi terkait keberadaan masyarakat setempat yang berada didalam areal yang dimohon Dalam hal : Pertek Bupati/Walikota tidak diterbitkan (30 hari), Gubernur memberikan rekomendasi. Rekomendasi Gubernur tidak diterbitkan (21 hari), Menteri memproses permohonan izin Bukti permohonan Pertek sebagai pemenuhan kelengkapan persyaratan. Dalam hal telah terbentuk Badan pelayanan Perizinan Terpadu, pertek Bupati/Walikota dan rekomendasi Gubernur diterbitkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.31/Menhut-II/2014 5. Proses Permohonan a. Permohonan Tidak Lengkap : penolakan diterbitkan Dirjen BUK. b. Permohonan Lengkap : - Penilaian proposal lulus, Dirjen BUK menyampaikan kepada Menhut. - Menhut memerintahkan Dirjen BUK menerbitkan RATTUSIP untuk menyusun dan menyampaikan AMDAL atau UKL dan UPL dan IL serta membuat koordinat geografis. - AMDAL atau UKL dan UPL dan IL serta BA koordinat geografis tidak selesai dan sudah diperpanjang 2 kali, RATTUSIP batal dan Ditjen BUK membuat surat pemberitahuan dan Pembatalan. 6. Penyiapan Peta Areal Kerja (WA) Peta WA disiapkan Ditjen BUK selama 20 hari kerja DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.31/Menhut-II/2014 7. Penyiapan dan Penyampaian Konsep SK IUPHHK Berdasarkan Peta WA, Dirjen BUK : menyiapkan dan menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian terhadap IUPHHK kepada Menhut melalui Sekjen Kemenhut. menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) Iuran IUPHHK kepada calon pemegang izin. 8. Penerbitan SK IUPHHK SK IUPHHK diterbitkan Menhut setelah calon pemegang izin membayar Iuran Izin UPHHK sesuai SPP dan menyerahkan bukti setor pelunasan Iuran (sebagai persyaratan ditandatangani). Pengambilan dokumen asli Keputusan pemberian IUPHHK pada loket pelayanan informasi perizinan di bidang kehutanan DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.31/Menhut-II/2014 9. Ketentuan Lain-lain Jika belum ada / belum disusulkan pencadangan HTR oleh Bupati/walikota maka Menhut mengalokasikan seluas 20% dari calon areal kerja (WA) yang efektif untuk HTR. Dalam hal permohonan sedang dalam proses penyelesaian, dan pertimbangan teknis Bupati dan atau rekomendasi Gubernur berakhir, proses penyelesaian tetap dilakukan tanpa harus memperbaharui pertimbangan teknis. Dalam hal permohonan IUPHHK-RE, sumber pendanaan kegiatan tidak dibenarkan diperoleh dari pinjaman atau hibah negara asing. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IUPHHK-HA PERMENHUT NO. P.51/MENHUT-II/2014 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IUPHHK-HA PADA HUTAN PRODUKSI.

