Hukum keluarga
Pengertian Hukum Keluarga Adalah hubungan-hubungan hukum yang timbul dari kehidupan keluarga sedarah, akibat perkawinan dan keturunan Dalam KUHPerdata, hukum keluarga diatur dalam buku pertama tentang orang, judul dan isinya tidak sesuai dengan materi hukum perseorangan karena ternyata juga diatur matri hukum kekeluargaan.
Pengertian Perkawinan Bagian yang penting dalam hukum keluarga adalah hukum perkawinan Perkwinan adalah merupakan suatu kejadian yang sangat memperngaruhi status hukum seseorang dalam arti : Timbul kedudukan sebagai suami dan sebagai istri Jika dalam perkawinan lahir anak, maka timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak.
Pengaturan Hukum Perkawinan Sebelum berlakunya UU no. 1 tahun 1974, hukum perkawinan di Indonesia berbhineka (beraneka ragam), 1. berlaku HOCI 2. berlaku KUHPerdata 3. Hukum Islam 4. peraturan perkawinan campuran Sesudah berlakunya UU perkawinan, berlaku : 1. UU No. 1 Tahun 1974 2. PP No. 9 tahun 1975 3. PP 10 tahun 1983 4. PP 45 tahun 1990 5. Kompilasi hukum Islam kepres No. 1 tahun 1991
Perkawinan Ditinjau dari KUHPerdata Pengertian perkawinan, UU tidak mengatur apa yang dimaksud dengan perkawinan sehingga ilmu hukumlah yang merumuskannya : “Perkawinan adalah suatu pertalian antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang diakui sah oleh undang-undang yang bertujuan untuk menyelengarakan kesatuan hidup yan abadi” Konsepsi perkawinan perdata dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 26 KUHperdata. KUHPerdata hanya mengenal perkawinan yang dilangsungkan menurut UU dan dihadapan pegawai catatan sipil. Pejabat gereja baru boleh melangsungkan perkawinan apabila perkawinan menurut UU sudah dilangsungkan di hadapan pegawai catatan sipil (pasal 81 KUHPerdata)
Segi Negatif dari Lembaga Perkawinan Menurut KUHPerdata UU tidak mencampuri upacara-upacara gereja (tidak diperhatikan aspek religius) UU tidak memperhatikan larangan perkawinan sebagai mana halnya dalam peraturan agama. UU tidak memperhatikan faktor biologis misalnya kemandulan. UU tidak memperhatikan motif-motif yang mendorong pihak-pihak yang melakukan perkawinan.
Segi positif dari Lembaga Perkawinan Menurut KUHPerdata Perkawinan berdasarkan asas monogami Perkawinan harus berlangsung kekal hanya putus karena kematian Alasan perceraian ditentukan secara linitatif oleh UU
Perbedaan Antara Perkawinan dan Perjanjian Dilihat dari para pihak Isi perjanjian ditentukan oleh para pihak sedangkan isi perkawinan ditentukan oleh UU. Peralihan hak, hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian dapat dialihkan sedangkan hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perkawinan tdak dapat dialihkan. Hapusnya perjanjian ditentukan oelh kesepakatan para pihak sedangkan hapusnya perkawinan/ putusnya perkawinan harus berdasarkan alasan-alasan yang terbatas dalam UU.
Syarat-Syarat Perkawinan Menurut KUHPerdata terdiri dari syarat materiil yang mengenai diri pribadi para calon yang akan melangsungkan perkawinan. Syarat Formil yaitu syarat2 yang mendahului perkawinan dan pada saat melangsungkan perkawinan
Syarat Materiil Syarat Materiil umum : Kata sepakat Batas usia Asas monogami Tenggang waktu tunggu Syarat materiil Khusus : Larangan perkawinan Izin kawin Syarat Formil : Pemberitahuan akan berlangsungnya perkawinan (pasal 50 & 51 KUHPerdata) Pengumuman (pasal 52, 53, 54 KUHPerdata) Pelangsungan perkawinan (pasal 57 KUHPerdata)
Perkawinan Ditinjau dari UU No. 1 tahun 1974 Pengertian perkawinan : perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai suami istri sebagai tujuan untuk membentuk keluarga / rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.
