ASPEK SPASIAL ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Lukito Edi Nugroho Program S2 Magister Teknologi Informasi
Advertisements

RENCANA KERJA PEMERINTAH
H.Ghazaly Ama La Nora,S.Ip,M.Si Mercu Buana University
GOOD GOVERNANCE (TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK)
TUPOKSI LEMBAGA LOKAL DESA DAN PERAN MAHASISWA PLS DALAM PENDAMPINGAN SEBAGAI WUJUD DARI AGEN PERUBAHAN.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Nama: Siti rokhmayatun Prodi / Fak.: Bahasa inggris/Isipol
Good Governance Bab 12.
E- Government: Menuju Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi Indonesia
Good Governance Bab 12.
BIRO ADMINISTRASI AKADEMIK DAN KEMAHASISWAAN
Oleh: Kelompok V Yusrizal Rita Marlinda Suyitno Zulminiati
DESENTRALISASI KESEHATAN
PENGEMBANGAN KLASTER USAHA DI JAWA TENGAH
PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
Pengaruh Lingkungan luar terhadap Perubahan (2)
ARAH KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA
Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar
Good Governance Etika Bisnis.
MAKUL : MBS 2 sks Dr. Ratnawati Susanto, M.M.,M.Pd
ADPU 4440 ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH
TEORI DESENTRALISASI I
TIPE DAN ASAS PEMERINTAHAN LOKAL
OPTIMALISASI POTENSI EKONOMI DAERAH OLEH : DEDY ARFIYANTO , SE.MM
Lembaga Negara yang Independen
PERENCANAAN STRATEGIS TAHUN 2017
Apakah Struktur Organisasi itu?
REFORMASI ADM DAN GOOD GOVERNANCE, AKUNTABILITAS
TEORI DESENTRALISASI II
ADMINISTRASI PEMDA Konsep Dasar Pemerintahan Daerah
HUBUNGAN ANTAR PEMERINTAHAN – KELAS H
SISTEM PERENCANAAN STRATEJIK PEMBANGUNAN NASIONAL
OTONOMI DAERAH Definisi otonomi daerah  kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
OTONOMI DAERAH & KESEJAHTERAAN SOSIAL
CAPACITY BUILDING MARTINA P. DIAH, S.AP, M.AP.
Oleh : Bambang Supriyono
Good Governance Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik
Desentralisasi dan Demokratisasi di Daerah
MATA KULIAH DINAMIKA POLITIK LOKAL DOSEN: RATRI ISTANIA, SIP, MA
PENATAAN DAERAH OTONOM
OTONOMI, DESENTRALISASI, DAN FEDERASI
Pertemuan 2 Konsep Otonomi Daerah.
MASYARAKAT MADANI, GOOD GOVERNANCE, DAN GLOBALISASI
Berkelas.
KEBIJAKAN DESENTRALSIASI DAN OTONOMI DAERAH
SISTEM PERENCANAAN STRATEJIK PEMBANGUNAN NASIONAL
MASYARAKAT MADANI, GOOD GOVERNANCE, DAN GLOBALISASI
The Administration of Development & The Development of Administration
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
NAMA KELOMPOK: AIDA ROHMANI EVI NURLAILI
Otonomi Daerah dan Good Governace
DR.Suharto,SH.,M.Hum.
Kebijakan Pendidikan di Daerah
Pertemuan 2 Konsep Otonomi Daerah.
Partai Politik.
MASYARAKAT MADANI, GOOD GOVERNANCE, DAN GLOBALISASI
Workshop Pengawasan Novotel Hotel Jakarta, Mei 2017 Oleh : H. MAMAN SAEPULLOH, S.Sos., M.Si Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.
GOOD GOVERNANCE.
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
DESENTRALISASI & PEMERINTAHAN DAERAH
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
Penguatan Kapasitas Kecamatan untuk Meningkatkan Pelayanan Dasar
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
MUSRENBANG Perubahan RPJMD Tahun
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Akuntansi Sektor Publik Pertemuan 4 Dr. Ratna Wardhani
MODEL IMPLEMENTASI MODEL IMPLEMENTASI VAN METER & VAN HORN 10/25/20191 Komunikasi antar organisasi dan kgt pelaksanaan Standar dan sasaran kebijakan Karakteristik.
Transcript presentasi:

ASPEK SPASIAL ADMINISTRASI PEMBANGUNAN Irfan Ridwan Maksum DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

Pendahuluan Salah satu asumsi metodologis administrasi pembangunan terkait hubungan timbal balik dengan lingkungan administrasi adalah adanya pendekatan resiprokal dan transaksional. Administrasi pembangunan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan geografi sebuah negara bangsa disamping melalui manajemen pembangunannya, mampu mempengaruhi keadaan lingkungan geografi tersebut.

lanjutan Negara bangsa yang memiliki geografi dengan jumlah penduduk yang besar, sangat sulit mengandalkan administrasi yang sentralistik. Bahkan hampir seluruh negara bangsa di Dunia ini telah meninggalkan pola administrasi yang sentralistik semata. Idenya adalah dengan dekonsentrasi dan desentralisasi

DEKONSENTRASI Dekonsentrasi menghasilkan administrasi lapangan (field administration) dan pejabat lokal di daerah (field administrator). Alasan-alasan dikembangkannya administrasi lapangan bervariasi. Fried (1963) menyatakan bahwa administrasi lapangan dapat dikembangkan untuk kepentingan penetrasi politik warga negara. Namun demikian Fried juga mengakui adanya kepentingan pengembangan pelayanan kepada warga. Massam (1985) menyatakan bahwa adnministrasi lapangan dikembangkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, Rondinelli dan Cheema (1983) melihat adanya kemampuan untuk mengembangkan perencanaan secara lebih baik dengan adanya administrasi lapangan dalam pemerintahan.

PRO-KONTRA DEKONSENTRASI DEKONSENTRASI MERUPAKAN PENGHALUS DARI SENTRALISASI, JIKA HAMPIR SEMUA KEWENANGAN DIKEMBANGKAN ADMINISTRASI LAPANGAN MAKA SEMAKIN TINGGI SENTRALISASI. JIKA SEMAKIN KURANG, MAKA DERAJAT SENTRALSIASI PUN BERKURANG.

LANJUT KELOMPOK KONTRA MENGATAKAN: (1) ADMINISTRASI LAPANGAN MENGAKIBATKAN BIROKRATISASI; (2) PEMBENGKAKAN BIAYA; (3) TINGGINYA SPAN OF CONTROL SEHINGGA MEMBUTUHKAN KOORDINASI YANG TINGGI; (4) DAPAT MENGURANGI KAPASITAS ADMINISTRASI KARENA LAMBAN DENGAN MENINGKATNYA SUMBERDAYA INPUT, SEMENTARA KEPUTUSAN TETAP DI PUSAT; (5) TINGKAT PENERIMAAN MASYARAKAT LOKAL YANG CENDERUNG RENDAH; DAN (6) EFEK PENETRASI POLITIK BAGI LEMBAGA WAKIL PEMERINTAH (GENERAL).

lanjutan KELOMPOK PRO MENGATAKAN: (1) PENDEKATAN PELAYANAN (LEMBAGA SEKTORAL: SPECIALIST); (2) KAPASITAS ADMINISTRASI MENINGKAT KARENA SUMBER INFORMASI YANG MENYEBAR MAMPU DIDEKATI; (3) KOORDINASI DAPAT DITINGKATKAN MELALUI GENERALIST DI TINGKAT LOKAL; DAN (4) STANDARIDASAI PELAYANAN DAPAT LEBIH TERJAMIN.

Lanjutan Namun ciri Pembangunan dengan dekonsentrasi adalah ‘TOP-DOWN’. Ditentukan terlebih dahulu dari atas. Akibatnya kue pembangunan harus pula ditentukan dan ditumbuhkan terlebih dahulu dari atas. Akibat lanjutannya adalah cenderung mendorong kesenjangan, ketidakpuasan sebagian besar masyarakat, ketidak-efektifan pelaksanaan perencanaan pembangunan. AKHIRNYA DIKEMBANGKAN PEMERINTAHAN MASYARAKAT LOKAL (SENDIRI) ---Local Self Government dengan DESENTRALISASI

Tiga pendorong kebijakan desentralisasi (Rondinelli) Kegagalan perencanaan sentralistik Kebutuhan pengembangan dan pengelolaan program dan proyek pembangunan yang cepat dan inovatif Perkembangan kompleksitas masyarakat di daerah yang berdampak pada kegiatan pemerintahan yang semakin membengkak

Baik Bintoro maupun Kartasasmita sama-sama menyampaikan instrumen desentralisasi sebagai bagian dari administrasi pembangunan.

Lanjutan Oleh Tjokoramidjojo, dikatakan bahwa “Perhatian administrasi pembangunan adalah apakah usaha desentralisasi dalam berbagai bentuknya itu dapat lebih mendorong usaha-usaha perubahan ke arah pembaharuan dan pembangunan?” Kartasasmita menyebutkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai salah satu komponen administrasi pembangunan di Indonesia

Pengembangan desentralisasi dalam sebuah sistem administrasi negara dengan demikian diakui sebagai instrumen untuk memperkuat kapasitas administrasi negara dalam proses pembangunan (meraih tujuan-tujuan pembangunan)

Tujuan-tujuan desentralisasi (HOESSEIN) Nation building: Konsensus nasional, keutuhan wilayah, keamanan dan ketertiban nasional, dan pemerintahan yang legitimate Demokrasi/ partisipasi lokal: kreativitas lokal, indigenous knowledge, pengambilan keputusan dari bawah, gender, dll.

Lanjutan Efisiensi dan efektivitas pelayanan pemerintahan: terjaminnya pelayanan, kualitas layanan Pembangunan ekonomi: income per capita, pertumbuhan ekonomi, strategi pembangunan nasional yang sinkron, percepatan pertumbuhan kawasan, indeks gini

“The growing interest in decentralized planning and administration is attributable not only to the disillusionment with the results of central planning and the shift of emphasis to growth-with-equity policies, but also to the realization that development is a complex and uncertain process that cannot be easily planned and controlled from the centre.” UN (1975)

Lingkungan strategis Tuntutan globalisasi membawa perlunya dukungan sumberdaya lokal untuk mendukung kekuatan negara bangsa Menguatnya demokratisasi menuntut dibukanya partisipasi dan akses masyarakat lokal dalam pemerintahan seluas-luasnya Kearifan (budaya) lokal memiliki nilai-nilai yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan negara bangsa ke depan

Lanjutan Pemikiran good governance yang kian menguat di berbagai wacana dan forum diskusi (kajian ilmiah) pemeirntahan kekinian Pengembangan kapasitas negara bangsa terukur dari pengembangan kapasitas institusi lokal Keminatan yang sangat tinggi komponen internasional terhadap kearifan dan sumberdaya lokal negara bangsa

Manfaat Desentralisasi Hulme merujuk Smith: Ada dua kelompok manfaat: (1) secara politik memiliki manfaat antara lain: (a) pendidikan politik bagi masyarakat; (b) pelatihan kader pemimpin politik untuk sampai pada level nasional; © membaiknya stabilitas politik; (d) adanya keadilan politik karena distribusi kekuasaan; (e) tingginya akuntabilitas karena akses bagi masyarakat luas semakin tinggi; (f) daya-tanggap pemerintah semakin baik karena keterwakilan dan partisipasi semakin tinggi

Lanjutan (2) dari sisi administrasi dan manajemen: (a) perencanaan lokal dapat dibangun semakin baik; (b) koordinasi antar organisasi di tingkat lokal dapat terwujud semakin nyata; © tumbuhnya inovasi; (d) meningkatnya motivasi kerja pegawai daerah; (e) beban kerja pemerintah pusat berkurang

Ukuran Kapasitas pemerintah daerah Menurut Hoessein, kemampuan administrasi daerah dilihat melalui (1) cost-efectiveness fungsi-fungsi yang diemban; (2) tingkat pengembangan organisasi pemerintahan daerah; (3) tingkat kehandalan kepegawaian daerah; dan (4) kemampuan keuangan daerah.

Prasyarat kebijakan desentralisasi Kondisi Lingkungan: struktur politik, proses pengambilan kebijakan, struktur politik lokal, faktor sosial-budaya, organisasi pelaksana program, kecukupan infrastruktur fisik Hubungan antar-organisasi: kejelasan dan konsistensi sasaran program, pembagian fungsi yang tepat, efektifitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan program, kualitas hubungan antar organisasi, efektifitas keterkaitan antar organisasi

Lanjutan 3. Sumberdaya bagi implementasi: pengawasan atas keuangan, kecukupan anggaran, ketersediaan sumberdaya penganggaran, dukungan kepemimpinan politik nasional dan lokal, dukungan birokrasi nasional 4. Karakter lembaga pelaksana: ketrampilan teknis, menajerial dan politik, kapasitas untuk mengkoordinasikan, mengawasi, mengintegrasikan berbagai unit pelaksana, dukungan dan sumberdaya politik lembaga pelaksana, efektifitas komunikasi internal, hubungan dengan organisasi konstituen, kualitas kepemimpinan, dan komitmen lembaga pelaksana.

FAKTOR BERPENGARUH (KAHO: 1990) Kaho menuliskan secara umum bahwa kemampuan pelaksanaan otonomi dengan menyebutkan berbagai faktor yang mempengaruhinya: (1) Faktor Manusia pelaksana; (2) faktor keuangan; (3) faktor peralatan; dan faktor organisasi dan manajemen

“The decentralization policies that third world nations have pursued have not proven to be a panacea for making state-sponsored interventions more effective in promoting development.” (Hulme dan Turner)

lanjutan Dengan Desentralisasi, pembangunan diharapkan dapat bercirikan ‘BOTTOM-UP’ atau setidaknya terdapat akses masyarakat lokal lebih besar dalam proses pembangunan sebuah negara bangsa. Dapat dipadukan perencanaan Top-Down dan Bottom-up dalam sebuah negara. Akibatnya pemerataan pembangunan dapat digerakkan. Dapat meminimalisir kesalahan dalam perencanaan pembangunan sehingga sesuai kebutuhan masyarakat lokal. Akhirnya dalam pelaksanaannya diharapkan efektif.

Beberapa rekomendasi kebijakan desentralisasi di negara berkembang 1. Determining the desired scope of decentralization 2. Assessing existing regional and local capacity 3. Determining political support 4. Estimating financial and technical support capacities of central agencies

Lanjutan 5. Reviewing environmental constraints 6. Delineating a feasible scope of decentralization 7. Designing specific decentralization programs 8. Identifying stages and procedures of implementation

Lanjutan 9. Mobilizing support 10. Creating coordinating and assistance linkages 11. Specifying monitoring and evaluation procedures