P.51/Menhut-II/2014 1. Syarat Areal Dalam hal areal yang dimohon perpanjangan IUPHHK-HA terdapat kawasan HPK, maka pemohon diwajibkan mendapat rekomendasi perubahan/alih fungsi HPK menjadi HP atau HPT dari Bupati/ Walikota dan Gubernur. 2. Informasi Biaya Perizinan Selain biaya IIUPHHK (PNBP) oleh Pemohon, tidak dikenakan biaya apapun. 3. Penyampaian Permohonan Permohonan disampaikan melalui Unit Pelayanan Informasi Perizinan secara On Line DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.51/Menhut-II/2014 4. Persyaratan Permohonan: a. Persyaratan permohonan berupa pertimbangan teknis Bupati/ Walikota dalam pelaksanaannya diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten / Kota an. Bupati /Walikota kepada Gubernur yang berisi tentang informasi tata ruang wilayah kabupaten/kota serta izin sah lainnya dengan dilampiri: Peta skala 1 : 50.000 Informasi terkait keberadaan masyarakat setempat di lokasi areal yang dimohon. b. Dalam hal suatu Provinsi /Kabupaten /Kota telah terbentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, pertimbangan teknis dari Bupati/Walikota atau rekomendasi dari Gubernur, dapat diterbitkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.51/Menhut-II/2014 5. Jangka Waktu Pertimbangan Teknis dan Rekomendasi Dalam hal Pertimbangan Teknis Bupati/Walikota tidak diterbitkan dalam jangka waktu 30 hari kalender sejak diajukan permohonan, Gubernur memberikan rekomendasi. Dalam hal Rekomendasi dari Gubernur tidak diterbitkan dalam jangka waktu 21 hari kalender sejak diajukan permohonan, Menteri memproses permohonan izin. Dalam hal Bupati / Walikota tidak menerbitkan pertimbangan teknis atau Gubernur tidak memberikan rekomendasi atau tidak meneruskan pertimbangan teknis dari Bupati/Walikota, pemohon melampirkan bukti permohonan pertimbangan teknis yang diterima oleh instansi yang bersangkutan sebagai pemenuhan kelengkapan persyaratan. Berdasarkan hasil penilaian kewajiban dan telaahan areal kerja, Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja dapat menolak atau menyetujui permohonan perpanjangan IUPHHK-HA. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

P.51/Menhut-II/2014 6. Penyiapan peta areal kerja dan penerbitan keputusan perpanjangan IUPHHK-HA Berdasarkan IL dan atau BA tata batas yang diterima, Direktur Jenderal menugaskan : Direktur BRPUK, untuk menyiapkan peta areal kerja (WA) dalam waktu paling lama 30 hari kerja; dan Direktur BUHA, untuk menyiapkan konsep keputusan Direktur Jenderal a.n. Menteri tentang pemberian perpanjangan IUPHHK-HA dalam waktu paling lama 7 hari kerja. Berdasarkan peta areal kerja (WA), Direktur Jenderal menerbitkan SPP IIUPHHK terhadap calon pemegang perpanjangan IUPHHK-HA dalam waktu paling lama 7 hari kerja. Berdasarkan bukti setor pelunasan IIUPHHK-HA Direktur Jenderal a.n. Menteri menerbitkan Keputusan tentang Pemberian Perpanjangan IUPHHK-HA dalam waktu paling lama 7 hari kerja. Pengambilan keputusan tentang pemberian perpanjangan IUPHHK-HA dilakukan pada Loket Pelayanan Informasi Perizinan di bidang Kehutanan. DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI

P.30/Menhut-II/2014 Rencana IHMB tidak perlu dilaporkan. IHMB dilakukan pada hutan alam di areal tanaman pokok (Dasar penyusunan RKU sejak daur ke I) Jangka waktu evaluasi IHMB dilakukan oleh WASGANIS-PHPL dalam 5 hari kerja Tata waktu pemrosesan persetujuan RKU: RKU langsung disetujui : 14 Hari Kerja Arahan Perbaikan : 33 Hari Kerja Jika 14 Hari Kerja HTI tidak menyampaikan perbaikan RKU “Dianggap tidak menyampaikan usulan RKU” Biaya Penyusunan RKU dibebankan pada Pemegang Izin, Biaya roses Penilaian & Persetujuan dibebankan pada Pemerintah. Alasan Revisi RKU: Perubahan luas areal kerja, daur dan/atau jenis tanaman, atau Perubahan kondisi fisik sumber daya hutan yang disebabkan oleh faktor manusia, faktor alam, pengembangan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan/atau penggunaan kawasan oleh sektor lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Hasil penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT), perubahan deliniasi, dan/atau pengembangan sarana prasarana; Perubahan sistem dan teknik silvikultur atau perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan. .

