DESAIN LAPISAN TAMBAHAN (OVER LAY) Metoda analisa komponen BINA MARGA
Prinsip Dasar Pada akhir masa layan struktur perkerasan diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambah yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan dari lapis tambahan yang diberikan. Untuk menentukan nilai ITP sisa dari perkerasan lama, dilakukan penilaian kondisi struktur pekerasan lama. Lapisan tambahan akan memadai jika struktur perkerasan lama masih daalam kondisi keritis, belum mencaaapai kondisi runtuh
Ada tiga parameter input yang diperlukan dalam penentuan tebal lapis tambahan, yaitu: nilai lendutan (mm) yang mewakili seksi jalan yang dianggap seragam yang sedang direncanakan kondisi perkerasan dari seksi jalan tersebut secara umum (biasanya data keretakan, deformasi pada tapak roda (rutting) dan ketebalan struktur data yang ada) beban lalu lintas baik yang telah lewat sejak konstruksi jalan dibuat, maupun beban yang akan memakai jalan setelah overlay.
Penentuan kondisi perkerasan pada kondisi kritis dan kondisi runtuh didefenisikan dari nilai IP (indek permukaan), IPt untuk kondisi kritis, IPf untuk kondisi runtuh. Ketetapan IPt yang diberikan dalam Analisa Komponen sebagai berikut : IPt = 2,5 ; Menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik IPt = 2,0 ; menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IPt = 1,5 ; menyatakan tingkat pelayanan terendaah yang masih mungkin (jalan tidaak terputus) IPt = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaaraa.
Penentuan Nilai IP menurut AASHTO 1972
Nilai Kondisi Struktur Perkerasan Lentur Jalan Gambaran Kondisi Perkerasan Nilai Kondisi Lapis Permukaan - Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda - Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda, namun masih tetap stabil - Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih stabil - Retak banyak dan juga deformasi pada jalur roda, terlihat gejala ketidakstabilan 2. Lapis Pondasi a). Aspal beton atau penetrasi macadam - Umumnya tidak retak - Terlihat retak halus, namun tetap stabil - Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan - Retak banya, terlihat gejala ketidak stabilan b). Stabilitas tanah dengan semen atau kapur - Indeks plastis < 10 c) Macadam ataubatu pecah - Indeks plastis < 6 3. Stabilitas tanah dengan semen atau kapur - Indeks plastis < 6 - Indeks plastis > 6 90 – 100 % 70 – 90 % 50 – 70 % 30 – 50 % 70 – 100 % 80 – 100 %
Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan 1. METODA ITP SISA ITPsisa = Σ (ai x Di x NKi) i = 1,2,…n, masing-masing urutan lapisan ai = koefisien kekuatan relatif bahan i Di = tebal lapisan perkerasan i NKi = Nilai Kondisi lapis perkerasan I Tebal Lapisan Tambahan D0 = (ITPperlu – ITPsisa) / a0
2. Metoda Lendutan Bina Marga Lendutan kondisi kritis (mm) Dt = 5,5942 . e-0,2769 . logAE18KSAL Lendutan kondisi runtuh (mm) Df = 8,6685 . e-0,2769 . Log AE 18 KSAL Perencanaan Tebal
3. Metoda HRODI
Keterangan : D = Lendutan Balik segmen atau lendutan balik yang digunakan untuk perencaanaan L = Lintas ekivalen komulatif selama umur rencana (dalam 106) Pd = lebar perkerasan (m) Cam = perubahan kemiringan melintang yg dibutuhkan untuk menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan. Tmin = tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang dipergunakan t = Tebal lapis tambahan untuk mengurangai lendutan selama umur rencanan T = Tebal yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan perkerasaan ke nbentuk yang dikehendaki
Kondisi permukaan jalan secara visuil RCI Kondisi permukaan jalan secara visuil 8 – 10 7 – 8 6 – 7 5 – 6 4 – 5 3 – 4 2 – 3 ≤2 Sangat rata dan teratur Sangat baik, umumnya rata Baik Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata Rusak, bergelombang, banyak lubang Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep