ASSALAMU ALAIKUM W.W.
ADRENOKORTIKOTROPIN, ADRENOKORTIKOSTEROID ANALOG-SINTETIK DAN ANTAGONISNYA
H. adrenokortikotropin (ACTH) dan adrenokortikosteroid (kortikosteroid) berasal dr kelenjar yg berlainan, tetapi mempunyai fungsi fisiologik dan efek farmakologik yg sangat berhubungan. Dibicarakan juga: beberapa analog sintetiknya dan beberapa senyawa yg dapat menghambat biosintesis kortikosteroid. Bagian korteks mengeluarkan H. glukokortikoid (zona fasikulata mengeluarkan kortisol dan kortikosteron) dan mineralokortikoid yg efeknya sangat berlainan. H. kortisol dan kortikosteron terutama berpengaruh pd metabolisme KH sedangkan aldosteron thd keseimbangan air dan elektrolit.
Cushing (1932) menemukan gejala hiperkortisisme akibat hipersekresi kortikosteroid atau akibat penggunaan kortikosteroid berlebihan. Hipofisektomi pd hewan mengakibatkan terjadinya atrofi korteks adrenal, dan keadaan ini dpt diatasi dg pemberian ekstrak hipofisis anterior. Kecepatan sekresi ACTH dr adenohipofisis ditentukan oleh resultan efek loloh balik negatif hormon korteks adrenal dan efek perangsangan sistem saraf. Hench (1949) memperlihatkan efek klinis kortison dan ACTH pd artritis reumatoid.
1. ADRENOKORTIKOTROPIN (ACTH) 1.1.KIMIA ACTH merpkan suatu rantai lurus polipeptida, yg pd manusia terdiri dr 39 asam amino. Bila asam amino pertama (yg terletak pd ujung rantai) dihilangkan, misalnya dg hidrolisis, maka aktivitas biologisnya akan hilang sama sekali. Dg substitusi, misalnya L-serin pd posisi 1 dg D-serin maka potensinya dpt bertambah dan masa kerjanya diperpanjang, karena hormon tsb menjadi lebih resisten thd enzim proteolitik.
1.2. PENGATURAN SEKRESI pd keadaan basal kecepatan sekresi ACTH diatur oleh mekanisme loloh balik negatif hormon korteks adrenal (terutama kortisol) dlm darah. pd defisiensi hormon korteks adrenal ini, misalnya pd pasien Addison, produksi dan sekresi ACTH berlebihan. Pengaturan sekresi ACTH juga diperantarai oleh corticotropin releasing hormone (CRH) yg diproduksi di median eminens hipotalamus. CRH diteruskan ke hipofisis anterior melalui pembuluh darah portal hipotalamo-hipofisis. Gambar 1 memperlihatkan hubungan antara hipotalamus, adenohipofisis dan kelenjar adrenal.
Gambar 1.Hubungan hipotalamus, hipofisis dan kelenjar adrenal.
1.3. MEKANISME KERJA Setelah ACTH bereaksi dg reseptor hormon yg spesifik di membran sel korteks adrenal, terjadi perangsangan sintesis adrenokortikosteroid pd jaringan subyek target tsb melalui peningkatan aktivitas adenil siklase shg terjadi peningkatan sintesis siklik AMP. Tempat kerja siklik AMP pd steroidogenesis ialah pd proses pemecahan rantai cabang kolesterol dg oksidasi, proses ini m’hasilkan pregnenolon (Gambar 2). Pd manusia hiperpigmentasi akibat ACTH tdp pd penyakit Addison. ACTH juga dpt menghancurkan lemak shg kadar asam lemak bebas dlm darah akan bertambah.
1.4. FARMAKOKINETIK ACTH tdk efektif bila diberikan per oral karena akan dirusak oleh enzim proteolitik dlm saluran cerna. Pemberian iv, ACTH cepat menghilang dr sirkulasi; pd manusia masa paruhnya kira-kira 15 menit. Besarnya efek ACTH pd korteks adrenal tergantung dr cara pemberiannya. Pemberian infus ACTH 20 unit terus menerus selama waktu yg bervariasi dr 30 detik sampai 48 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid yg linier sesuai dg waktu infus. Bila ACTH diberikan secara iv cepat, sebagian besar hormon ini tdk akan bekerja pd korteks adrenal.