P.30/Menhut-II/2014 Arahan perbaikan usulan RKU mengacu pada dokumen hasil AMDAL/UKL dan UPL, deliniasi areal kerja, IHMB serta data dan informasi dari Citra satelit. RKT juga mengatur pemanfaatan HHBK, Limbah pembalakan, pohon tumbang karena bencana alam, pohon tumbang karena serangan hama dan penyakit Intensitas pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan RKT yang self-approval dilaksanakan oleh WASGANIS-PHPL paling banyak sekali setahun Dalam proses pengesahan RKT, Pemegang izin harus membuat surat pernyataan bebas tunggakan jika Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak menyampaikan data/informasi pelunasan PSDH DR. RKT dapat di revisi berdasarkan: Perubahan/revisi RKUPHHK-HTI, Perubahan luas areal kerja, Perubahan daur dan/atau jenis tanaman; Pengembangan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan/atau penggunaan kawasan oleh sektor lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Perubahan sistem dan teknik silvikultur atau perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan; Hasil penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT), perubahan deliniasi, dan/atau pengembangan sarana prasarana; .

P.30/Menhut-II/2014 HTI yang telah memasuki daur kedua dan seterusnya, pelaksanaan RKT yang telah selesai sebelum berakhirnya RKT periode berjalan, untuk penambahan produksi pemegang izin dapat mengajukan revisi RKT periode berjalan. Bila terjadi perubahan lokasi/luas blok RKT/penambahan target produksi karena pemanfaatan pohon tumbang akibat bencana alam /pohon terkena serangan hama dan penyakit, kebakaran pada pohon hasil tanaman; dan jumlah dan jenis peralatan, tidak perlu dilakukan revisi RKT tetapi cukup dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi atau Kepala UPT. .

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM

P.33/Menhut-II/2014 Biaya yang timbul akibat pelaksanaan IHMB, menjadi tanggung jawab pemegang izin. Pemegang IUPHHK-HA yang telah melaksanakan kegiatan IHMB wajib menyerahkan laporan hasil IHMB dengan lampiran berupa Buku Hasil IHMB dan pakta integritas dari GANISPHPL-CANHUT atau GANISPHPL-TC atas kebenaran laporan hasil IHMB kepada WASGANISPHPL-CANHUT. WASGANISPHPL-CANHUT melaksanakan evaluasi laporan dan menyampaikan hasilnya berupa pertimbangan mengenai hasil IHMB kepada pemegang IUPHHK-HA selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja. Dalam hal WASGANISPHPL-CANHUT tidak memberikan pertimbangan, laporan hasil IHMB dan pakta integritas yang dibuat oleh GANISPHPL-CANHUT dijadikan sebagai dasar pembuatan RKUPHHK-HA. Biaya yang timbul akibat pelaksanaan evaluasi IHMB oleh WASGANISPHPL-CANHUT dibebankan kepada Pemerintah. Usulan RKUPHHK-HA diajukan kepada Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/ Kota, Kepala UPT, dan Kepala KPH .

P.33/Menhut-II/2014 Biaya yang timbul akibat penyusunan RKUPHHK-HA, dibebankan kepada Pemegang izin. Usulan RKUPHHK-HA disusun oleh GANISPHPL-TC dan/atau GANISPHPLCANHUT, dan ditandatangani/disetujui oleh Direktur Utama atau Ketua Koperasi pemegang IUPHHK-HA. Kebenaran data/informasi usulan RKUPHHK-HA dan Peta, merupakan tanggung jawab Direktur Utama atau Ketua Koperasi pemegang IUPHHK-HA yang dinyatakan dalam Pakta Integritas. Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Pejabat yang ditunjuk menilai dan/atau memberi arahan perbaikan usulan RKUPHHK-HA selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usulan RKUPHHK-HA. Dalam hal : hasil penilaian tidak diperlukan arahan perbaikan, persetujuan RKUPHHK selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya perbaikan usulan RKUPHHK-HA. terdapat arahan perbaikan, pemegang izin melakukan perbaikan usulan RKUPHHK-HA dan menyampaikan hasilnya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak surat arahan perbaikan usulan RKUPHHK-HTI tersebut diterima. perbaikan usulan RKUPHHK-HTI oleh pemegang izin tidak disampaikan dalam 14 (empat belas) hari kerja, dinyatakan tidak mengusulkan RKUPHHK-HTI, dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan perbaikan usulan RKUPHHK-HA, persetujuan usulan RKUPHHK-HA selambat- lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya perbaikan usulan RKUPHHK-HA. .

