Konflik Palestina-Israel; Sejarah dan Peranan Indonesia oleh Abdul Munim Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
United Nations Partition Plan 1947
Israeli Declaration of Independence 1948
Perang Arab-Israel 1948
Al-Nakba 1948 (Tragedi)
Per tahun 1950, jumlah pengungsi Palestina mencapai 711.500 jiwa
AKSI BRUTAL ISRAEL DI JALUR GAZA 2008-2009 8
1.440 gugur (431 anak-anak) 5.380 luka-luka (1.872 anak-anak) 100.000 pengungsi IDP Kerugian Material US$ 2,9 Milyar Dollar 10
Kendala dalam Proses Perdamaian Timur-Tengah Berlanjutnya pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan oleh Israel Pembangunan Tembok Pembatas sepanjang 730 km Berbagai tindakan sepihak Israel yang menimbulkan unnecessary suffering bagi warga Palestina (agresi serta blokade ke Gaza Strip sejak awal tahun 2008 lalu hingga saat ini) Faktor-faktor lainnya, termasuk fragmentasi politik pihak Arab serta friksi internal antar-faksi Palestina
Tembok pembatas sepanjang 730 km 467 roadblocks dan 93 security checkpoints
Posisi Terakhir Israel terkait Skema Two State Solution PM Benyamin Netanyahu dalam pidatonya tanggal 14 Juni 2009 menyatakan hanya akan menyetujui pembentukan negara Palestina apabila Palestina dapat memenuhi tiga syarat yaitu: Negara Palestina harus tanpa kekuatan militer; Negara Palestina juga tidak memiliki penguasaan atas ruang udara dan garis perbatasan; Negara Palestina juga harus mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan Yerusalem sepenuhnya merupakan ibukota Israel.
Posisi, Peran, dan Kontribusi Indonesia dalam Isu Palestina
Sejarah Kedekatan Hubungan Indonesia-Palestina Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, Mufti Agung Palestina dan Pemimpin Palestina di Pengasingan, Syaikh Amin Al-Husaini menyerukan kepada seluruh pemimpin Arab untuk memberikan pengakuan, dan mengulurkan bantuannya terhadap Republik Indonesia yang baru berdiri; Mufti Agung Palestina Syaikh Amin Al-Husaini memimpin Dewan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (Lajnah Difa’i An Indonesy) yang didirikan pada tanggal 16 Oktober 1945, beranggotakan Sekjen Liga Arab Dr. Shalahuddin Pasha, dan Menteri Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Perang Mesir, Jenderal Saleh Harb Pasha.
dalam Resepsi Persahabatan Arab-Indonesia, Cairo, 10 Juni 1947 Menteri Muda Luar Negeri / Wamenlu Dr. H. Agus Salim, berbincang-bincang dengan Menlu Saudi Arabia Pangeran Faisal ibn Saud dan Mufti Agung Palestina Syaikh Amin Al-Husaini dalam Resepsi Persahabatan Arab-Indonesia, Cairo, 10 Juni 1947
KONFERENSI ASIA-AFRIKA BANDUNG 1955
HARUSKAH ISRAEL DIUNDANG DALAM KAA? India, Sri Lanka dan Burma: YA atas dasar alasan GEOGRAFIS. Indonesia dan Pakistan: TIDAK atas dasar alasan ISRAEL sebagai IMPERIALIS. Semuanya sepakat mengundang PALESTINA sebagai pihak dalam Konferensi, diwakili oleh Mufti Palestina Sayyid “Al-Haj” Amin Al-Husaini
ERA ORDE LAMA Presiden Soekarno menyebut Israel sebagai “The Outpost of Colonialist-Imperialist Forces”. RI menolak kontingen Israel di Asian Games 1962 yang diselenggarakan di Jakarta. International Olympic Committee (IOC) menyampaikan teguran kerasnya terhadap RI terkait posisi tersebut. Presiden Soekarno menyatakan RI keluar dari IOC dan menyelenggarakan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) sebagai tandingan Olimpiade.
ERA ORDE BARU Dalam kunjungan kenegaraan Pemimpin PLO Yasser Arafat ke Indonesia pada tahun 1984, Presiden Soeharto menyetujui pendirian Biro PLO Jakarta; Indonesia segera mengakui proklamasi kemerdekaan Palestina yang diumumkan oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat 15 November 1988; Tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah ditandatangani “Joint Communique on the Establishment of Indonesia-Palestine Diplomatic Relations in Ambassadorial Level” antara Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Palestina Farouq Kaddoumi.