1.5. SEDIAAN DAN POSOLOGI Kortikotropin USP, larutan steril utk pemakaian im atau iv. Sediaan ini berasal dr hipofisis mamalia. Kortikotropin repositoria, merpkan larutan ACTH murni dlm gelatin utk suntikan im atau sk, dg dosis 40 unit, diberikan sekali sehari. Kortikotropin seng hidroksida USP, suspensi utk pemberian IM. Diberikan sekali sehari dg dosis 40 unit. Kosintropin, peptida sintetik yg dapat diberikan IM atau IV, dosis 0,25 mg ekuivalen dg 25 unit.
1.6. INDIKASI ACTH banyak digunakan utk membedakan antara insufisiensi adrenal primer dan sekunder. pd insufisiensi primer, pemberian ACTH tdk akan menyebabkan peninggian kadar kortisol dlm darah, karena pd keadaan ini kelenjar adrenal yg mengalami gangguan. Sebaliknya pd insufisiensi sekunder, di mana gangguan terietak di kelenjar hipofisis, pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah. Pemberian ACTH dapat merangsang sekresi mineralokortikoid shg dapat menyebabkan retensi air dan elektrolit.
1.7. EFEKSAMPING ACTH dapat menyebabkan timbulnya gejala akibat peningkatan sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi hipersensitivitas, mulai dr yg ringan sampai syok dan kematian. Peningkatan sekresi mineralokortikoid dan androgen menyebabkan lebih sering terjadi alkalosis hipokalernik (akibat retensi Na) dan akne bila dibandingkan dg kortisol sintetik.
2. ADRENOKORTIKOSTEROID DAN ANALOG SINTETIKNYA
2.1. BIOSINTESIS DAN KIMIA Biosintesis kortikosteroid dapat dilihat pd Gambar 2. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol, yg kmd dg bantuan berbagai enzim diubah menjadi kortikosteroid dg 21 atom karbon dan androgen lemah dg 19 atom karbon. Androgen ini juga merpkan sumber estradiol. Sebagian besar kolesterol yg digunakn utk steroidogenesis berasal dr luar (eksogen), baik pd keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH. Meskipun kelenjar adrenal dapat mensintesis androgen, pd wanita sekitar 50% androgen plasma berasal dr luar kelenjar adrenal. pd pria androgen dr adrenal hanya sebagian kecil dr seluruh androgen plasma. dlm korteks adrenal kortikosteroid tdk disimpan shg harus disintesis terus menerus.
Gambar 2. Biosintesis adrenokortikosterold dan androgen adrenal.
Tabel 1. KECEPATAN SEKRESI DAN KADAR PLASMA KORTIKOSTEROID UTAMA PD MANUSIA
2.2. PENGATURAN SEKRESI Fungsi sekresi korteks adrenal sangat dipengaruhi oleh ACTH. Sistem saraf tdk mempunyai pengaruh langsung thd fungsi sekresi korteks adrenal. Ini terbukti pd percobaan transplantasi kelenjar adrenal dimana fungsi sekresinya tetap normal. ACTH terutama berpengaruh pd zona fasikulata, sedangkan thd zona glomerulosa pengaruhnya hanya sedikit. Akibat pengaruh ACTH ini zona fasikulata akan mensekresi kortisol dan kortikosteron. Sebaliknya bila kadar kedua hormon tsb dlm darah meningkat, terutama kortisol, terjadi penghambatan sekresi ACTH. Peninggian kadar aldosteron dlm darah tdk menyebabkn penghambatan sekresi ACTH.
2.3. MEKANISME KERJA Kortikosteroid bekerja dg mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kmd bereaksi dg reseptor protein yg spesifik dlm sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dg kromatin. lkatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merpkan perantara efek fisiologik steroid. pd beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik: pd jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas, hormon ini bersifat katabolik.
2.4. FAAL DAN FARMAKODINAMIK Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme kh, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting utk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bhw korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya: penting bagi organisme utk dapat mempertahankan diri dlm menghadapi perubahan lingkungan. Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah maupun yg sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-inflamasinya. Tabel 2 menunjukkan penggolongan kortikosteroid berdasarkan masa kerja masing-masing sediaan sesuai dg aktivitas biologisnya.
