Anis Hidayah Migrant CARE Perbaikan Tata Kelola Perlindungan PRT Migran Indonesia Berbasis Keadilan Gender
Background: Feminisasi Kemiskinan ~ Feminisasi Migrasi FEMINISASI KEMISKINAN : naiknya angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100,000 kelahiran, rendahnya kesempatan kerja dan upah tenaga kerja perempuan, kekerasan terhadap perempuan, rendahnya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan dan lain-lain tidak dimasukkan dalam agenda penanggulangan kemiskinan. PEREMPUAN sebagai pihak yang dibebani sebagai penyedia pangan sehari-hari bagi keluarga mengalami tekanan mental, TERPAKSA dan bahkan rela bekerja pada sector pekerjaan beresiko tinggi dengan upah rendah, se perti MENJADI PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) MIGRAN maupun dalam negeri. PARADIGMA MIGRASI YANG BIAS GENDER, diskriminatif dan stigmatif terhadap PRT Migran mengakibatkan mereka tidak dilindungi dan RENTAN TERHADAP KEKERASAN secara sitemik.
Data Penempatan Buruh Migran Indonesia Berbasis Gender (Sumber: BNP2TKI) TahunTotalPerempuan%Laki-laki%
Sektor Pekerjaan Buruh Migran Indonesia tahun 2014 NoSektorJumlah 1Domestic Workers Plantation Operator Deckhand Factory Driver Construction Cleaning Service Fisherman Other TOTAL % sektor pekerjaan buruh migran Indonesia tahun 2014 adalah pekerja rumah tangga
Latar Belakang Pendidikan Buruh Migran Indonesia tahun 2014 (Sumber: BNP2TKI) PendidikanJumlah% Pasca sarjana1790,04 Sarjana3,9560,92 Diploma17,3554,04 SMA106, SMP162,73137,86 SD138, TOTAL429,
Watak Kebijakan Migrasi (dari Rezim Orba- Pasca Reformasi) Patriarkis & Eksplotatif PeriodeKebijakanWatak Kolonial ( ) Stbl 8/1887, Stbl 235/1899/ STB 540/1911, Stbld 208/1936 Pokok-pokok perburuhan secara umum, pengerahan tenaga kerja, bias gender Orde Lama (1945 – 1966) Permen Perburuhan No 1/1965 Pengawasan terhadap organisasi perekrut pekerja, gender blind Orde baru (1966 – 1998) 40 KepmenakerPengerahan tenaga kerja Indonesia, Bisnis penempatan TKI, Diskriminatif terhadap perempuan Reformasi (1999 – 2014) 87 Kepmenaker 4 Perpres UU No. 39/ MoU Pengerahan tenaga kerja, bisnis penempatan, diskriminatif terhadap perempuan, migrasi berbiaya tinggi
Gender Perspektif dalam UU No. 39/2004 ~ Konvensi Buruh Migran UU No. 39/2004Konvensi PBB 1990 Konsideran dan asas: Negara wajib melindungi warga negaranya di luar negeri berdasarkan prinsip demokrasi, kedaulan sosial, keadilan & kesetaraan gender, anti diskriminasi Pembukaan: Memperhatikan prinsip- prinsip yang terkandung dalam kovenan HAM, termasuk konvensi CEDAW Tidak mengatur hak secara komprehensifMengatur hak-hak buruh migran secara komprehensif Tidak mengatur kerentanan perempuan yang bermigrasi. 2 pasal yang mengatur perempuan: perempuan hamil tidak boleh bermigrasi dan perempuan yang berangkat harus ada ijin dari suami Belum mengatur secara komprehensif kerentanan perempuan, namun ada jaminan hak-hak terkait perempuan: tidak boleh menjadi sasaran penyiksaan, tidak boleh diperbudak. Makanya pada tahun 2011, ILO mengesahkan konvensi 189 tentang kerja layak bagi PRT