P.33/Menhut-II/2014 Direktur Jenderal mendelegasikan kewenangan penilaian dan persetujuan RKUPHHK-HA kepada Direktur atau Kepala UPT sesuai tugas pokok dan fungsinya. Direktur Jenderal dapat mendelegasikan penilaian dan persetujuan revisi RKUPHHK-HA kepada Direktur atau Kepala UPT sesuai tugas pokok dan fungsinya. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari proses penilaian dan persetujuan RKUPHHK-HA atau revisi RKUPHHK-HA dibebankan kepada Pemerintah. Bagi perusahaan pemegang IUPHHK-HA yang sudah melaksanakan Reduce Impact Log ging (RIL)/Reduce Impact Logging–Carbon (RIL-C) dapat mengajukan permohonan peningkatan efisiensi penebangan khususnya faktor eksploitasi kepada Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat menolak atau mengabulkan permohonan setelah adanya rekomendasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kepala Dinas Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya tembusan usulan RKTUPHHK-HA, melaksanakan pemeriksaan lapangan terhadap pelaksanaan batas blok RKT, pelaksanaan timber cruising dengan intensitas sebesar 1% (satu persen), dan pelaksanaan pembinaan hutan (TPTI) penanaman tanah kosong, kanan kiri jalan. .

P.33/Menhut-II/2014 Dalam hal Kepala Dinas Provinsi tidak melakukan penilaian dan persetujuan RKTUPHHK-HA, Direktur u.b. Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat me lakukan penilaian dan persetujuan usulan RKTUPHHK-HA. Pengajuan usulan BKUPHHK-HA merupakan bagian usulan RKUPHHK-HA yang telah disetujui oleh Direktur Utama atau Ketua Koperasi. Usulan BKUPHHK-HA disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala UPT, dan Kepala KPH. Penyampaian tembusan usulan BKUPHHK-HA kepada Direktur Jenderal disampaikan melalui Sistem Informasi Produksi Hutan Alam Online (SIPHAO). Penyampaian laporan terhadap realisasi produksi, pembinaan hutan, dan kelola sosial, disampaikan melalui Sistem Informasi Produksi Hutan Alam Online (SIPHAO). .

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NO. P.41/MENHUT-II/2014 TENTANG TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN ALAM PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NO. P.42/MENHUT-II/2014 PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

Penetapan TPK Antara di kawasan hutan : A. Meningkatkan Profesionalitas Birokrasi dan Memberikan Kepastian Hukum Pelaku Usaha Penetapan TPK Antara di kawasan hutan : 5 hari kerja di Dinas Kab/Kota. 5 hari kerja di Dinas Provinsi. Dalam hal sesuai tata waktu belum ada penetapan dari Dinas Kab/Kota/Provinsi, ditetapkan oleh Kepala Balai an. Direktur. Pembatasan waktu pengesahan LHP, penerbitan SKSKB dan pemeriksaan penerimaan kayu oleh P3KB. Dalam hal sesuai tata waktu tidak dilakukan, maka dilaksanakan oleh GANISPHPL. Pemeriksaan hanya dilakukan di tempat tujuan oleh petugas yang diberi kewenangan, yaitu WAS-GANISPHPL Stock opname dilaksanakan oleh pemegang izin dan P2LHP sekali dalam 1 (satu) tahun pada akhir tahun/izin.

B. Minimalisasi Birokrasi TPK Antara di luar kawasan hutan ditetapkan oleh pemegang izin, TPK Antara di dalam kawasan hutan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Nomor seri Blanko FA-KO ditetapkan oleh pemegang izin. Pembuat LHP, Petugas TC, Penerbit FA-KB, Penerbit FAKO diangkat oleh pemegang izin, tanpa rekomendasi. Penerbit SKSKB pelaksana SI-PUHH Online dan Penerima Kayu SI-PUHH Online diangkat oleh pemegang izin, tanpa rekomendasi. P2LHP, P2SKSKB, P3KB diangkat oleh kepala Dinas Provinsi tanpa pertimbangan teknis Kepala Balai. Pengangkatan petugas PUHH berlaku sesuai masa berlaku Kartu GANISPHPL /WAS-GANISPHPL Nomor Register sesuai Kartu GANISPHPL / WAS-GANISPHPL.

C. Meningkatkan kemampuan lacak balak dengan mendorong penerapan SI-PUHH Online SI-PUHH Online wajib bagi seluruh pemegang IUPHHK-HA Penyempurnaan SI-PUHH Online : SI-PUHH online dilaksanakan di semua simpul : TPn, TPK Hutan, TPK Antara, TPT-KB dan Industri Primer. Fisik kayu dan DKB hanya mencantumkan ID Barcode. Pemeriksaan hanya dilakukan di tujuan pengangkutan oleh GANISPHPL

Dokumen angkutan KB dari industri primer adalah FAKB dari pengirim. D. Kemudahan Bagi Pelaku Usaha Kecil / Pengrajin Untuk Memperoleh Bahan Baku Diatur adanya TPT-KB yang ditetapkan oleh Dinas Kab/Kota, untuk memudahkan pelaku usaha kecil /pengrajin memperoleh bahan baku. Dokumen angkutan KB dari industri primer adalah FAKB dari pengirim. Dokumen angkutan di tempat tujuan industri kecil/pengrajin dimatikan oleh penerima.

E. Penegasan Sanksi PUHH Diatur kriteria pelanggaran PUHH yang dikenakan sanksi denda administratif. P2LHP/P2SKSKB/P3KB yang tidak melakukan tugas sesuai tata waktu secara akumulatif 3x, diberhentikan sebagai P2LHP/P2SKSKB/P3KB. P2LHP/GANISPHPL mengesahkan LHP yang LHP periode sebelumnya belum lunas PSDH/DR/PNT, dicabut Kartu GANIS/WAS GANISPHPL-nya.

F. Optimalisasi Penerimaan Negara Kayu hasil PWH atau penyiapan jalur tanam pada SILIN dengan Ø ≥ 10 cm, wajib dimasukkan LHP. Selain IUPHHK-HA wajib memasukkan kayu Ø ≥ 10 cm ke dalam LHP. Dalam jangka waktu 2x24 jam P2LHP segera mengesahkan LHP, apabila melebihi batasan waktu tersebut pengesahan LHP dilakukan oleh GANIS- PHPL (berlaku bagi semua IUPHHK baik yg telah mengimplementasikan SIPUUH online maupun tidak). LHP yang sudah disahkan segera diterbitkan SPP PSDH/DR dan/atau PNT dalam jangka waktu 2x24 jam.

G. Penegakan Hukum (Law Enforcement) Menguatkan peran P3KB sebagai pintu masuk penegakan hukum. Dalam hal hasil pemeriksaan penerimaan kayu oleh P3KB ditemukan kayu yang tidak sesuai dengan dokumen angkutan, maka tehadap kayu tersebut dinyatakan sebagai kayu yang tidak dilindungi dokumen dan dilaporkan kepada Dinas Kab/Kota untuk diproses sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

H. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelaporan PUHH dilakukan melalui Aplikasi Pelaporan PUHH yang terintegrasi dengan SI-PUHH Online. Input data dilakukan oleh pemegang izin/petugas PUHH. Dinas Kabupaten/Kota, Dinas Provinsi, BP2HP dan Direktur mencetak progres laporan PUHH secara real time sesuai ruang lingkup wilayah kerjanya.

