Materi 1. Ruang Lingkup & Sejarah Usaha tani Oleh : Silvana Maulidah, SP. MP.
1. DEFINISI USAHATANI DAN ILMU USAHATANI Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Adiwilaga (1982), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu. Menurut Mosher (1968) usahatani adalah: suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji atau himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya . Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.
2. GAMBARAN USAHATANI DI INDONESIA Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya Soekartawi, 1986 Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Kesulitan utama dalam menganalisis perekonomian rumah tangga tani di negara berkembang seperti Indonesia karena: Sifat dwifungsinya : produksi dan konsumsi yang kadang tidak terpisahkan. kuatnya peranan desa sebagai unit organisasi sosial dan perekonomian. Menurut Tohir (1983) ,Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani dapat diukur dari berbagai aspek. Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani, yaitu: Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip sosial ekonomi yang melekat padanya, usaha tani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: Usaha tani yang memiliki ciri-ciri ekonomis kapitalis Usaha tani yang memiliki dasar ekonomis-sosialis-komunistis Usaha tani yang memiliki ciri-ciri ekonomis Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan tanah: Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara dicangkul (dipacul). Tingkat pertanian yang ditandai dengan pengelolaan tanah secara membajak
3. KAITAN USAHATANI DENGAN AGRIBISNIS Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai pengadaan saprodi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran dihasilkan usahatani atau hasil olahannya. Lembaga Penunjang : Bank Koperasi Lembaga Pendidikan Angkutan Pasar Pasca Panen dll Distribusi Penyimpanan Pengolahan Usahatani : Skala besar Skala kecil Pangan Sayuran Bunga Perkebunan Ternak Ikan Pengadaan dan Penyaluran Saprodi - Bibit - Benih Pupuk - Pestisida - Obat-obatan Mesin pertanian Bahan bakar Kredit Dll. Tata niaga penunjang: -dalam negeri -luar negeri Diagram Keterkaitan antara Usahatani dengan Agribisnis
4. KLASIFIKASI USAHATANI Pola usahatani Terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah ,lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu : Sawah dengan pengairan tehnis Sawah dengan pengairan setengah tehnis Sawah dengan pengairan sederhana Sawah dengan pengairan tadah hujan Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai Tipe usahatani Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan. Macam tipe usahatani : Usahatani padi Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung)
Cara penyusunan tanaman: Usahatani Monokultur: Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. Pola ini idak memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada Lahan Yang sama. Pola tanam monokultur banyak dilakukan Petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit. Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan Menurut Suryanto (1990) dan Tono (1991) bahwa prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya : Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau lebih mempunyai umur yang tidak sama Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda. Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur hara. Tanaman mempunyai perbedaan perakaran.
5. SEJARAH PERKEMBANGAN USAHATANI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Aceh Darussalam Sektor pertanian di wilayah Aceh Darussalam mulai berkembang sejak tahun 1607-1636 melalui kegiatan perdgngan hasil bumi sektor pertanian seperti cengkeh, kopra, dan pala kepada pedagang asing. Tahun 1960 selama masa penjjhan Belanda, sektor pertanian m,enjadi mt pencaharian utma masyarakat Aceh. Meskipun sektor pertanian mulai menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun masih sangat penting kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan pendapatan utama bagi mereka.
Bengkulu Sektor pertanian di daerah Bengkulu telah hadir sebelum abad ke-15, dan produksinya hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan setempat. Sementara pada jaman penjajahan Belanda, kegiatan pertanian rakyat lebih ditekankn dengan diadkannya sistem tanam paksa kopi. Dalam perkembangannya penggunan lahan produkstif pada masa pelita I sampai III, ternyata belum optimal yang hanya mencapai 6,65% dati total luas daerah. Pertanian tersebut dikembangkan dengan tradisional berupa pertanian ladang, sawah, kebun campuran dan pekarangan. Sampai saat ini banyak kendala yang masih dihadapi sektor pertanian Bengkulu diantara: terbatasnya lahan yang mendapat pengairan teknis sempurna dan masih banyaknya lahan yang mempunyai sifat derajat keasaman tinggi. intensifikasi umum lebih besar daripada intensifikasi khusus sehingga produktifitas per satuan luas masih rendah. lambatnya pelaksanaan percetakan sawah baru dan lokasi pencetakan sawah yang sudah dilaksanakan terpencar-pencar. lahan usaha tani umumnya bergelombang Tingkat pengetahuan petani rata-rata masih rendah terutama dalam pengelolaan usaha tani antara lain karena kurangnya informasi pasar dan pengetahuan petani dalam pemasaran hasil pertanian