“Motor Control Dan Motor Learning” IRFAN
Performance system saraf menentukan kemampuan manusia dalam meakukan aktivitasnya. Kontrol saraf pada gerakan yang teratur (Voluntary Movement ) serta pemahaman tentang motor learning.
Motor control dan motor learning adalah dua hal yang akan dibahas dalam pembahasan motor behaviour walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan-perbedaan. motor control difokuskan pada kontrol dan koordinasi terhadap postur dan gerakan motor learning difokuskan pada “motor skills” yang mempelajari tentang gerakan-gerakan terampil dimana studi-studi tentang hal tersebut banyak dijumpai pada pendidikan-pendidikan spesialis tentang fisik dan psikologis.
Motor control adalah serangkaian proses yang mengatur dan menyelaraskan fungsi pergerakan. Motor control terjadi melalui mekanisme fisiologis dan psikologis. Perpaduan antara perspektif fisiologis dan psikologis
motor control dipengaruhi oleh bentuk perkembangan pada fungsi syaraf itu sendiri (Taylor, 1958). motor development memiliki keterkaitan dengan studi-studi tentang reflex, dimana berbicara tentang refleks tidak lepas dari masalah motor kontrol. Teori tentang motor control dan motor learning merupakan bagian yang umum dari motor development ( Rosenbaum, 1991 ).
Pemahaman tentang motor control terkait dengan pemahaman kita tentang bagian-bagian gerakan yang relatif sederhana, studi tentang postural control, diarahkan pada aktivitas otot dan kekuatan secara umum untuk dapat menopang tubuh agar tetap tegak. Feed back dari informasi sensoris dibutuhkan pada motor learning (Schmidt 1991) dan mengatur perubahan-perubahan pada lingkungan (Polit and Bizzi 1079).
Gulliani (1991) menyatakan bahwa walaupun informasi sensoris tetap ada pada saat melakukan gerakan-gerakan cepat akan tetapi tidak dapat digunakan sebagai proses pembelajaran dimana dibutuhkan proses adaptasi dari gerakan yang dilakukan.
contoh sederhana yaitu berjalan dimana saat melakukan aktivitas tersebut dengan kecepatan yang sama pada setiap langkahnya telah terbentuk suatu pola dalam motor program pada neural circuitry. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya proses adaptasi dan pembelajaran.
Menurut Guiliani (1991) mengatakan bahwa motor kontrol yang dihasilkan bukan hanya ditentukan oleh sistem neural saja akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor biologis, kognitif, lingkungan sosial, persepsi, dan memory yang membentuk motor behaviour.
Secara sederhana dapat kita lihat pada saat proses melangkah, selama fase mengayun (swing fase) sangat sedikit aktivitas otot yang dibutuhkan, gerakan yang dihasilkan adalah koordinasi yang baik pada seluruh sendi yang dipengaruhi oleh faktor viscoelastisitas otot dan tendon, gravitasi, momentum, dan intersegmental forces. Dalam contoh ini sistem saraf hanya memberikan kontribusi yang kecil pada motor control.
Pada dasarnya suatu aktivitas yang dihasilkan dari gerakan yang terkontrol adalah merupakan out put dari sensory motor integration dan beberapa gerakan yang terjadi bersifat regulasi.
Hirarchic models pada Motor Kontrol Hirarcihic models pada motor kontrol memiliki karakteristik dengan tiga konsep dasar. Pada konsep tradisional adalah refleks dalam hal ini pada tingkatan fungsi dan aktivitas motorik yang dilakukan aebagai reaksi adanya rangsangan. Refleks merupakan respon stereotypic terhadap rangsangan sensorik spesifik. Sebagai contoh fleksor withdrawal reflex dan asymmetric tonic neck reflex.
Munculnya fleksor withdrawl reflex menjadi antisipasi terhadap adanya rangsangan yang bersifat mengancam pada tumit yang mengakibatkan munculnya respon berupa gerakan fleksi pada anggota tungkai bawah yaitu pada ankle, knee dan hip. Pada asymmetric tonic neck reflex terjadi dengan memposisikan kepada yaitu menghadap ke kiri atau kekanan. Respon yang terjadi adalah ekstensi anggota gerak atas searah dengan gerakan kepala dan fleksi pada anggota gerak atas pada arah yang berlawanan.
Dalam hirarki clasic reflex, bahwa respon yang diberikan dari setiap stimuli menempati tingkatan-tingkatan tertentu pada area spesifik di sistem saraf. Pada Spinal cord untuk phasic reflex, Batang Otak ( Brain stem ) untuk postural reflex, Mid brain untuk righting dan Cortex untuk motorik dan keseimbangan.
Refleks pada tingkatan spinal cord berupa phasic reflex yang memiliki durasi yang pendek. Spinal refleks juga memiliki karakter pola reciprocal inhibition. reciprocal inhibition adalah proses yang terjadi dimana otot agonis di fasilitasi untuk melakukan kontraksi sementara otot antagonis untuk inhibisi. Flexor withdrawal reflex dan extensor thrust reflex adalah contoh dari phasic reflex.
Berbeda dengan phasic reflex, maka pada brain stem level bersifat “tonik” karena memiliki durasi yang panjang. Tonic reflex seperti tonic neck, tonic labyrinthine, grasp, dan positive support reflex. Dalam hirarki model motor kontrol , prilaku-prilaku motorik pada mid brain adalah sesuatu yang kompleks dimana tubuh menjaga untuk bisa tetap tegap terhadap gravitasi.
Kemampuan tubuh untuk tetap tegap tersebut dan mengimbangi gaya gravitasi merupakan aktivitas pada tingkatan mid-brain yang menerima sinyal sensoris kompleks antara lain dari mata, telinga, reseptor-resptor cutaneus dan proprioseptor yang ada pada tubuh. Stimulus tersebut memberikan sinyal terhadap keadaan posisi tubuh terhadap garis keseimbangan.
Adalagi beberapa teori tentang motor kontrol yang disampaikan oleh Gallistel ( 1980 ) dan Brooks (1986).
Gallistel’s Model Gallistel (1980) berpendapat bahwa adaptasi pada hirarki kontrol yang disampaikan oleh Paul Weiss (1941), suatu komparasi psikologis dan developmentalis.
Weiss menyampaikan ada enam tingkatan dari motor coordination, antara lain : Level 1 – Tingkatan pada Neuron merupakan organisasi neuromotor yang relatif sederhana yaitu Pada motor unit. Motor unit adalah yang menghubungkan motor neuron dengan otot yang akan dipersarafi. Level 2 - Tingkatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya kontraksi dari sekelompok motor unit. Level 3 – Tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa kelompok otot yang melakukan kerja pada suatu sendi.
Level 4 – Tingkatan organ, ( atau beberapa sendi dalam segmen tubuh, seperti rongga tubuh ( trunk ) merupakan bagian yang melakukan gerakan dan mengatur koordinasi gerakannya pada setiap satu sendi. Level 5 – Tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan yang terorganisir merupakan fungsi locomotor. Sistem locomotor yang berjalan pada setiap unit. Level 6 – Tingkatan organisme, merupakan tempat dari fungsi motorik dalam konteks mahluk hidup. Pada tahap ini merupakan tingkatan tertinggi dari koordinasi gerakan. System sensorik memberikan informasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Orienting to reference signal FUNCTION Organization of action into purposeful sequence. Feedback used to correct action Coordination of phase relationships between limbs Priodic facilitation of flexor and extention reflexes Flexor and extensor reflexes Smooth graded contraction Muscle twitch LEVEL Drives Orienting to reference signal Interlimb Coupling Oscillators Intra limb reflexes The Muscle The Motor Unit