Oleh: Yogi Ananta Suria (03) Nur Azizah (13)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
SISTEM PEMERTINTAHAN INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA
Advertisements

MASA DEMOKRASI LIBERAL
MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH Kelas IX Semester II
D E M O K R A S I.
By Chandra Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru, Dan Reformasi By Chandra Setiawan.
PERISTIWA PKI MADIUN, 18 September 1948
MENGATASI PERGOLAKAN DALAM NEGERI II
INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1949 – 1959)
Dinamika Sistem Politik Indonesia
MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
MASA DEMOKRASI LIBERAL ( )
SISTEM PEMERINTAHAN 4/10/2017 SMAN 1 YOGYAKARTA TRISNA WIDYANA 2011.
ASSALAMUALAIKUM WR.WB.
MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
DISUSUN : NOOR HARJANTO, S.Pd.
BAB 7 USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
PERKEMBANGAN POLITIK&EKONOMI BANGSA INDONESIA PADA TAHUN
Demokrasi liberal 1950 – Prestasi Politik . Kemelut politik
PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL
MAJELIS KONSTITUANTE 20 September 1955 diselenggarakan Pemilihan Umum untuk anggota DPR. 15 Desember 1955 untuk pemilihan anggota-anggota Konstituante.
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Doris Febriyanti, S.IP, M.Si
Pelaksanaan Demokrasi di Inonesia
Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd. Jurusan PPSD Fakultas Ilmu Pendidikan
DEMOKRASI PARLEMENTER
DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA
Materi Ke-10: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / II
Konflik Dan Pergolakan Yang Berkait Dengan Sistem Pemerintahan
NKRI PKN Kelas 5.
SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
BAB 7.PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Materi Ke-10: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / II
MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
SMP Kelas 3 Semester 1 BAB IV
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT
Indonesia Masa Demokrasi Liberal
MENGATASI PERGOLAKAN DALAM NEGERI I
Konstitusi NKRI Pada Masa ORDE LAMA
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 5 Juli
PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN
REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN GOOD GOVERMENT
MATERI KN KELAS XII SEMESTER 1
KELOMPOK 4 Anggi fitriyani annisa syahnun maria serevina nidia christine stelia mardiana simanjuntak XII MIPA 6.
Makalah Tentang Perkembangan Politik dan Ekonomi dalam Upaya mengisi Kemerdekaan Indonesia.
KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
Demokrasi Parlementer
MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950 – 1959 SK 1 KD 4 SM1
Disusun Oleh Kelompok 3:
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Modul Sistem Politik Indonesia LEMBAGA / BADAN EKSEKUTIF
KABINET NATSIR.
Nama kelompok : 1. Chyndia Bella N. R 2. Dewi Tiyas Saputri 3
KELOMPOK 2 SUB BAB Masa Demokrasi Liberal (08)
DEMOKRASI LIBERAL DAN TERPIMPIN
Militer dan Budaya Politik Indonesia
KISAH KELAM PEMBERONTAKAN PRRI & PERMESTA
SEJARAH Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal KELOMPKOK 3 :
Indonesia pada masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Oleh : Johannes Sidabalok, S.Pd.
PERAN DAN NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH NASIONAL DAN DAERAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA PADA MASA R. Suharso.
Konferensi Asia Afrika (KAA)
A.Kehidupan Politik Indonesia di Masa Demokrasi Parlementer B.Kehidupan Ekonomi Indonesia di Masa Demokrasi Parlementer C.Kehidupan Politik Indonesia di.
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
PENGERTIAN Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional. Pemerintahan dalam arti luas adalah.
EKONOMI POLITIK ORDE LAMA M. Husni Mubaraq, S.Sos.I, MAP Oleh : 18 Agustus 1945 – 11 Maret 1967.
Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI.
1 Daftar Riwayat Hidup Pertemuan 1. 2 DINAMIKA UUD 1945 Pertemuan 1.
PERKEMBANGAN POLITIK&EKONOMI BANGSA INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN PERKEMBANGAN POLITIKPERKEMBANGAN EKONOMI.
Dewan perancang Nasional Pada masa Demokrasi terpimpin Disusun oleh: Kelompok 1.Sita aristania 2.Karmila Putri 3.Euis Purnamasari 4.Widiya Linda A.
Transcript presentasi:

Oleh: Yogi Ananta Suria (03) Nur Azizah (13) IPS Bab 4: Peristiwa-Peristiwa Politk dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan Oleh: Yogi Ananta Suria (03) Nur Azizah (13)

D. Dampak Persoalan Hubungan Pusat Daerah terhadap Kehidupan Politik Nasional dan Daerah Sampai Awal Tahun 1960-an

1. Hubungan Pusat-Daerah Pada tanggal 27 Desember bangsa Indonesia telah berhasil melaksanakan agenda besar yakni Pemilihan Umum I tahun 1955. Pemilu I tersebut telah terlaksana dengan lancar dan aman. Hanya saja hasil dari Pemilu I tersebut belum dapat merubah nasib bangsa Indonesia ke arah yang lebih sejahtera karena parta- partai politik hanya memikirkan kepentingan partainya. Terbentuknya Kabinet Ali Sastroamijoyo II pada tanggal 24 Maret tahun 1956 tidak berumur panjang karena mendapat oposisi dari daerah- daerah di luar Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan pembangunan daerah. Oposisi dari daerah terhadap pemerintah pusat ini didukung oleh para panglima daerah.

Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri (seperatis) dari pemerintah pusat, yakni : Pada tanggal 20 November 1956 di Padang, Sumatera Barat berdiri Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Achmad Husein. Di Medan, Sumatera Utara berdiri Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon. Di Sumatera Selatan berdiri Dewan Garuda yang dipimpin oleh Kolonel Barlian. Di Manado, Sulawesi Utara berdiri Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual. Terbentuknya beberapa dewan di atas merupakan oposisi dari daerah guna melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah pusat. Pangkal permasalahannya adalah masalah otonomi serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Hal ini menjadikan hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah kurang harmonis. Dalam menghadapi gerakan beberapa dewan di atas, pemerintah melakukan musyawarah untuk menyelesaikan masalah antara Pemerintah Pusat dengan daerah-daerah. Akan tetapi, usaha- usaha musyawarah pemerintah tidak dapat menyelesaikan permasalahan, malah memunculkan pemberontakan terbuka pada bulan Februari 1958, yang dikenal sebagai Pemberontakan PRRI-Permesta. Jadi hubungan pemerintah pusat dan daerah yang kurang harmonis mengakibatkan munculnya pemberontakan di daerah-daerah sehingga mengganggu stabilitas politik.

PERSAINGAN GOLONGAN AGAMA DAN NASIONALIS Persaingan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam mulai terasa sejak tahun 1950. Partai- partai politik terpecah- pecah dalam berbagai ideologi yang sukar dipertemukan dan hanya mementingkan golongannya sendiri. Rata-rata tiap tahun berganti kabinet, sehingga dalam waktu singkat saja dari tahun 1950-1955 terdapat 4 buah kabinet yang memerintah. Kabinet- kabinet tersebut secara berturut-turut sebagai berikut : Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951. Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Masyumi. Pada tanggal 20 Maret 1951 Kabinet Natsir bubar sehingga mandatnya diserahkan kepada Presiden Soekarno pada tanggal 21 Maret 1951. Adapun penyebab bubarnya kabinet ini antara lain kegagalan perundingan soal Irian Barat dengan Belanda. Selain itu juga pembentukan DPRD dianggap menguntungkan Masyumi sehingga menimbulkan mosi tidak percaya dari Parlemen. Kabinet Sukiman (t anggal 26 April 1951- Februari 1952). Kabinet ini mulai resmi dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) dan Suwirjo (PNI). Dalam melaksanakan politik luar negerinya, Kabinet Sukiman dituduh terlalu condong kepada Amerika Serikat, yakni dengan ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act (MSA). Terhadap masalah ini Masyumi dan PNI mengajukan mosi tidak percaya dan jatuhlah Kabinet Sukiman. Selanjutnya Kabinet Sukiman menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno pada bulan Februari 1952.

Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953). Kabinet ini dipimpin oleh Mr Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953). Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo (PNI). Kabinet Wilopo berusaha melaksanakan programnya sebaik-baiknya. Akan tetapi banyak masalah yang dihadapi antara lain timbulnya gerakan separatisme, yakni gerakan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat. Misalnya di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintah pusat dengan alasan karena kekecewaan akibat ketidakseimbangan alokasi keuangan yang diberikan pusat ke daerah. Selain itu juga adanya tuntutan diperluasnya hak otonomi daerah. Kekacauan politik diperparah dengan adanya Peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Timur pada tanggal 16 Maret 1953. Dalam peristiwa ini polisi mengusir para penggarap tanah milik perkebunan. Penduduk yang dihasut oleh kaum komunis menolak pergi dan melawan aparat negara. Akhirnya terjadilah bentrokan antara penduduk dengan polisi. Peristiwa ini memunculkan mosi tidak percaya yang kemudian kabinet Wilopo jatuh pada tanggal 2 Juni 1953.

4. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955) Kabinet ini terbentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamidjoyo dari unsur PNI sebagai Perdana Menteri. Walaupun banyak menghadapi kesulitan, kabinet Ali I ini berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia- Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Pada tanggal 24 Juli 1955 Kabinet Ali I jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNIAD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD. Dengan sistem kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi dipe gang oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri ini bersama para menteri (kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen. Jadi apabila parlemen tidak menyetujui kebijakan pemerintah maka dapat menjatuhkannya. Pada waktu itu Parlemen terlalu sering menjatuhkan kabinet maka pemerintah tidak dapat menjalankan programnya. Persaingan ideologi juga tampak dalam tubuh konstituante. Konstituante hasil Pemilu I mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Pada saat itu negara dalam keadaan kacau disebabkan oleh pergolakan di daerah. Anggota- anggota Konstituante juga seperti anggota- anggota DPR, yakni terdiri dari wakil- wakil dari puluhan partai. Mereka terbagi atas dua kelompok utama yakni kelompok Islam dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam. Antara dua kelompok tersebut ternyata tidak pernah tercapai kata sepakat mengenai isi Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante yang selalu diwarnai dengan perdebatan ini akhirnya mendorong presiden mengemukakan gagasan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang berlangsung sampai awal tahun 1960-an mengakibatkan keadaan politik nasional tidak stabil. Hal tersebut sangat mengganggu jalannya pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.

3. Pergolakan Sosial Politik

Pemberontakan-pemberontakan yang merupakan pergolongan sosial politik pasca pengakuan kedaulatan ialah: Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Pemberontakan Andi Azis Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI ) dan Pemberontakan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan Andi Azis

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

PRRI dan Permesta