Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Pertemuan ke 9 dan 10
Pengertian Ilmu Pengetahuan (sains) adalah “suatu sistem pengetahuan yang berhubungan dengan dunia fisik beserta fenomena-fenomenanya yang memerlukan suatu pengamatan yang tidak didasari prasangka apapun melainkan berdasarkan eksperimen yang sistematik. Secara umum, sains melibatkan penggunaan kebenara-kebenaran umum atau bekerjanya hukum-hukum yang mendasar untuk memahami corak fenomena”. (Encyclopedia Britannica) Teknologi adalah cara dan keterampilan untuk embuat sesuatu. Yang dimaksudkan adalan sains terapan. Sains membutuhkan ; pengamatan atau observasi.
Buddha bersabda: “... Oleh karena itu, warga suku kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang di desas desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang ditulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika atau kesimpulan belaka, juga apa yang dikatakannya telah direnungkan dengan seksama, juga apa yang cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu ... Tetapi terimalah kalau engkau sudah membuktikannya sendiri” (Kalama sutta) Ehipassiko = datang - lihat - buktikan = come and see
Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu Memiliki pengetahuan luas dan keterampuilan adalah berkah utama (Mańgala Sutta) Dalam Natha Sutta, Dasakanipata, Anguttara Nikaya; Buddha menyatakan bahwa dengan memiliki pengetahuan luas, seseorang berarti telah membuat pelindung bagi dirinya sehingga dapat terhindar dari kehidupan yang penuh penderitaan.
Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. (Dhammapada 152) Seseorang semakin beranjak tua sepantasnya bertambah dalam kebijaksanaannya. Tetapi sebagaimana usia kronologis tidak selalu persis sama dengan usia biologis atau waktu fisiologis dengan waktu psikplogis, demikian pula halnya dengan ketuaan atau usia lanjut bukan jaminan terdapatnya kebijaksanaan atau kesucian.
Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu Seseorang tidak disebut thera (orang lebih tua) hanya karena rambutnya telah memutih. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut orang tua yang tidak berguna. (Dhammapada 260) Orang yang memiliki kebenaran dan kebijakan, tidak kejam, terkendali dan terlatih dari noda-noda, sesungguhnya ia patut disebut thera (orang yang lebih tua). (Dhammapada 261)
Medan-Medan Konflik antara Agama dan Sains Menyangkut eksistensi pencipta, proses penciptaan, dan kewibawaan kitab suci. Kasus Galileo bahwa bumi bulat Kasus Giordano Bruno (1547 - 1600) penjara 7 tahun dan dibakar hidup-hidup mengungkapkan bahwa dalam semesta mungkin terdapat banayak dunia.
Hubungan Buddhisme dengan Sains Albert Einstein (1879 - 1955) - agama masa depan adalah agama yang dapat mengatasi kebutuhan ilmiah modern, agama itu adalah buddhisme. Ajaran Buddha tidak dibangun berdasarkan keyakinan pada suatu kekuatan adikodrati yang mencipta dan mengatur nasib manusia tetapi berdasarkan hukum kausalitas. Menghargai kebebasan berpikir dan verifikasi melalui pengalaman. Karena itu keyakinan dalam agama Buddha bersifat rasional, tumbuh berdasatkan kebijaksanaan yang bersih dari takhayul.
Pengaruh Buddhisme terhadap Sains Konsep atom menyerupai cara Buddha menjelaskan mengenai Tilakkhana (anicca-dukkha-anatta). Robert Oppenheimer (1904 - 1967) menerangkan posisi elektron dg mengutip cara Buddha menjawan pertanyaan tentang kondisi arahat setelah meninggal dunia. Umat Buddha mengenal teknologi konstruksi dan arsitektur bangunan yang menakjubkan (ex. Borobudur) dll
Pengaruh Sains terhadap Buddhisme Semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakinmemudahkan seseorang memahami Buddha-Dharma. Misal; dulu orang menganggap ruangan kosong hanya mengandung udara sekarang orang dpt mengandung oksigen dan gas-gas lainnya. Buddha menjelaskan bahwa seringkali panca indera kita memberikan pengetahuan yg tidak tepat dan menyesatkan. Apakah pengetahuan semacam ini perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba gajah lalu mendebatkannya (Udana, 68-69) Sains dan Tekhnologi memberi pengaruh banyak terhadap pernyiaran Buddha Dharma; seperti penemuan kertas, teknologi cetak, digital, arsitektur, media audio, media elektrik, internet dll.
Perbedaan Posisi Sains dan Buddhisme Motif dan metode IPTEK : berkembang lewat suatu proses dan terdorong oleh kebutuhan atau kepentingan mengembangkan pengetahuan demi pengetahuan, sedangkan Buddhisme; mengembangkan pengetahuan demi penyelamatan. Buddhisme; untuk meningkatkan usia dan harapan hidup manusia, harus menghindari pembunuhan, taat pada aturan moral, dan melaksankan kebajikan (D. III, 73-74), Sedangkan IPTEK menawarkan bank organ hidup untu mengganti organ yang rusak, membuat suatu temuan untuk memperlambat pertumbuhan. IPTEK mengubah dunia luar untuk membuat hidup lebih nyaman, sedangkan Buddhisme merubah dunia dalam diri manusia agar lebih baik. IPTEK mampu menjawab persopalan umum yang dihadapai manusia seperti kelaparan, tetapi tidak dapat menjawan apa itu tujuan hidup manusia, dan Buddhisme memberikan jawaban ini dengan tepat. Kebenaran ilmiah bersifat sementara dan relatif, sedangkan Dharma tidak lapuk oleh waktu, menuntun kekebebasab (A. III, 285)
Perbedaan Posisi Sains dan Buddhisme Ukuran Peradapan Teknologi seringkali dipandang sebagai ukuran peradapan manusia, sedangkan bagi Buddhisme adalah kesucian. Seringkali teknologi membuat kebanyakan orang mengejar kepuasan indra dan kenikmatan duniawi, sedangkan Buddhisme justru membatasi pemuasan nafsu indra. Apakah orang yang masih mengejar pemuasan nafsu inderawi dapat menikmati kepuasan surgawi? Buddha membandingakan pemuasan nafsu inderawi dengan penderita kusat. orang yang sakit kusta yg merasa lega dan puas setelah menggaruk atau bahkan membakar lukanya. Apabila ia telah sembuh, maka tiadak mau lagi melakukan perbuatan yang sama. Terdapat kesenangan lain daripada kepuasan indra, yg memberi alasan kenapa seseorang melepaskan diri dari kemelekatan nafsu indrawi. (M.I, 502-508)
Kaitan Sains dengan Moral IPTEK dipandang tidak mampu membuat manusia menjadi lebih baik atau bermoral. Egoisme dan keserakahan manusia, berpotensi merendahkan martabat bahkan menghancurkan. Menurut Buddha, pengetahuan bagi si dungu membawa kesengsaraan, menghancurkan kebaikannya, dan membelah kepalanya sendiri. (Dhp. 72) Agenda perkembangan IPTEK telah menjadi agenda agama pula, khususnya menyangkut etika dan moral.
Be Happy