Tabel 2. PERBANDINGAN POTENSI RELATIF DAN DOSIS EKUIVALEN BEBERAPA SEDIAAN KORTIKOSTEROID Keterangan: * hanya berlaku utk pemberian oral atau iv S - kerja singkat (t ½ biologlk 8-12 Jam): I - kerja sedang (t ½ biologik 12-36 jam); L - kerja lama (t ½ biologik 36-72 Jam).
Pengaruh kortikosteroid thd fungsi dan organ tubuh adalah sbg berikut : METABOLISME. Metabolisme karbohidrat dan protein. dlm hepar glukokortikoid merangsang sintesis enzim yg berperanan dlm proses glukoneogenesis dan metabolisme asam amino, antara lain terjadi peningkatan enzim fosfoenolpiruvat-karboksikinase, fruktosa-1,6-difosfatase, dan glukosa 6-fosfatase, yg mengkatalisis sintesis glukosa. Rangsangan sintesis enzim ini tdk timbul dg segera, tetapi membutuhkan waktu beberapa jam. Efek yg lebih cepat timbulnya ialah pengaruh hormon thd mitokondria hepar, di mana sintesis piruvat karboksilase sbg katalisator pembentukan oksaloasetat dipercepat. Pembentukan oksaloasetat ini merpkan reaksi permulaan sintesis glukosa dr piruvat.
Metabolisme karbohidrat dan protein ... Penggunaan glukokortikoid utk jangka lama dapat menyebabkan peninggian glukagon plasma yg dapat merangsang glukoneogenesis. Keadaan ini dapat pula merpkan salah satu penyebab bertambahnya sintesis glukosa. Peninggian penyimpanan glikogen di hepar setelah pemberlan glukokortikoid diduga akibat aktivasi glikogen sintetase di hepar.
Metabolisme lemak. pd penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pd sindrom Cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yg khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pd depot lemak, leher bagian belakang {buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang. Salah satu hipotesis yg menerangkan keadaan di atas ialah sbg berikut: jaringan adiposa yg mengalami hipertroti pd sindroma Cushing bereaksi thd efek lipogenik dan antilipolitik insulin, yg kadarnya meningkat akibat hiperglikemia yg ditimbulkan oleh glukokortikoid. Sel lemak di ekstremitas bila dibandingkan dg sel lemaktubuh, kurang sensitif thd insulin, dan lebih sensitif thd efek lipolitik hormon lain yg diinduksi oleh glukokortikoid.
KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT. Mineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorpsi ion Na serta ekskresi K+ dan H+ di tubuli distal. dg dasar mekanisme inilah, pd hiperkortisisme terjadi : retensi Na yg disertai ekspansi volume cairan ekstrasel, hipokalemia, dan alkalosis. pd hipokortisisme terjadi keadaan sebaliknya: hiponatremia, hiperkalemia, volume cairan ekstrasel berkurang dan hidrasi sel. Terjadinya pengeluaran Na* yg berlebihan melalui ginjal pd insufisiensi adrenal dapat diterangkan sbg benkut : pd keadaan normal dg diet normal, hampir seluruh Na+ yg difiltrasi glomerulus (± 99,5%) akan direabsorpsi oleh tubuli ginjal: jumlah ini diperlukan utk mempertahankan keseimbangan Na* dan ini identik dg 24.000 mEq Na*.
Desoksikortikosteron merpkan mineralokortikoid yg pertama disintesis dan digunakan utk pengobatan pasien penyakit Addison. Hormon ini hampir tdk mempunyai efek glukokortikoid. Secara kualitatif pengaruhnya thd elektrolit sama dg aldosteron tetapi secara kuantitatif potensinya hanya 1/30 aldosteron. Dosis tunggal dapat meningkatkan reabsorpsi Na+ dan ekskresi K+ Sesudah pemberian beberapa hari pd hewan utuh atau hewan yg di adrenalektomi, efek retensi Na+ lenyap dan terjadi keseimbangan Na+ kembali; tetapi K+ tetap diekskresi walaupun terjadi hipokalemia. Pemberian sediaan ini dlm dosis besar dan terus menerus akan menimbulkan polidipsia dan poliuria.