PUHH diatur tersendiri oleh Direksi, kecuali dalam hal : I. Penyetaraan Perlakuan Pada Perum Perhutani PUHH diatur tersendiri oleh Direksi, kecuali dalam hal : pengesahan LP-KHP, dilaksanakan oleh WAS-GANISPHPL pengangkutan ke luar areal izin menggunakan FA-KB penetapan TPK yang berada di luar areal kerja dalam Kawasan Hutan oleh Dinas Kab/Kota pemeriksaan kayu di industri milik Perum Perhutani oleh P3KB

PENYUSUNAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN BARU Draft Permenhut tentang Kebijakan pembangunan HTI prosedur penerbitan izin usaha HTI yang sesuai dengan areal pencadangan-nya; kriteria dan prosedur penerapan sistem silvikultur non THPB; tata ruang HTI dengan pengaturan alokasi untuk tanaman pokok, tanaman kehidupan, kawasan lindung, dan sarana prasarana; Meningkatkan produktivitas lahan hutan tanaman untuk mendukung ketahanan energi dan pangan yang tidak lagi berbasis komoditas;

REGULASI PENDUKUNG LAINNYA Revisi Permenhut No. P.40/Menhut-II/2010 jo. No. P.33/Menhut-II/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenhut, dalam rangka penguatan organisasi Ditjen BUK, salah satu Direktoratnya perlu khusus menangani KPHP untuk mendukung operasionalisasi KPHP seluruh Indonesia. Revisi Permenhut No. P.557/Menhut-II/2006 jo. No. P.24/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja BP2HP dalam rangka penguatan organisasi UPT Ditjen BUK, yaitu BP2HP menjadi Balai Pengelolaan Hutan Produksi dan Industri Hasil Hutan yang semula 18 Balai menjadi 25 Balai (yang baru :Padang, Yogyakarta, Kupang, Tanjung Selor, Manado, Ternate, dan Merauke)

3. Revisi Permenhut No. P.23/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Pelaporan Keuangan Pengelolaan Hutan (DOLAPKEU) pada Perum Perhutani, yang mengatur: Kebijakan pengelolaan hutan Jawa oleh perusahaan kehutanan negara, guna meningkatkan efisiensi usahanya. Tanaman yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan hutan merupakan aset negara yang pemanfaatannya akan digunakan oleh Perhutani untuk membiayai kegiatan pengelolaan hutan.

4. Permenhut No. P.52/Menhut-II/2014 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Pembayaran PSDH, DR, PNT, dan GR. Tata cara pemungutan, pembayaran, dan penyetoran DR/PSDH dengan melibatkan Kementerian Keuangan sebagai instansi yang juga dilaporkan seluruh dokumen pendukung dalam pembayaran PNBP. Bendahara penerimaan PNBP harus melakukan rekonsiliasi setoran PNBP ke Kas Negara (KPPN mitra kerjanya, Direktorat Pengelolaan Kas Negara) dan dituangkan di dalam BA Rekonsiliasi setoran PNBP. Bendahara Penerimaan PNBP harus melaporkan hasil rekonsiliasi (realisasi penerimaan) kepada Kementerian Keuangan. Menambahkan ketentuan tata cara pengenaan, pemungutan, dan pembayaran untuk PNT dan GRT, sebagai amanat PP 12 Tahun 2014.

Permenhut No. P.8/Menhut-II/2014 tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri atau IUPHHK Restorasi Ekosistem Pada Hutan Produksi: UPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan. Khusus untuk provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 100.000 (seratus ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan. Dalam hal luasan areal IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI berdasarkan hasil tata batas melebihi luasan 50.000 (lima puluh ribu) hektar, maka izin diberikan sesuai dengan hasil tata batas dengan toleransi paling tinggi 5% (lima per seratus)

