MODEL HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH Ria Nur Ambarwati (115030100111046) Lusi Dwi Anggraini (115030107111043) Erlin Rakhmawati (115030101111038) Hatfinna Izati (115030101111022) Dinny Ambarsari (115030107111041) M. Fajrul Islam P (115030101111088)
Makna Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh Gubernur dan Hubungan Antar Level Pemerintahan dalam Era Otonomi Daerah Fungsi pengawasan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan manajemen termasuk manajemen pemerintahan. Pengawasan didefinisikan sebagai proses : Memonitor berbagai kegiatan untuk menjamin agar kegiatan tersebut dapat dicapai sesuai dengan rencana dan Melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang signifikan. pengawasan akan lebih ideal apabila bersifat preventif dan antisipatif.
Weight (1988) menyebutkan bahwa ada tiga model hubungan kewenangan antar Pemerintah Nasional (PN),Pemerintah Regional (PR), dan Pemerintah Lokal (PL) yakni : Hubungan Koordinat (coordinat authority). 2) Hubungan Inklusif (inclusive authority),dan 3) Hubungan Timpang Tindih (overlapping authority).
HUBUNGAN KOORDINAT ( COORDINATE – AUTHORITY MODEL ) Ditandai dengan pemisahan yang tajam antara kewenangan Pemerintah Nasional dan Pemerintah Regional Hubungan bersifat independen dan otonom
HUBUNGAN INKLUSIF ( INCLUSIVE – AUTHORITY MODEL ) Hubungan bersifat independen dan hierarki
HUBUNGAN TUMPANG TINDIH ( OVERLAPPING – AUTHORITY MODEL ) Model tata hubungan kewenangan yang dinilai memiliki keluwesan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan
HUBUNGAN TUMPANG TINDIH ( OVERLAPPING – AUTHORITY MODEL )
1. Model Pelaksana ( Agency Model ) Model lain dikemukakan oleh Kavanagh (1985) yang menyebutkan bahwa model hubungan Pemerintah Pusat dengan daerah ada dua macam yaitu : 1. Model Pelaksana ( Agency Model ) Dalam hubungan ini pemerintah daerah dapat dilihat sebagai pelaksana dari Pemerintah Pusat. 2. Model Kemitraan ( Pertnership Model ) Menurut model ini, Pemerintah Daerah mempunyai kebebasan tertentu untuk menentukan beberapa pilihan lokal.
Langkah- langkah nyata untuk mengkokohkan kewenangan Gubernur dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap Daerah Otonomi setidaknya untuk hal- hal berikut: Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar tetap dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap berada dalam lingkup tata urutan peraturan-perundangan yang berlaku. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar tetap dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk didalamnya mengawasi agar daerah otonomi daerah. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar gubernur memainkan peran yang konstruktif dalam memupuk kerjasama lembaga- lembaga daerah otonomi dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
LANJUTAN Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar gubernur dapat memainkan peran yang konstruktif dalam memupuk kerjasama antar daerah otonom. Melakuakn pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar gubernur dapat memainkan peran yang positif dalam mencegah sengketa atau konflik antar daerah otonom. Masih ada lagi fungsi pengawasan lain yang dijalankan oleh gubernur sebagai konsekuensi dari diberlakukannya atas tugas pembantuan yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya maupun “aturan mainnya”.