Kortisol dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil drpd aldosteron, oleh karena itu penggunaan kortisol datam waktu singkat biasanya tdk menambah sekresi asam. Berlawanan dg aldosteron, kortisol pd keadaan tertentu dapat meningkatkan ekskresi Na+; hal ini mungkin disebabkan karena hormon tersebut dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli. Selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal. Hiperkortisisme akibat sekresi kortisol berlebihan atau karena pemberian kortisol dosis besar terus menerus, sesekali menyebabkan alkalosis hipoklorernik yg tdk berat. Keadaan ini menunjukkan bhw efek kortisol thd keseimbangan air dan elektrolit tdk sekuat aldosteron. Kelemahan otot yg timbul pd keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya masa jaringan otot, jadi bukan karena kehilangan K+.
SISTEM KARDIOVASKULAR. Gangguan sistem kardiovaskular yg timbul pd insufisiensi adrenal atau pd hiperkortisisme sebenarnya sangat kompleks dan belum semua diketahui dg jelas. Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung maupun tdk langsung. Pengaruh tdk langsung ialah thd keseimbangan air dan elektrolit; misalnya pd hipokortisisme, terjadi pengurangan volume yg diikuti peninggian viskositas darah. Bila keadaan ini didiarnkan akan timbul hipotensi dan akhirnya kolaps kardiovaskular. Pengaruh langsung steroid thd sistem kardiovaskular antara lain pd kapiler, arteriol dan miokard. Defisiensi kortikosteroid dapat menyebabkan hal-hal sbg berikut: permeabilitas dinding kapiler meninggi, respons vasomotor pembuluh darah kecil berkurang, jantung mengecil dan curah jantung menurun. pd hewan yg di adrenalektomi, pembuluh darah kecil akan kehilangan tonus vasomotornya.
OTOT RANGKA. utk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dg baik, dibutuhkan kortikosteroid dlm jumlah cukup. Tetapi apabila hormon ini berlebihan, timbul gangguan fungsi otot rangka tersebut. pd insufisiensi adrenal atau pasien penyakit Addison, terjadi penurunan kapasitas kerja otot rangka shg mudah timbul keluhan cepat lelah dan lemah. Disfungsi otot ini terutama disebabkan gangguan sirkulasi, sedangkan gangguan metabolisme karbohidrat dan keseimbangan elektrolit merpkan faktor yg tdk besar peranannya. Hal ini terbukti dg menetapnya gangguan fungsi otot meskipun kadar efektrolit dan glukosa normal. pd keadaan ini tdk terjadi kerusakan otot maupun sambungan saraf otot. Pemberian transtusi atau kortisol dapat mengembalikan kapasitas kerja otot. Desoksikortikosteron kurang efektif utk memperbaiki fungsi otot.
SUSUNAN SARAF PUSAT. Kortikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat baik secara tdk langsung maupun langsung, meskipun hal yg terakhir ini belum dapat dipastikan. Pengaruh tdk langsung disebabkan efeknya pd metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pd susunan saraf pusat ini dapat dilihat dr timbulnya perubahan mood, tingkah laku, EEG dan kepekaan otak pd mereka yg sedang menggunakan kortikosteroid terutama utk waktu lama atau pd pasien penyakit Addison. Penderita penyakit Addison dapat menunjukkan gejala apatis, depresi dan cepat tersinggung bahkan psikosis. Gejata tersebut dapat diatasi degan kortisol, sedangkan desoksikortikosteron tdk efektif.
ELEMEN PEMBENTUK DARAH. Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah, hal ini terbukti dr seringnya timbul polisitemia pd sindrom Cushing. Sebaliknya pasien penyakit Addison dapat mengalami anemia normokromik, normositik yg ringan. Glukokortikoid juga dapat meningkatkan jumlah leukosit polimortonukiear, karena mempercepat masuknya sel-sel tersebut ke dlm darah dr sumsum tulang dan mengurangi kecepatan berpindahnya sel dr sirkulasi. Sebaliknya jumlah sel limfosit, eosinofil, monosit dan basofil dlm darah dapat menurun sesudah pemberian glukokortikoid. Penurunan limfosit dlm sirkulasi dapat mencapai 70% setelah pemberian dosis tunggal kortisol, dan monosit sampai lebih dr 90%, hal ini terjadi 4 sampai 6 jam sesudah pemberian dan berlangsung kira-kira 24 jam. Penurunan limfosit, monosit dan eosinofil tampaknya lebih banyak disebabkan karena redistribusi sel drpd akibat destruksi sel.
EFEK ANTI-INFLAMASI. Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergen. Penggunaan klinik kortikosteroid sbg antiinflamasi merpkan terapi paliatif, dlm hal ini penyebab penyakit tetap ada hanya gejalanya yg dihambat. Sebenarnya hal inilah yg menyebabkan obat ini banyak digunakan utk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drug, tetapi juga mungkin menimbulkan reaksi yg tdk diingini. Karena gejala inflamasi ini sering digunakan sbg dasar evaluasi terapi inflamasi, maka pd penggunaan glukokortikoid kadang-kadang terjadi masking effect, dr luar penyakit nampaknya sudah sembuh tetapi infeksi di dlm masih terus menjalar.
JARINGAN LIMPOID DAN SISTEM IMUNOLOGI. pd insufisiensi korteks adrenal terjadi peningkatan masa jaringan limfoid dan limfositosis, pasien sindrom Cushing menunjukkan timfositopenia dan masa jaringan timfoid berkurang. Hal ini diduga berhubungan dg perubahan kecepatan pembentukan atau pengrusakan sel pd hiper- atau hipokortisisme kronik, yg timbul setelah jangka lama. Glukokortikoid dan ACTH dapat mengatasi gejala klinik reaksi hipersensitivitas. Belum dapat dipastikan apakah dosis terapi kortikosteroid mempunyai efek yg berarti pd liter antibodi lgG atau lgE yg berperanan pd reaksi alergi dan reaksi autoirnun. Sistem komplemen nampaknya tdk dipengaruhi.
PERTUMBUHAN. Penggunaan glukokortikoid pd anak utk waktu lama, dapat menghambat pertumbuhan, karena efek antagonisnya thd kerja hormon pertumbuhan di perifer. Efek ini berhubungan dg besarnya dosis yg dipakai. pd beberapa jaringan, terutama di otot dan tulang, glukokortikoid menghambat sintesis dan menambah degradasi protein dan RNA. Hal inilah yg mungkin sering menyebabkan kegagalan fungsi hormon pertumbuhan bila digunakan bersama-sama kortikosteroid. thd tulang, glukokortikoid dapat menghambat maturasi dan proses pertumbuhan memanjang. sbg kompensasi, dapat terjadi pertumbuhan yg cepat bila pengobatan jangka lama dihentikan. Meskipun demikian, pd beberapa pasien tinggi badan normal juga tdk dapat dicapai.
2.5. FARMAKOKINETIK Kortisol dan analog sintetiknya pd pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Desoksikortikosteron asetat tdk efektif pd pemberian oral. utk mencapai kadar tinggi dg cepat dlm cairan tubuh, ester kortisol dan derivat sintetiknya diberikan secara IV. utk mendapatkan efek yg lama kortisol dan esternya diberikan secara im. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja. Biotransformasi steroid terjadi di dlm dan di luar hati. Metabolitnya merpkan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Semua kortikosteroid yg aktif memiliki ikatan rangkap pd atom C4,5 dan gugus keton pd atom C3. Reduksi ikatan rangkap C4,5 terjadi di dlm hati dan jaringan ekstrahepatik serta menghasilkan senyawa inaktif.
2.6. STRUKTUR KIMIA DAN AKTIVITAS Perubahan struktur kimia menyebabkan perubahan aktivitas biologis secara spesifik. Perubahan ini mungkin terjadi pd tempat-tempat sbg berikut (Gambar 4):
Gambar 4. Struktur kimia adrenokortikosteroid
Cincin A : lkatan rangkap C4,5 dan gugus keton pd atom C3 diperlukan utk aktivitas adrenokortikosteroid yg spesitik. Adanya ikata rangkap pd C1-2 (misalnya pd prednisolon atau prednison) memperbesar rasio potensi regulasi karbohidrat thd potensi retensi Na+ karena secara selektif memperbesar potensi yg pertama. Prednisolon dimetabolisme lebih lambat dr kortisol. Cincin B : metilasi 6-a pd kortisol memperbesar efek anti-inflamasi, pengeluaran nitrogen (nitrogen wasting) dan retensi Na. Sebaliknya 6-a-metilprednisolon, mempunyai potensi anti-inflamasi sedikit lebih besar dan potensi regulasi elektrolitnya lebih kecil drpd prednisolon. Fluorinasi pd atom C9, misalnya 9-a-fluorokortisol, menambah semua aktivitas biologik kortikosteroid.