6. Permenhut No. P.19/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Pada Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Kawasan Hutan Produksi yang secara indikatif diarahkan untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kawasan Hutan Produksi (HP) dan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang tidak dibebani izin. HPT diarahkan untuk: IUPHHK-HA/RE, Hutan Desa (HD) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm). Kawasan HP diarahkan untuk : IUPHHK-HTI/HTR, IUPHHK-HA/RE, HD atau HKm Kawasan hutan produksi pada PIPIB yang berupa hutan alam primer dan atau gambut tidak termasuk dalam arahan pemanfaatan kecuali untuk IUPHHK-RE. Dalam hal pengajuan permohonan untuk izin UPHHK-HA atau izin UPHHK-HTI atau izin UPHHK-RE belum diarahkan pemanfaatannya atau dicadangkan, kawasan yang dimohon wajib dilakukan analisis makro dan atau analisis mikro sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam hal Bupati/Walikota memberikan pertimbangan Teknis dan Gubernur memberikan rekomendasi atau Bupati/Walikota memberikan izin sesuai kewenangannya, wajib berpedoman pada Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi.  

7. Permenhut No. P.62/Menhut-II/2014 tentang Izin Pemanfaatan Kayu IPK pada areal APL yang telah dibebani izin peruntukan diberikan oleh Bupati yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota atas nama Bupati/Walikota, berdasarkan pertek dari Kadis Provinsi. IPK pada areal HPK yang telah dikonversi atau tukar menukar kawasan hutan diberikan oleh Gubernur yang dalam pelaksanaannya pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi atas nama Gubernur, berdasarkan pertek dari Kepala BP2HP. NPWP sbg salah satu persyaratan permohonan. Dalam Jangka waktu yang ditetapkan pertek/penolakan tidak diputuskan, penerbit IPK dapat menerbitkan IPK berdasarkan bukti tanda terima permintaan pertek. Untuk Izin yang melekat sebagai IPK (IPPKH dan HGU) TC 100%, Checking TC oleh Wasganis-PHPL 5%; Biaya pelaksanaan checking TC, dibebankan kepada pemegang IPPKH berdasarkan standar biaya pemerintah.

Bank Garansi 3/12 dari kewajiban pelunasan PSDH, DR, dan PNT berdasarkan volume RLHC (BG berlaku 15 bulan). Dalam hal kegiatan penebangan/pemanfaatan kayu tidak dilakukan oleh pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau pemegang HGU bersangkutan, maka perusahaan yang akan menebang/memanfaatkan kayu tersebut harus membuat Surat Perjanjian Kerja dengan pemegang IPPKH. Surat Perjanjian Kerja antara lain berisi kewajiban terhadap pemenuhan Bank Garansi dan pelunasan iuran kehutanan (PSDH, DR, dan PNT) kepada negara tetap merupakan tanggung jawab dari pemegang IPPKH/HGU yang bersangkutan. Mengenakan kembali kewajiban PNT selain PSDH dan DR kepada pemegang HGU dan penyiapan lahan HTI selain IPK pada APL dan IPK Pelepasan HPK/Tukar Menukar Kawasan Hutan, serta IPPKH. Dalam hal IPK telah berakhir, tetapi di dalam areal masih terdapat kayu hasil penebangan, maka pejabat penerbit IPK dapat memperpanjang masa berlaku IPK sampai selesainya pengangkutan kayu (paling lama 6 bulan sejak masa berlaku IPK berakhir dan tidak ada kegiatan penebangan lagi)

PENUTUP Deregulasi kebijakan tata kelola hutan produksi sebagai upaya memangkas simpul-simpul pelayanan yang berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi, sehingga usaha di bidang kehutanan menjadi lebih menarik bagi investor, berdaya saing, dan memberikan manfaat yang berkeadilan bagi masyarakat; Diperlukan adanya kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan (stake holder) untuk saling bersinergi dalam meningkatkan tatakelola hutan produksi yang lebih efektif, akuntabel, transparan, bertanggungjawab, serta berorientasi pada kualitas pelayanan, dalam mewujudkan good governance. Pelaksanaan atas regulasi dimaksud akan dievaluasi setiap 6 (enam) bulan oleh Direktur Jenderal, dan hasilnya akan dilaporkan kepada Menteri Kehutanan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta hasilnya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan.

DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Terima Kasih DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN