PERKAWINAN KATOLIK Friday, 12 September 2014
Dari Sudut Psikologi maupun Sosiologi Perkawinan merupakan suatu Persekutuan Menyeluruh Dari Suami Istri yakni: a) Persatuan Tubuh Segi pertama adalah segi yang tampaknya paling dangkal tetapi penting dan bermakna yaitu persatuan tubuh. Sejak menikah suami istri mempersatukan diri melalui persatuan tubuh mereka dengan berhubungan seksual. Persatuan tubuh itu merupakan pengungkapan serta sekaligus sarana pemeliharaan cinta kasih. Dengan kasih dan kesukarelaan hubungan seksual menjadi ungkapan dan sarana pemeliharaan kasih suami istri yang amat penting dan bermakna. b) Persatuan harta dan uang Waktu berpacaran dan bertunangan calon suami istri memiliki dan mengatur keuangan masing-masing hanya kadang-kadang saja salah satu mentraktir yang lain, lain hanya jika sudah menikah. Wajar saja sebagai suami istri mereka mempersatukan keuangan dan harta benda mereka. Mereka harus bersama-sama mengelola uang dan membeli serta memelihara barang-barang mereka. Kebersamaan dalam mengatur uang serta barang-barang itu, dalam perjalanan waktu akan mempersekutukan hati suami istri
c) Persatuan tempat tinggal Selama masa berpacaran dan bertunangan calon suami istri masih hidup terpisah, dalam suasana seperti itu kedua pihak masih amat menjaga penampilan sehingga mereka tidak dapat mengenal apa adanya. Namun setelah pernikahan pentinglah bahwa keduanya segera hidup disatu tempat tinggal bersama. Karena persatuan tempat tinggal akan memungkinkan mereka saling mengenal apa adanya, hal itu dapat menimbulkan krisis-krisis pada kedua belah pihak. Namun krisis itu akan mempersatukan hati suami istri secara lebih erat. d) Persatuan jiwa Yang disebut jiwa itu, dalah menyangkut pikiran, perasaan, dan kemauan maupun kehendak. Olehkarena itu, persekutuan mental diusahakan yang ditumbuhkan terutama dengan saling bertukar pikiran, perasaan dan kemauan. Tukar pikiran terjadi dengan diskusi saling mengutarakan gagasan, wawasan, atau pandangan. Tukar perasaan terjadi dengan saling mengungkapkan perasaan secara jujur dan tidak ditutup-tutupi. Tukar kemauan berarti saling mengungkapkan kehendak atau kemauan, walaupun kemauan itu tidak akan selalu disetujui dan didukung oleh pasangan hidup.
e) Persatuan iman Iman terutama berarti sikap penyerahan diri kepada Tuhan. Sikap penyerahan itu harus tulus dan jujur sehingga ungkapannya tidak merupakan topeng atau kedok yang sebenarnya menutupi ketidak percayaan. Suami istri perlu berusaha sampai pada persatuan iman. Karena dengan demikian keduanya mampu memberikan kesaksian iman yang menyakinkan kepada anak-anak mereka, maupun orang lain di luar mereka. Ungkapan iman misalnya, tampak melalui doa pribadi, doa dan ibadat bersama terutama perayaan sakramen-sakramen. Sedangkan perwujutan iman berbentuk cara hidup sehari-hari yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dewasa ini, Institusi perkawinan merupakan masalah yang sangat sulit dan kompleks bagi Gereja, baik dari segi praktis maupun pastoral. Dalam tahun-tahun setelah Konsili Vatikan II, pemahaman tentang Perkawinan Kristiani mengalami perkembangan yang pesat. Perkawinan yang semula dilihat hanya sebagi kontrak, kini dipandang sebagai perjanjian (covenant, foedus) yang membentuk suatu persekutuan hidup dan cinta yang mesra.
APA ITU PERKAWINAN KATOLIK Perkawinan merupakan tindakan yuridis bilateral antara seorang pria dan seorang wanita. Tindakan yuridis ini dinamakan “janji perkawinan” (kan. 1055 & 1: foedus matrimonialis ) atau kontra perkawinan (kan. 1055 & 2: contractus matrimoniales ), yang berobyekkan pada “Kebersamaan seluruh hidup” atau consortium totius vitae (kan. 1055 & 1 ). Perkawinan sebagai suatu foedus coniugi ( =perjanjian nikah) dan bukan lagi sebagai contractus (sebuah kontrak).
TUJUAN PERKAWINAN Kesejahteraan suami – istri Prokreasi (Keturunan) Pendidikan anak
SIFAT HAKIKI PERKAWINAN KATOLIK : UNITAS ET INDISOLUBILITAS Yang disebut dengan hakiki ialah sifat – sifat esensial / pokok yang pasti selalu ada dalam setiap perkawinan, termasuk perkawinan sakramen. Ciri khasnya setiap perkawinan : Monogami(Unitas ) Tak-terceraikan (indisolubilitas ).
Yang dimaksud dengan ”monogam (Unitas )” adalah bahwa perkawinan hanya sah jika dilaksanakan hanya antar ”seorang pria dan seorang wanita” dalam hal ini tidak dibenarkan adanya poligami, yaitu bahwa seorang suami mempunyai beberapa istri sekaligus (poligami simultan) atau seorang istri mepunyai beberapa suami (poliandri) dalam waktu yang bersamaan (poligami simultan). Yang dimaksud dengan ” tak-terceraikan (indisolubilitas ) ” adalah bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak bisa diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun, kecuali oleh kematian.
SYARAT PERKAWINAN KATOLIK Pria sesudah berumur genap enambelas tahun, dan wanita sesudah berumur genap empatbelas tahun. Sudah menerima Sakramen Baptis dan Krisma. Ada mempelai laki-laki dan perempuan, saksi perkawinan dan Imam atau Uskup sebagai wakil Gereja/ Tuhan Tidak terkena halangan pernikahan Mengikuti kursus Persiapan Perkawinan dan Penyeledikan Kanonik
HALANGAN PERKAWINAN KATOLIK (1) Pria sebelum berumur genap enambelas tahun, dan wanita sebelum berumur genap empatbelas tahun, tidak dapat menikah dengan sah. Konferensi Waligereja berwenang penuh untuk menetapkan usia yang lebih tinggi untuk halalnya perkawinan. Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang ada sejak sebelum nikah dan bersifat tetap, entah dari pihak pria atau pun dari pihak wanita, entah bersifat mutlak ataupun relatif, menyebabkan perkawinan tidak sah dari kodratnya sendiri. Sedangkan Kemandulan tidak melarang atau pun menggagalkan perkawinan
HALANGAN PERKAWINAN KATOLIK 2 Adalah tidak sah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang terikat perkawinan sebelumnya, meskipun perkawinan itu belum disempurnakan dengan persetubuhan. Meskipun perkawinan yang terdahulu tidak sah atau diputus atas alasan apapun, namun karena itu saja seseorang tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi sebelum ada kepastian jelas secara legitim bahwa perkawinan terdahulu tidak sah atau telah diputus Adalah tidak sah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima Tahbisan Suci/ tarekat Religius Tidak sahlah perkawinan antara mereka yang berhubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik yang legitim maupun yang alami.
CATATAN PENTING De Facto, negara selalu merumuskan dan mengesahkan hukum perkawinan yang mengikat semua warganya, tanpa membedakan agamanya.Karenanya semua orang katolik juga terikat oleh hukum perkawinin sipil, agar mendapatkan efek-efek sipil. Bagi orang katolik, perkawinan sipil saja belum dianggap sah, karena ia masih terikat oleh hukum kanonik.Karena itu semua orang katolik yang mencoba melangsungkan pernikahan hanya secara sipil saja, dianggap hidup dalam perkawinan yang tidak sah secara gerejani dan karena itu tidak diperkenankan menerima sakramen- sakramen, kendati ”masih tetap menjadi anggota Gereja yang penuh”.