Cincin C: Adanya atom O pd C11 diperlukan utk efek anti-inflamasi dan regulasi karbohidrat, dan ini terlihat bila kortisol dibandingkan dg 11-desoksikortisol. Narnun utk potensi retensi Na+ hal ini tdk diperlukan, misalnya terlihat pd desoksikortikosteron. Oksidasi 11-b-hidroksi menjadi 11-keto menyebabkan pengurangan aktivitas yg nyata, misalnya bila kortisol dibandingkan dg kortison. Cincin D: Metilasi atau hidroksilasi pd atom C16 menyebabkan penurunan retensi Na+ yg nyata, tetapi hanya sedikit mempengaruhi efek metabolisme dan anti-inflamasi. Substitusi seperti ini terdapat pd kortikosteroid yg efeknya kuat, misalnya parametason, triamsinolon, betametason dan deksametason. Semua steroid yg banyak digunakan sbg obat anti-inflamasi memiliki substitusi hidroksi pd C17. Semua kortikosteroid alam dan analog sintetik yg aktif memiliki gugus hidroksi pd atom C21, yg diperlukan utk efek retensi Na. 21-desoksikortisol tdk mempunyai aktivitas biologik yg berarti.
2.7. SEDIAAN DAN POSOLOGI Sediaan kortikosteroid dapat diberikan oral, parenteral (iv, im, intrasinovial dan intralesi) dan topikal pd kulit atau mata (dlm bentuk salep, krem, losio) atau aerosol melalui jalan napas. pd semua cara pemberian topikal kortikosteroid dapat diabsorpsi dlm jumlah yg cukup utk menimbulkan efek sistemik dan menyebabkan penekanan adrenokortikosteroid. pd Tabel 4 dicantumkan berbagai sediaan kortikosteroid dan cara pemberiannya,
Tabel 4. BEBERAPA SEDIAAN KORTIKOSTEROID & ANALOG SINTETIKNYA
2.8. INDIKASI Kecuali utk terapi substitusi pd defisiensi, penggunaan kortikosteroid lebih banyak bersifat empiris. dr pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yg perlu diperhatikan sebelum obat ini digunakan : utk tiap penyakit pd tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dg trial and error, dan harus direvaluasi dr waktu ke waktu sesuai dg perubahan penyakit; suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tdk berbahaya; penggunaan kortikosteroid utk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tdk membahayakan kecuali dg dosis sangat besar;
TERAPI SUBSTITUSI. Pemberian kortikosteroid disini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri (insufisiensi primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder). Insufisiensi adrenal akut. Insufisiensi adrenal kronik. Hiperplasia adrenal kongenital. Insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.
TERAPI NON ENDOKRIN. Di bawah ini dibahas beberapa penyakit yg bukan merpkan kelainan adrenal atau hipofisis, tetapi dapat diatasi dg glukokortikoid. Dosis glukokortikoid yg digunakan bervariasi, sesuai dg keadaan penyakitnya. Umumnya dianjurkan dosis prednison sbg prototip sediaan kortikosteroid, tetapi hal ini tdk berarti bhw obat ini mempunyai keistimewaan dibandingkan sediaan lain. utk membandingkan potensi sediaan lain dan golongan glukokortikoid dapat dilihat pd Tabel 2. Artritis. Kortikosteroid hanya diberikan pd pasien artritis reumatoid yg sifatnya progresif, dg pembengkakan dan nyeri sendi yg hebat shg mengganggu sosio-ekonomi pasien, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid. Sebelum obat diberikan, untung ruginya harus dipikirkan baik-baik, karena bila kortikosteroid sekali sudah diberikan, maka selanjutnya pasien akan selalu membutuhkannya. Hal ini tentu menambah risiko terjadinya efek samping yg berat. pd awalnya diberikan prednison 7,5 mg sehari dlm dosis terbagi, sementara itu pasien tetap istirahat dan diberikan tisioterapi serta salisilat. Dosis prednison dapat ditambah sampai gejala berkurang, kmd ditentukan dosis penunjang sekecil mungkin. Penyembuhan yg sempurna sulit diharapkan. Kadang-kadang diperlukan pemberian steroid intra artikular, yakni triamsinolon asetonid 5-20 mg. utk pasien yg sedang mengalami serangan akut, dg gejala lokal : rasa panas, pembengkakan, disertai rasa sakit, dianjurkan pemberian suntikan steroid intraartikular. Tetapi cara pemberian ini tdk boleh dilakukan berulang kali, karena dapat menyebabkan artropatia Charcot, suatu destruksi sendi tanpa rasa sakit. Karditis reumatik. Karena belum ada bukti kortikosteroid lebih balk dr salisilat, sedangkan risiko penggunaan kortikosteroid lebih besar, maka pengobatan karditis reumatik dimulai dg salisitat. Kortikosteroid hanya digunakan pd keadaan akut, pd pasien yg tdk menunjukkan perbaikan dg salisilat saja, atau sbg terapi permulaan pd pasien dlm keadaan sakit keras dg demam, payah jantung akut, aritmia dan perikarditis. Disini diberikan prednison 40 mg sehari dlm dosis terbagi. Dianjurkan agar sesudah kortikosteroid dihentikan salisilat harus diteruskan, karena sering terjadi reaktivasi penyakit. Penyakit ginjal. Kortikosteroid dapat bermanfaat pd sindrom nefrotik yg disebabkan lupus eritematosus sistemik atau penyakit ginjal primer lainnya, kecuali amiloidosis. Prednison 60 mg sehari dlm dosis terbagi diberikan selama 3-4 mjnggu. Bila ada perbaikan disertai peningkatan diuresis dan terjadi penurunan proteinuri, dosis penunjang dapat diberikan sampai satu tahun, tetapi prednison hanya diberikan 3 hari pertama dlm setiap minggu.
TERAPI NON ENDOKRIN. Di bawah ini dibahas beberapa penyakit yg bukan merpkan kelainan adrenal atau hipofisis, tetapi dapat diatasi dg glukokortikoid. Dosis glukokortikoid yg digunakan bervariasi, sesuai dg keadaan penyakitnya. Umumnya dianjurkan dosis prednison sbg prototip sediaan kortikosteroid, tetapi hal ini tdk berarti bhw obat ini mempunyai keistimewaan dibandingkan sediaan lain. utk membandingkan potensi sediaan lain dan golongan glukokortikoid dapat dilihat pd Tabel 2. Artritis. Kortikosteroid hanya diberikan pd pasien artritis reumatoid yg sifatnya progresif, dg pembengkakan dan nyeri sendi yg hebat shg mengganggu sosio-ekonomi pasien, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid.
Asma bronkial. Kortikosteroid sebaiknya jangan diberikan pd pasien asma bronkial akut maupun kronik, yg masih dapat diatasi dg cara lain. pd status asmatikus, glukokortikoid dosis besar harus segera diberikan; metil-prednisolon-Na-suksinat 60-100 mg setiap 6 jam dapat diberikan secara iv. Bila gejala mereda, dapat diikuti pemberian prednison oral 40-60 mg/hari. Dosis diturunkan bertahap sampai hari ke-10 terapi dapat dihentikan. Terapi nonsteroid dapat diberikan kembali setelah keadaan mereda. Pemberian kortikosteroid pd asma bronkial kronik yg berat, harus dipertimbangkan benar-benar karena sebagian besar pasien yg sekali sudah mendapat kortikosteroid selanjutnya akan selalu membutuhkannya. Umumnya dibutuhkan prednison 5-10 mg/hari, kecuali mungkin beberapa pasien cukup dg inhalasi beklometason di propionat. Pasien yg sedang menggunakan glukokortikoid oral harus menurunkan dosis secara bertahap, bila akan mulai dg inhalasi beklometason. Inhalasi ini sering menyebabkan kandidiasis orofarings tanpa gejala.
2.9. EFEK SAMPING Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dg dosis besar. Pemberian kortikosteroid yg dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut dg gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise. Gejala-gejala ini sukar dibedakan dg gejala reaktivasi artritis reumatoid atau dernam reumatik yg sering terjadi bila kortikosteroid dihentikan. Komplikasi yg timbul akibat pengobatan lama lalah akibat gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami perdarahan atau perforasi, osteoporosis, miopati yg karakteristik, psikosis, habitus pasien Cushing (antara lain muka rembulan, buffalo hump, timbunan lemak suprakiavikular, obesitas sentral, striae, ekimosis, akne dan hirsutisme).
