Puasa, Ritual Kelaparan Kolosal Ritual puasa ada dalam beberapa agama lain. Puasa Rabu Abu dan Kamis Putih dalam agama Kristen, misalnya. Bangsa Arab Pra-Islam mengenal juga puasa tanggal 10 Muharram (Asyura’). Islam mengenal puasa pada tahun 2 hijriyah. Nabi Muhammad menjumpai 9 kali puasa sepanjang hidupnya.
“Wahai orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kalian. Semoga kalian bertakwa kepada Tuhan” (QS. Al Baqarah: 183). Orang Muslim menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, bulan kesembilan dalam kalender Islam. “Barangsiapa yang menyaksikan bulan maka berpuasalah” (QS. Al Baqarah:
Dalam fiqih kemunculan bulan, termasuk Ramadhan, dapat diketahui melalui tiga cara: Ru’yat (melihat bulan). Bulan mungkin dilihat bila telah mencapai ketinggian 2 derajat Hisab (menghitung bulan) dengan perpaduan matematika modern. Istikmal (menyempurnakan) hitungan bulan menjadi tiga puluh hari.
Secara bahasa Ramadhan artinya panas, karena, menurut sebuah riwayat, membakar dosa-dosa manusia. Menurut Hasbi Ashshidiqy, bulan Ramadhan mempunyai beberapa sebutan: Syahrullah (bulan Allah) Syahrul Qur’an (bulan Al Qur’an) Syahrun Najah (bulan keselamatan) Syahrus Shabri (bulan kesabaran) Syahrut Tilawah (bulan membaca)
6. Syahrur rahmah (bulan rahmat) 7. Syahrus Shiyam (bulan puasa) 8 6. Syahrur rahmah (bulan rahmat) 7. Syahrus Shiyam (bulan puasa) 8. Syahrul Id (bulan perayaan) Puasa berarti al-imsak (menahan) karena puasa menahan makan dan minum serta hubungan suami-istri sejak fajar/subuh terbit hingga matahari tenggelam.
Tiga Tahapan Spiritualitas Ramadhan adalah madrasah ruhaniah dan wahana pembelajaran demi mengasah dimensi spiritual manusia, bukan semata ritual replikatif-karitatif. Bila ditilik dari proses pencapaian puncak spiritualitas manusia, puasa disokong tiga tahapan utama yang integral.
Pertama, takhalli. Takhalli diawali dengan pemancangan kehendak kuat meluruhkan keburukan, termasuk keburukan sosial-politik. Berdasarkan ketentuan syari’at, puasa menuntut setiap orang tidak makan, minum, dan melakukan hubungan seksual dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, melainkan juga meninggalkan segala bentuk keburukan. Puasa tidak akan bermakna bila seorang bergumul dengan keburukan
Kedua, tahalli. Tahalli berarti menghiasi diri dengan kebaikan Kedua, tahalli. Tahalli berarti menghiasi diri dengan kebaikan. Selama ini kebaikan cenderung dimaknai dengan ibadah ritual. Kebaikan bermakna luas sekali. Berkhidmat kepada orang yang dilanda kemiskinan dan kelaparan termasuk kebaikan yang tidak ternilai. Nabi Muhammad berwasiat, “Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga adalah mencintai orang-orang miskin” (HR. Daruqutni dan Ibn Hibban).
Ketiga, tajalli. Puasa mengajarkan pencerahan spiritual bahwa Tuhan senantiasa hadir dalam kehidupan manusia (omnipresence). Kesadaran ini akan membuahkan pribadi humanis, yaitu manusia yang mempunyai kesadaran eksistensinya dan essensi penciptaan dirinya. Kesadaran itu pula senantiasa membimbing seseorang senantiasa menanggalkan keburukan dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Takwa, itu apa? Menurut Yusuf Ali dalam The Holy Qur'an (1983) taqwa mengandungi beberapa nilai, antara lain: Pertama, iman yang sejati dan matang. Taqwa tidak mungkin terpenuhi melalui kesalahan formalistik. Lebih dari itu, taqwa merupakan pancaran jiwa yang dilambari dengan kesadaran ketuhanan (god consciousness), yaitu kesadaran tentang adanya Tuhan yang Maha Hadir (omnipresent).
Kedua, eksternalisasi iman dalam bentuk tindakan kemanusiaan Kedua, eksternalisasi iman dalam bentuk tindakan kemanusiaan. Iman menuntut pelibatan dalam persoalan kemanusiaan, karena beriman adalah penumbuhan batin yang matang secara rohani, dan selanjutnya pengejawantahan dalam kehidupan sosial dengan membela kebenaran serta rangka mengenyahkan apa yang disebut oleh al-Qur'an dengan kerusakan di atas bumi (fasad fi al-ardl).
Ketiga, menjadi warga negara yang baik dan mendukung sendi-sendi masyarakat. Dalam konteks inilah, keberagamaan seseorang tidak dapat dibenturkan dengan komitmen kebangsaan. Beragama justru menjadi faktor yang penting dalam rangka menumbuhkan ukhuwah wathoniyah (nasionalisme). Menjadi muslim yang sejati berarti mengambil peran dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keempat, mempunyai jiwa yang tangguh yang tidak dapat digoyahkan dalam kondisi apapun. Puasa mendidik seorang untuk bersabar dan tahan terhadap segala godaan duniawi. Taqwa adalah eksistensi seorang yang senantiasa dibimbing kesadaran adanya Tuhan. Dengan taqwa, kita tidak akan menjadi "keledai yang kebingungan". Ketika jiwa dipenuhi dengan taqwa, maka tidak mudah tergoyahkan oleh hasrat dan keinginan yang berlawanan dengan cita-cita kemanusiaan.
Puasa juga memiliki korelasi dengan tujuh kepribadian sukses Maxwell Maltz Sense of direction. Orang sukses mempunyai kemampuan untuk mengarahkan dan memimpin dirinya sendirinya. Ia tidak ditentukan dengan lingkungan Understanding. Mampu memahami orang lain. Mereka tidak suka berkata, “Anda harus memahami saya”. Tetapi justru sebaliknya.
3. Courage. Keberanian bertindak. Maju ke gelangang walau seorang 3. Courage. Keberanian bertindak. Maju ke gelangang walau seorang. Resiko apa pun tidak menyurutkan niatnya. 4. Charity. Tidak egois, murah hati, suka menolong, dan mudah memberika pujian. 5. Self-esstem. Punya harga diri, bukan mentalitas budak dan pengemis 6. Self-acceptance. Orang sukses menerima kelemahan-kelemahan mereka, sekaligus mengetahui bahwa dalam diri mereka terdapat kekuatan yang unik dan berbeda dengan lainnya.
7. Self-confidence. Percaya diri. Tidak minder dan arogan.