FONOLOGI Angela Wyda S / 2601412074 Vivi Olga S / 2601412075 Nur Izza F / 2601412078
2.4 Fonem Khas Bahasa Jawa BAHASA JAWA Aspirat Bunyi Pranasal
Bunyi Aspirat Semua bunyi hambat bersuara dan tak bersuara dalam bahasa jawa cenderung diikuti bunyi aspirat, yaitu bunyi frikatif glottal tak bersuara, atau bunyi [h] seperti beberapa contoh berikut. bapak → [bhaphaɁ] ‘bapak’ bisa → [bhisᴐ]’dapat’ saba → [sᴐbhᴐ] ‘pergi’ sabar → [sabhar] ‘sabar’ punuk → [phunƱɁ] ‘tengkuk’
Bahkan, bunyi semi vocal bilabial bersuara [w] dan [y] serta bunyi lateral dental bersuara [I] juga beraspirat. Namun, serta [w] dan [I] yang bersifat itu cenderung terdapat pada kata yang berbentuk partikel seperti beberapa contoh berikut. we → [whe] ‘we’ wo → [who] ‘wo’ wa → [wha] ‘wa’ ya → [yha] ‘ya’ yo → [yho] ‘yo’ ya ben → [yhbhən] ‘ya biar’ lo → [lho] ‘lo’ la → [lha] ‘la’
Dalam bahasa jawa antara bunyi hambat bersuara dan tak bersuara yang beraspirat dan yang tak beraspirat tidak membedakan makna, tidak seperti bahasa Khmer-Kamboja. Dalam bahasa itu bunyi beraspirat dan tak beraspirat membedakan makna. Berikut disajikan beberapa contoh. [pha:] >< [pa:] ‘kain sutra’ ‘ayah’ [thu:] >< [tu:] ‘santai’ ‘dada’ [kha] >< [ka] ‘bulan’ ‘memperbaiki’
Bunyi Pranasal Pranasal itu merupakan bunyi nasal yang selalu mendahului suatu kata ketika kata tersebut diucapkan. Namun, pranasal itu tidak mengubah jenis dan makna kata jika mengubah jenis dan makna kata, nasal yang semula diduga sebagai pranasal, kemungkinan besar bukan merupakan pranasal, melainkan merupakan afiks nasal. Semua bunyi hambat bersuara [b], [d], [ɖ], [j], dan [g] yang terletak pada awal kata tersebut cenunyi nasal cenderung menyatakan nomina tempat, bunyi hambat bersuara tersebut akan didahului bunyi nasal atau mengalami prenasalisasi seperti beberapa contoh berikut.
Bali. →. [mbhali]. Bandung. →. [mbhanɖhƱŋ]. Bogor. →. [mbhᴐghᴐr] Bali → [mbhali] Bandung → [mbhanɖhƱŋ] Bogor → [mbhᴐghᴐr] Bayalali → [mbhᴐyᴐlali] Demak → [ⁿdhəmaɁ] Duren → [ⁿdhurhn] Delanggu → [ⁿdhəlŋagu] Dlepih → [ⁿdhləpIh] Dili → [ⁿɖhili]
Ada beberapa nomina tempat yang berawal dengan konsonan hambat yang tidak mangalami prenasalisasi,yaitu Jakarta,Jepang dan Jerman. Adverbial yang berawal bunyi dengan bilabial /b/pun ada pula yang mengalami prenalisasi,boten [mbotən],bokbilih[mbᴐɁbilIh],bokmanawa[mbᴐɁmənᴐwᴐ]. b ᵐb d ⁿd ɖ # (NT) ⁿɖ # (NT) j ᵑ j g ᵑg
Rumus diatas dibaca:bunyi [b],[d[,[ɖ],[j], dan [g] pada awal kata yang menyatakan nomina tempat (NT) akan berubah manjadi [ᵐb], [ⁿd],[ᵑ j], dan [ᵑg] atau dapat pula dibaca dengan bunyi hambat bersuara yang menyatakan nomina tempat akan mengalami pranasal secara homorgan pada bunyi hambat bersuara terbut.
Diftong dan Monoftong Diftong atau vokal rangkap merupakan deret dua fonem vokal yang berbeda yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Contoh danau,pulau dan kerbau.Bahasa Jawa standar tidak memiliki diftong karena cenderung berupa vokal tunggal.Diwilayah Jawa Timur diftongisasi sering digunakan untuk mengungkapkan makna ‘intensitas’. Abuh [abhƱh] oabuh [oabhƱh] Apik [aphIɁ] oapik [oaphIɁ] Gedhe [ghəɖhe] guedhe [ghuʷəɖhe]
Dikaresidenan Yogjakarta dan Surakarta cenderung menggunakan variasi fonem vokal atau menambahkan banget atau temen. Abang [abhaŋ] abing [abhiŋ] Gedhe [ghəɖhe] gedhi [gəɖi] Lara [lᴐrᴐ] laru [lᴐru] Abang abang banget abang temen Bodho bodho banget bodho temen
Gugus Konsonan (Klaster) Yaitu jika terdapat dua konsonan yang berbeda berderet dan membentuk satu kesatuan.Dengan kata lain,vokal rangkap disebut diftong dan konsonan rangkap disebut Klaster. [bl] → blirik, bleseg,blarak [br] → bribik, brayat, brutu [by] → byar, ambyur, abyor [jw] → jwawut
Urutan Fonem Urutan fonem dalam suku kata bahasa Jawa atau kaidah fonotaktik bahasa Jawa ialah V,VK,KV,KVK,KKV, dan KKVK.Urutan paling alamiah adalah KV. a. V iki (i-ki),edan (e-dan) b. VK imbang (im-bang),entheng (en-theng) c. KV dina (di-na),kena (ke-na) d. KVK gimbal (gim-bal),genter (gen-ter) e. KKV tliti (tli-ti),blero (ble-ro) f. KKVK blimbing (blim-bing),prentah (pren-tah) Urutan fonem kata ndlosor,ndlesep lan mblora seharusnya KKVK,tetapi bunyi nasal yang mendahilui kata tersebut tidak dihitung sebagai fonem tersendiri sebab bunyi tersebut berupa pranasal (prenasalisasi) yang tidak dapat di jadikan kaidah fonotaktik bahasa Jawa.
TERIMA KASIH