2.9. EFEK SAMPING Alkalosis hipokalernik jarang terjadi pd pasien dg pengobatan derivat kortikosteroid sintetik dan hampir tdk pernah dijumpai pd pasien dg terapi 16-a-substitusi seperti triamsinolon dan deksametason. Keadaan ini mudah diatasi dg pemberian KCI tanpa menghentikan pengobatan. Penggunaan triamsinolon dan deksametason lebih cocok bagi pasien yg cenderung menderita udem. Bila timbul udern, pengobatan dapat diteruskan dg disertai diet rendah garam dan pemberian diuretik. Glikosuria dapat diatasi dg diet dan pemberian insulin atau hipoglikemik oral. Tukak peptik ialah komplikasi yg kadang-kadang terjadi pd pengobatan dg kortikosteroid. Osteoporosis dan fraktur vertebra karena kompresi juga merpkan komplikasi hebat yg sering terjadi pd semua umur.
2.10. KONTRAINDIKASI Sebenarnya sampai sekarang tdk ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Seperti diuraikan dlm pembahasan mengenai indikasi, pemberian dosis tunggal besar dapat dibenarkan. dlm hal ini keadaan yg mungkin dapat merpkan kontraindikasi retatif dapat dilupakan, terutama pd keadaan yg mengancam jiwa pasien. Tetapi bila obat akan diberikan utk beberapa hari atau beberapa minggu, keadaan seperti : diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut diperhatikan. dlm hal yg terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan keuntungan sebelum obat diberikan.
3. PENGHAMBAT KORTIKOSTEROID Telah diternukan beberapa zat yg dapat menghambal sekresi kortikosteroid, antara lain: mitotan (O, p'-DDD), metirapon dan aminoglutetimid. METIRAPON. Obat ini menghambat kerja enzim 11-b-hidroksilase (lihat gambar 2), shg reaksi berhenti pd pembentukan 11 -desoksikortisol, yg tdk mempunyai efek penghambatan thd sekresi ACTH. Akibatnya, metirapon pd orang normal dapat menimbulkan peningkatan sekresi ACTH dan ekskresi 11-desoksikortisol, suatu 17-hidroksikortikoid.
3. PENGHAMBAT KORTIKOSTEROID Metirapon digunakan utk menguji kemampuan hipofisis utk mengadakan kompensasi thd penurunan kortisol, pd pasien dg gangguan sistem hipotalamus-hipofisis yg tdk dapat mengadakan reaksi kompensasi tersebut, pemberian metirapon tdk menimbulkan peningkatan ekskresi 17-hidroksikortikoid. Sebelum penggunaan metirapon, lebih dahulu harus diketahui bhw fungsi adrenal thd rangsangan ACTH normal, karena metirapon hanya berguna bila adrenal masih berfungsi thd rangsangan ACTH. pd pasien dg fungsi sekretoris adrenal yg menurun, obat ini dapat menyebabkan insutisiensi adrenal yg akut.
3. PENGHAMBAT KORTIKOSTEROID Metirapon dapat mengatasi hiperkortisolisme akibat neoplasma adrenal yg berfungsi secara otonomik atau akibat produksi ACTH ektopik oleh adanya tumor. Namun pd hiperkortisolisme akibat hipersekresi ACTH pd sindroma Cushing, metirapon tdk dapat digunakan. Di sini penurunan kadar kortisol dlm darah akibat metirapon merangsang pengeluaran ACTH, yg selanjutnya merangsang sekresi kortisol yg berada dlm penghambatan parsial, shg kadarnya dlm plasma kembali pd keadaan sebelum pemberian metirapon. Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan hipertensi karena sekresi desoksikortikosteron yg berlebihan. Metirapon (metopiron), tersedia dlm bentuk tablet oral 250 mg.
3. PENGHAMBAT KORTIKOSTEROID AMINOGLUTETIMID. Aminoglutetimid (a-etil-p-aminofenil glutarimid) menghambat konversi kolesterol menjadi A-5-pregnenolon. Penghambatan ini menyebabkan gangguan produksi kortisol, aldosteron, dan steroid kelamin. Obat ini digunakan utk hiperkortisolisme akibat tumor adrenal yg berfungsi otonornik maupun akibat produksi ACTH ektopik. Pemberian kombinasi aminoglutetimid bersama dg metirapon dapat mengatasi sindrom Cushing akibat hipersekresi ACTH dr hipofisis. dlm hal ini mungkin dibutuhkan kortisol fisiologik utk mencegah insufisiensi adrenal. Obat ini tersedia dlm bentuk tablet oral 250 mg.
WASSALAMU ALAIKUM W.W.