GRAND DESIGN POLICY MIGRASI YANG EKSPLOITATIF Payung hukum kebijakan migrasi tenaga kerja di Indonesia (UU No 39 tahun 2004) tidak efektif melindungi, namun sebaliknya eksploitatif, terutama bagi perempuan UU TKI menghasilkan skema migrasi berbiaya tinggi dan monopoli oleh swasta Skema migrasi sentralistik dan gender-blind Melanggengkan impunitas Skema migrasi yang dihasilkan mendekati praktek trafficking dan perbudakan
Concluding Comment untuk Pemerintah Indonesia dari Committee on CEDAW Adanya perjanjian-perjanjian bilateral yang tidak berdasarkan pada perspektif perlindungan hak (diperbolehkannya majikan menahan paspor buruh migran Indonesia) Tingginya biaya penempatan dan besarnya pungutan terhadap buruh migran Desakan kepada pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya
Jumlah perbudakan meningkat 300% pada 2014 Masih berlakunya kebijakan lama yang tidak melindungi buruh migran, menjadi salah satu kontribusi besar terpuruknya Indonesia pada ranking 8 negara yang warganya diperbudak diseluruh dunia pada tahun ini. Jumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban perbudakan modern pada tahun 2014 meningkat lebih dari 300% !. Jika di tahun 2013 berjumlah 210,970 orang, maka di tahun 2014 meningkat menjadi orang( laporan GLOBAL SLAVERY INDEX 2014, Walk Free a/ a/ 3 indikator yang dilihat dalam GSI: respon pemerintah, pelayanan dan rehabilitasi korban serta kerentanan
Isu-isu krusial Migrasi di Indonesia Feminisasi migrasi: Demografi buruh migran perempuan yang ke luar negeri makin meningkat dan makin rentannya mereka terhadap kekerasan berbasis gender Undocumented migrant workers: perpaduan antara kegagalan tata kelola migrasi Indonesia dan perminataan dari pelaku usaha di Malaysia yang memanfaatkan banjirnya arus tenaga kerja yang murah. Ancaman hukuman mati Ancaman hukuman mati terhadap buruh migran Indonesia terus meningkat. NegaraJumlah Malaysia 212 Saudi Arabia 37 Singapura 1 China 27 Qatar 1 Iran 1 Total279
Kepastian hukum bagi pencari keadilan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan masalah buruh migran yang memiliki perspektif keadilan gender Mekanisme penanganan masalah yang berpihak kepada korban Mekanisme pelaporan atau pengaduan yang accesable atau mudah di akses bagi buruh migran dan anggota keluarganya Mekanisme penanganan masalah yang transparan dan akuntabel Kepastian hukum bagi pencari keadilan
Tantangan Masih dan makin menguatnya industri buruh migran yang dilegitimasi oleh negara Perspektif pemerintah terhadap perempuan yang bermigrasi (PRT migran) bias gender ~ roadmap penghentian PRT migran ke 21 negara pada 2015 Kebijakan politik luar negeri dan diplomasi perlindungan buruh migran masih berada pada level ‘pencitraan’ Pemberantasan korupsi belum menyentuh korupsi dalam pelayanan buruh migran
Ke Depan Mendesak Harmonisasi seluruh kebijakan berbasis pada konvensi PBB 1990, penegakan HAM buruh migran (terutama penuntasan revisi UU No 39/2004) Membangun mekanisme migrasi yang aman (terutama bagi perempuan) dengan meminimalisir peran swasta, mereduksi biaya penempatan dan mendekatkan akses atas keadilan Membangun sistem perlindungan bagi PRT migran melalui ratifikasi konvensi ILO 189 dan pengesahan RUU PRT’ Diplomasi yang lebih berani untuk mewujudkan kedaulatan dan martabat buruh migran Keadilan gender sebagai perspektif utama (dalam kebijakan, diplomasi, pelayanan, budgeting), tidak ada perlindungan tanpa keadilan gender