Posisi Indonesia dalam Isu Palestina Posisi dasar Indonesia adalah secara konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina berdasarkan Resolusi DK-PBB No. 242 (1967) dan No. 338 (1973), yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua wilayah Arab yang diduduki Israel dan pengakuan atas hak-hak sah rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, mendirikan negara di atas tanah airnya sendiri dengan al-Quds as-Syarif (Jerusalem Timur) sebagai ibukotanya serta prinsip “land for peace”. Indonesia selalu menyambut baik upaya perdamaian yang sejalan dengan resolusi-resolusi dan inisiatif, termasuk di antaranya Konferensi Perdamaian Madrid (1991), Oslo (1993), Sharm Al Sheikh (1999), serta Peta Jalan Perdamaian (Road Map for Peace 2003) gagasan Quartet (AS, Rusia, PBB, dan UE) yang diharapkan dapat diimplementasikan menuju tercapainya penyelesaian masalah Palestina-Israel secara damai, adil, dan menyeluruh. Sejalan dengan amanat konstitusi (Pembukaan UUD 1945) dan sebagai bagian dari dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina, Indonesia tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sebelum tercapai penyelesaian damai secara menyeluruh terhadap konflik Arab-Israel.
Kontribusi Indonesia terhadap Palestina (1) Indonesia menekankan kembali perlu dilengkapinya proses perdamaian yang tengah berlangsung dengan bantuan dan dukungan konkret masyarakat internasional guna mengurangi penderitaan yang dialami rakyat Palestina, dan dalam kaitan ini, Indonesia menyambut baik penyelenggaraan Konferensi Internasional Negara-negara Donor untuk Palestina di Paris tanggal 17 Desember 2007. Dalam kaitan ini, Pemerintah Indonesia telah ikut berkontribusi dengan menyampaikan komitmen bantuan sebesar US$ 1 juta sebagai bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di wilayah Palestina dan kamp-kamp pengungsi di negara-negara sekitarnya, di samping berencana menyelenggarakan NAASP Plus Conference on Capacity Building for Palestine pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 2008, bersama dengan Afrika Selatan sebagai Co-Chairs NAASP. Hingga akhir tahun 2009, Pemri telah melatih + 100 aparat dan warga Palestina di bidang diplomatik, manajemen proyek infrastruktur, UKM, dsb. Konferensi yang ditujukan untuk menghimpun komitmen bantuan pengembangan SDM dan kapasitas kelembagaan Palestina tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan kapasitas nasional Palestina menjelang berdirinya Negara Palestina Merdeka.
Kontribusi Indonesia terhadap Palestina (2) Segera setelah serangan Israel ke Jalur Gaza tanggal 27 Desember 2008, Pemri memberikan bantuan kemanusiaan senilai 1 Juta US$ dan 2 ton medical supplies termasuk kendaraan ambulans; Bantuan tersebut disampaikan langsung kepada pihak Palestina oleh Delegasi Tim Aju Bantuan Kemanusiaan Pemri yang dipimpin oleh Direktur Timur-Tengah Kemlu, Drs. Aidil Chandra Salim, M.Comm. Bantuan diterima oleh Menteri Kesehatan Otoritas Palestina, Dr. Fathi Abu Moughli pada tanggal 2 Januari 2009.
Kontribusi Politik di Fora Multilateral Pada tanggal 15-16 Januari 2009, atas prakarsa gigih dari Pemerintah RI melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah diselenggarakan The 10th Emergency Special Session of the General Assembly on Illegal Israeli Actions in Occupied East Jerusalem and the rest of the Occupied Palestinian Territory.; Dalam sambutannya Wakil Tetap Pemerintah RI untuk PBB menegaskan kembali Resolusi No. 1860 sekaligus menyerukan pentingnya aksi/kebijakan yang lebih nyata demi menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Dari perspektif Indonesia, setidaknya ada dua isu utama yang harus diperhatikan. Pertama, pentingnya mendorong komunitas internasional, termasuk negara-negara di kawasan, untuk melipatgandakan usahanya dalam memastikan implementasi penuh Resolusi No. 1860. Kedua, permintaan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk melaksanakan investigasi terhadap pelanggaran HAM dan perusakan infrastruktur Palestina yang disebabkan oleh aksi militer Israel.
Posisi RI Dalam Special Session Majelis Umum PBB Indonesia memilih untuk bersikap abstain terhadap resolusi hasil Sidang Khusus Darurat mengenai Supporting the Immediate Ceasefire according to Security Council Resolution 1860 (2009) dengan alasan: (1) resolusi tersebut gagal mengidentifikasi Israel sebagai biang keladi (main perpetrator) terhadap situasi krisis di Jalur Gaza tersebut; (2) resolusi memberikan persepsi menyamakan korban warga sipil Palestina yang jauh berlipat ganda dibandingkan dengan jumlah korban sipil warga Israel; dan (3) resolusi tidak memuat penegasan penarikan mundur pasukan militer Israel dari Gaza dengan segera.
Kesimpulan Partisipasi aktif Indonesia dalam proses perdamaian Timur-Tengah merupakan pengejawantahan dari amanat konsitusional, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yakni "ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
TERIMA-KASIH