Unsur-Unsur Perkawinan Unsur agama, dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1, 2, 8, 51 UU No. 1 tahun 1974. Unsur Biologis, dapat dilihat dari ketentuan pasal 4 dan 7 UU No. 1 tahun 1974. Unsur Sosiologis, batas umur untuk melangsungkan perkawinan adalah untuk mengurangi laju pertambahan penduduk karena kelahiran, karena pertambahan penduduk adalah masalah sosial Unsur Yuridis, dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 2 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974.
Syarat-Syarat Perkawinan Menurut UU Perkawinan Syarat materiil umum : Persetujuan bebas, pasal 6 ayat 1 UU perkawinan Syarat usia, pasal 7 ayat 1 UU perkawinan Asas monogami relatif, pasal 9 dan 3 ayat 1 Berlakunya tenggang waktu tunggu, lihat ketentuan pasal 39 PP No. 9 tahun 1975, cerai mati 130 hari sejak tanggal kematian suami, cerai hidup 3 kali suci sekurang- kurangnya 90 hari.
Lanjutan… Syarat Materiil Khusus : Izin kawin, pasal 6 ayat 1 dan 2 Larangan tertentu untuk melangsungkan perkawinan, pasal 8 UU No. 1 tahun 1974 Syarat Formal : Pemberitahuan, pasal 3 ayat 2 PP 9 tahun 1975 Penelitian, pasal 6 ayat 1 PP 9 tahun 1975 Pencatatan, pasal 7 PP 9 tahun 1975 Pengumuman, pasal 8 PP 9 tahun 1975 Pelangsungan perkawinan, pasal 10 PP 9 tahun 1975
Perkawinan Dilangsungkan Terbuka Untuk Umum Dengan tujuan untuk : Memberi kepastian tentang telah dilangsungkannya perkawinan Mencegah terjadinya perkawinan gelap Mencegah perkawinan yang dilangsungkan secara tergesa-gesa Memberikan suasana yang khidmat dan sakral Untuk menjamin pegawai pencatat berlaku hati-hati
Penandatanganan Akte Perkawinan Kedua mempelai Diatur dalam Saksi – saksi Pegawai pencatat perkawinan Untuk yg beragama Islam wali nikah Akte perkawinan Dibuat rangkap 2 Diatur dalam Ps 11 (1,2,3) PP 9/75 Ps 13 (1,2) UUP 1/74 Terhadap perkawinan Dengan kuasa Diberi kutipan Disimpan pegawai pencatat Pengadilan ____ Ditandatangani oleh penerima kuasa Termasuk dlm perjanjian pemberian kuasa
Perkawinan dengan kuasa Yang disahkan Oleh pegawai pencatat _______ Terlihat dalam Ps 6 PP 9/75 Tidak diatur secara tegas Terhadap kuasa autentik Atau Dibawah tangan
Akte Perkawinan ps 12 & 13 PP 9/75 Nama, tanggal, tempat lahir, agama/kepercayaan, tempat kediaman suami/istri, jika janda/duda: mantan suami/istri disebutkan Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat kediaman orang tua suami/istri Ijin ps. 6 (2,3,4,5) UU 1/74 Despensasi pengadilan berkaitan dengan batas umur ps. 7 UU 1/74 Kata sepakat para pihak Ijin pejabat Perjanjian perkawinan Identitas para saksi
Disimpan oleh ____ pencatat Akte Perkawinan --- dibuat rangkap 2 (dua) Disimpan oleh ____ pencatat _____ ke PN di wilayah hk perkawinan dilangsungkan Ps. 13 PP 9/75 Tentang peristiwa bahwa telah terjadi pelangsungan perkawinan Diberikan pada saksi – saksi alat bukti Kutipan akte perkawinan UUP 1/74 tidak mengatur BW 100 – 102