Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
Advertisements

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
Ekonomi dari Perubahan Iklim Nicholas Stern Dewan Perwakilan Rakyat Jakarta 23 Maret 2007.
Azmi Nur Aini Adam Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat (2012) MENELUSURI INTERVENSI AMERIKA SERIKAT PADA PEREKONOMIAN INDONESIA.
Hak Atas Lingkungan Hidup adalah Hak Asasi Rakyat
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Persaingan dalam pasar bebas (Memahami konteks bisnis global)
PENDAHULUAN SEJARAH PAJAK DI INDONESIA Sebelum Abad XV
DUALISME Pengertian Pengaruh Dualisme
Pengantar Umum : Industri dan Lingkungan, Baku Mutu Air/Air Limbah
Suharnoko dan Andri Gunawan.  Meningkatnya banjir dan tanah longsor;  Meningkatnya kekeringan dengan segala dampaknya terhadap pertanian, perkebunan.
SMP Kelas 3 Semester 1 BAB I
Pendahuluan Limbah telah lama mengitari kehidupan manusia terutama setelah dikenal adanya peradapan menetap di suatu tempat dan membentuk koloni. Secara.
Pertemuan 3 TANGGUNG JAWAB MORAL PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Kelompok Destroy: 1.Revy Hervyan 2.Sakti Dwiantara 3.Shafira Persadi 4.Virna Zulfia 5.Yudhistira Mahardika 6.Fitra Ramdhani.
Kelompok fraternite (XI IIS 3)
Baku Mutu Lingkungan.
ILMU EKONOMI LAHIRNYA ILMU EKONOMI ISTILAH MASA SILAM BATASAN.
XII. PERKEMBANGAN KOPERASI DI NEGARA BERKEMBANG
Hutang Luar Negeri.
Oleh: DIAN ARDI WAHYU AJI MICHAEL
MANAJEMEN LINGKUNGAN PERTEMUAN KE-2.
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PENGANTAR KERJASAMA INTERNASIONAL
PERLINDUNGAN KONSUMEN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
GREEN POLICY: Local Wisdom
AUDITA NUVRIASARI, SE, MM
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
BAB 6 PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAH
HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA/ PEMERINTAH
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Kota yang berkelanjutan
Perspektif Internasional Mengenai Akuntansi Keuangan
SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Perspektif Internasional Mengenai Akuntansi Keuangan
PENGERTIAN NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG
PERKEBUNAN DAN MASALAHNYA
BISNIS GLOBAL.
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Negara Maju Negara Berkembang
NEGARAKU-TUMPAH DARAHKU Kebanggaan Sebagai Warga Negara Indonesia
PEMILU DAN KELEMBAGAAN EKONOMI
KEDUDUKAN dan RUANG LINGKUP
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Pertemuan 3 TANGGUNG JAWAB MORAL PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA
KELOMPOK KONSTATINOPEL
LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Solusi Isu-Isu Lingkungan
DI INDONESIA Disusun oleh: Nadia Puspaningtyas A. A
Masalah Ekonomi dan Kaitannya dengan Kelangkaan Kebutuhan Manusia
MANAJEMEN SAMPAH DAN SANKSI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
DUALISME Pengertian Pengaruh Dualisme
PERKEMBANGAN AWAL DAN TUJUAN VOC
Perkembangan Perencanaan
KELOMPOK FRATERNITE (XI IIS 3) -HAFIZH FADHLI (14) -MELISSA CHRISTINA (19) -PANDU RAMA (23) -RIFQI ACHMAD NAUFAL (27) -SALSABILA ANNISA (31) -SHARISSA.
Keadilan dan hak hak minoritas. Negara kita yaitu Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam jenis ras, suku, agama, kebudayaan, dll, hal.
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
Lingkungan yang Bersih
GREEN POLICY: Local Wisdom
TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI. 1. Pendahuluan Untuk melestarikan lingkungan perkotaan yang layak huni, keseimbangan antara fungsi- fungsi tersebut.
KEDUDUKAN & RUANG LINGKUP
BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Sustainable Development Goals (SDGs)
DINAMIKA ORGANISASI INTERNASIONAL Miftah Hayati Sharfina Fadhilah Sumondang Ruthy Mataya Gultom
PRESENTATION GLOBALISASI DI BIDANG HUKUM. NAMA ANGGOTA 1.PUTRA HANDOYO 2.FEBRY ENDRIANI 3.JONATHAN FAZA 4.ARTHA ZABILHA 5.M.RAJAB 6.MONICA DWI 7.WAHYU.
Transcript presentasi:

Utang Ekologis dalam perspektif HAM: Konteks Indonesia Arimbi Heroepoetri debtWATCH Indonesia

Akar penindasan tidak dimulai ketika para negara maju menyetujui pendirian Bank Dunia dan peletakan cikal bakal Lembaga Perdagangan Dunia (WTO) usai Perang Dunia ke-2 di tahun 1944. Tetapi jauh sebelum itu. Dapat dikatakan dimulai sejak abad 15 ketika negara-negara Eropa memulai misi perdagangannya berbekal meriam mengkolonisasi ke bangsa-bangsa di belahan dunia lain; ke Afrika, ke Amerika dan ke Asia. Jika 500 tahun yang lalu, negara – negara adi daya dikuasai oleh Inggris, Portugis, Perancis dan Belanda, maka sekarang negara-negara maju dikuasai oleh 7 negara, yaitu: Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Itali, Kanada dan Perancis.

Jika tujuh abad lalu, negara-negara adi daya melakukan kolonialisasi untuk perdagangan dengan dukungan penuh persenjataan yang kuat dan lengkap, maka sekarang alasan tidak jauh berbeda namun tidak lagi didukung oleh persenjataan yang kuat, tetapi oleh aturan perdagangan lewat WTO,(World Trade Organization) dan dukungan dana lewat lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB). Nama dan pelaku boleh berganti, tetapi tujuannya tetap sama: mencari keuntungan sebesar-besarnya, dengan menjajah negara-negara lain.

Dampak penjajahan ratusan tahun lalu masih terasa sampai sekarang, yang lebih banyak buruk dari pada kebaikannya. Untuk Indonesia, sebut saja sistem Tanam Paksa di abad 18 tidak saja membuat para petani kehilangan kedaulatan akan lahan dan kebebasan untuk bercocok tanam, tetapi juga mengakibatkan penderitaan ratusan ribu buruh perkebunan dan keturunannya yang hidup sebagai budak. Jejak mereka masih dapat ditemui di perkebunan-perkebunan di Jawa dan Sumatera dengan standar kehidupan tetap miskin dan jauh dari akses ke pendidikan.

Kesemua perilaku penjajahan di masa silam itu, memang telah terjadi berabad-abad lalu, namun dampak kerusakan ekologis, budaya dan ekonomi masih berlangsung sampai sekarang. Belum lagi, perbuatan penindasan tersebut belum pernah melewati proses pengadilan yang adil bagi para korban-korbannya. Lihat saja bagaimana pelaku penindasan dan sang korban memandang sebuah kondisi yang berbeda. Tahun 2002 baru saja lewat, dan negeri Belanda baru saja merayakan 400 tahun VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) secara meriah sepanjang tahun 2002. Bagi kita, bangsa Indonesia, merupakan peringatan dari kepahitan, penindasan, kegetiran, penghinaan, pembodohan dan pengkurasan yang dilakukan VOC selama hampir dua abad mereka beroperasi di Indonesia.

Karena itu menghitung ulang kembali utang-utang sejarah dan utang ekologis menjadi penting untuk menyeimbangkan neraca hubungan negara-negara utara dan selatan. Jika benar Indonesia berutang sebesar Rp. 1500 triliun, maka itu adalah utang finansial, yang tidak memperhitungkan nilai sejarah dan ekologis. Jika utang sejarah dan utang ekologis dimasukkan dalam kalkulasi utang antara negara maju dengan Indonesia, maka sebenarnya yang berhutang adalah mereka para negara maju.

Kita –manusia-- semua menghuni bumi yang kaya raya, kita seharusnya saling bertanggung jawab untuk melestarikan keutuhan ciptaan Tuhan. Hubungan kita dengan kelestarian hidup bumi memunculkan beberapa macam utang.

Pertama, kita berutang kepada bumi atas sumber-sumber kehidupan yang diberikannya. Kedua, kita berutang kepada bumi atas kerusakan yang kita perbuat, dan ketiga, kita berutang kepada orang-orang yang terpinggirkan dan termiskinkan, terutama penduduk lokal yang paling langsung menjadi korban pertama atas kerusakan lingkungan.

Bumi mengalami defisit sebagaimana terlihat dari pencemaran udara, pencemaran air, kerusakan vegetasi, dan pencemaran tanah. Tanggung jawab defisit bumi ini ada pada pundak kita semua. Golongan kaya yang berjumlah sedikit, menikmati sendiri bagian yang sangat besar, tak sepadan dibanding dengan kapasitas yang mampu disediakan planet ini. Golongan ini, yang melakukan over-eskploitasi terhadap bumi, bukan saja berutang kepada bumi, tetapi juga kepada golongan mayoritas yang mengkonsumsi lebih sedikit jatah mereka yang seharusnya atas kekayaan bumi. Golongan kaya ini umumnya berada di negara-negara utara maupun mereka penduduk di negara-negara selatan yang mempunyai gaya hidup berlebihan.

Utang kerusakan lingkungan di atas disebut sebagai utang ekologis, dengan mengacu kepada tanggung jawab penduduk yang hidup di negara-negara industri atas kerusakan yang berlanjut akibat pola-pola produksi dan konsumsi mereka. ”Utang ekologis adalah utang yang diakumulasikan oleh negara-negara industri terhadap negara-negara Selatan karena perampasan sumber daya alam, timbulnya kerusakan lingkungan, dan pemakaian ruang lingkungan secara bebas untuk menimbun limbah berbahaya, seperti gas-gas efek rumah kaca, oleh negara-negara industri”.

Environmental Space (ruang lingkungan hidup) Adalah titik utama/persinggungan untuk melihat UE dari perspektif HAM Terjadi Perampokan ruang lingkungan hidup negara-negara miskin/berkembang oleh negara-negara maju, melalui eksploitasi SDA, pencemaran, dan konsumsi yang berlebihan.

HAM dalam konteks Utang Ekologis Hak menentukan nasib sendiri/ hak untuk menikmati sumber daya alam Hak aas lingkungan yang layak/ hak untuk memperoleh perlindungan atas dampak kerusakan lingkungan hidup HAM Generasi Ketiga: Bersifat kolektif dan perwujudannya bergantung pad akerja sama internasional

Hak untuk menentukan nasib sendiri Setiap bangsa harus secara bebas menguasai kekayaan alam dan sumber dayanya. (Pasal 22 DUHM, Pasal 1 Kovenan Sipol dan Kovenan Ekosob)

Hak atas lingkungan yang layak Penafsiran luas dari Hak atas Hidup, yaitu: Kewajiban antar negara, juga komunitas internasional untuk mencegah dan menjaga makhluk hidup Setiap negara harus menetapkan dan menjalankan monitoring dan sistem peringatan dini untuk mengidentifikasi bahaya Sebagsai norma imperatif, harus dalam kondisi apapun menjadi prioritas

Apa Tuntutan Kita Mereka yang menyalahgunakan biosfer, melanggar batas ekologis, dan memaksakan pola ekstraksi sumber daya alam yang tidak lestari berutang-ekologis sangat besar kepada rakyat di negara-negara selatan. Salah satu cara untuk memulai melunasi utang ini adalah dengan menghapus utang-finansial negara-negara berkembang kepada para kreditor dari Utara. Selain itu harus ada usaha signifikan untuk mengurangi defisit ekologis.

Beberapa caranya adalah: mengenakan pajak terhadap bahan bakar minyak dan sumber daya alam lainnya yang dipungut dari eksportir untuk menanggung biaya lingkungan dan biaya sosial akibat proses ekstraksi dan produksi sumber daya alam; membangun kesepakatan kompensasi dengan negara utara karena peran historis dan ekologis negara selatan sebagai ‘bak-cuci karbon’ emisi CO2 negara-negara utara yang berlebihan; Semua dana publik yang dibelanjakan oleh pemerintah, lembaga keuangan internasional, badan donor, lembaga kredit ekspor dan lain-lain dalam mensubsidi ekstraksi bahan bakar minyak, harus digunakan selain untuk investasi dalam bentuk energi bersih, terbarukan dan terdesentralisasi, dengan fokus pemenuhan kebutuhan energi bagi 2 miliar rakyat miskin di dunia;

Beberapa caranya adalah: Menyelenggarakan audit terhadap asal-usul utang-finansial negara-negara berkembang dan studi pararel tentang utang-ekologis dan sosial negara-negara utara kepada negara-negara selatan sejak masa lalu sampai sekarang; Pembagian keuntungan secara adil (fair-share) bagi masyarakat adat dan komunitas petani atas pemanfaatan khazanah pengetahuan mereka, juga pengembakbiakan tanaman pangan dan obat-obatan, oleh perusahaan agribisnis dan farmasi.