UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG AS-SUNNAH Oleh; SayanSuryana, S.Sos.MM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Mari Kawan Merenung sejenak
Kedudukan As-Sunnah As-Sunnah Penjelas Al-Qur’an Penafsir Al-Qur’an
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw. “Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati”(Q.S. 4:65). “Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7). “Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni). “Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku”(H.R. Abu Daud).
Kedudukan As-Sunnah: Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5) Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4: 65)
Mari Perhatikan Sebuah negeri ironi tanpa mengimami Qur’an
Kedudukan dan fungsi sunnah terhadap Alquran, antara lain: Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Alquran. Sunnah merinci pernyataan Alquran yang bersifat global. Sunnah membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Alquran. Sunnah memberi pengecualian pada pernyataan Alquran yang bersifat umum. Sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
Istilah-istilah dalam Ilmu Hadis Sanad, adalah rangkaian para periwayat yang menukilkan hadis secara berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada periwayat terakhir. Matan, adalah isi yang terdapat dalam hadis itu sendiri. Rawi, adalah orang yang menerima suatu hadis dan menyampaikannya kepada orang lain.
Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadis Semasa hidup Rasulullah Saw., hadis masih berupa ucapan dan perbuatan Nabi yang didengar dan disaksikan langsung oleh para sahabat, penulisan hadis belum lumrah ketika itu. Setelah Rasulullah wafat (pada priode sahabat), perhatian terhadap pencarian dan penyebaran hadis ke segenap daerah Islam mulai tumbuh.Tetapi pada masa itupun penyampaian hadis masih berupa riwayat lisan. Ide pengumpulan dan penulisan hadis baru muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yaitu ketika Umar bin Abdul aziz menjabat sebagai khalifah pada awal abad ke-2 H.
Ditinjau dari bentuknya Macam-macam As-Sunnah Ditinjau dari bentuknya Fi’li (perbuatan Nabi) Qauli (perkataan Nabi) Taqriri (persetujuan atau izin Nabi) Ditinjau dari segi jumlah orang2 yang menyampaikannya Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
Macam-macam As-Sunnah Ditinjau dari kualitasnya Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik. Dhaif, yaitu hadits yang lemah Maudhu’, yaitu hadits yang palsu. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya Maqbul, yang diterima. Mardud, yang ditolak.
Hadits Palsu Motif- motif pembuatan hadis palsu, di antaranya karena: Politik dan kepemimpinan Fanatisme golongan dan bahasa Kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam Dorongan untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama Soal-soal fikih dan pendapat dalam ilmu kalam Kesehatan-kesehatan sejarah, dan lain-lain
Ciri-ciri hadis palsu, antara lain: Pengakuan pembuatnya Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadis palsu Bertentangan dengan akal pikiran yang sehat Bertentangan dengan ketentuan agama, “aqidah Islam” Bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i Mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sedehana Mengandung kultus-kultus individu Bertentangan dengan fakta sejarah, dan lain-lain.
sambutan Sekian..... Sampai Jumpa