Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
OLEH : WESSY TRISNA, SH. MH
HUKUM ACARA PIDANA OLEH : WESSY TRISNA, SH. MH
2
PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA
Hukum Acara Pidana Indonesia ada di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981. Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara. Mengadakan suatu dasar-dasar dan aturan-aturan.
3
DASAR DAN ATURAN : Menentukan perbuatan yang tidak boleh dilakukan
Pemberian sanksi Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada pelaku dikenakan atau dijatuhi pidana Menentukan bagaimana cara penjatuhan pidana itu dapat dilaksanakan
4
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP), mencakup seluruh prosedur acara pidana, yaitu mulai dari proses tingkat penyelidikan dan penyidikan, pra penuntutan dan penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim (eksekusi), demikian pula telah diatur tentang upaya hukum biasa (banding dan kasasi) dan upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali (herziening) dan kasasi demi kepentingan hukum).
5
Prof. MULYATNO menyebutkan bahwa HAP (HukumAcara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.
6
PROF.WIRYONO PRODJODIKORO,SH
hukum Acara Pidana : Rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yg berkuasa, yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.
7
PROF.SIMON HUKUM ACARA PIDANA : Aturan hukum yang mengatur bagaimana negara dengan alat perlengkapannya, mempergunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan putusan.
8
Intinya bahwa Hukum Acara Pidana adalah Keseluruhan aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian perkara pidana meliputi proses pelaporan dan pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, putusan dan pelaksanaan putusan pidana
9
HUKUM PIDANA Apa ? Perbuatan apa yang dikatakan tindak pidana Siapa ? Siapa yang dapat dikatakan sebagai pelaku Bagaimana ? Bagaimana cara memproses pelaku jika terjadi tindak pidana Hukum Pidana Materiil Hukum Pidana Formil
10
Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
Fungsi Represif yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamhukum pidana dapat diterapkan. Fungsi Preventif yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat ketika sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang akan berpikir kalau akan melakukan tindak pidana.
11
Tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
12
maka tujuan hukum pidana dapat dikatakan meliputi yaitu :
mencari dan mendapatkan kebenaran melakukan penuntutan melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan melaksanakan (Eksekusi) putusan hakim
14
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
Mencari dan mendapatkan kebenaran materiel atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiel yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana. diperlukan ilmu bantu
15
ILMU BANTU DALAM HUKUM ACARA PIDANA
LOGIKA Ilmu bantu logika sangat dibutuhkan dalam proses penyidikan dan proses pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara berpikir yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan logis dan rasional. PSIKOLOGI sesuai dengn materi pokok ilmu ini, maka ilmu ini dapat berguna didalam menyentuh persoalan-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu penyidik dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa. KRIMINALISTIK: Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses pembuktian terutama dalam melakukan penilaian fakta-fakta yang terungkap didalam sidang, dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika yang baik sehingga proses pembuktian akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. ilmu ini yang banyak dipakai adalah ilmu tentang sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan sebagainya.
16
Kedokteran Kehakiman dan Psikiatri
kedokteran kehakiman dan psikiatri sangat membantu penyidik, JPU dan hakim didalam menangani kejahatan yang berkaitan dengan nyawa atau badan seseorang atau keselamatan jiwa orang. Dalam hal ini hakim memerlukan keterangan dari kedokteran dan psikitri, dan ketika ada yang menjelaskan tentang istilah istilah medis hakim, jaksa dan pengacara tidak terlalu buta. Kriminologi Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan latar belakang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu ini akan membantu terutama pada hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabi buta, harus melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan tindak pidana. Penologi Ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan hukuman termasuk juga bagi petugas pemasyarakatan jenis pembinaan apa yang tepat bagi nara pidana. Victimologi Ilmu Yang mempelajari seluk beluk korban Kejahatan. Ilmu ini sangat membantu dalam menentukan tindakan apa yang tepat untuk dapat memberikan santunan kepada korban.
17
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Perlakuan yang sama terhadap setiap orang di depan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet / equality before the law). maksudnya adalah hukum acara pidana tidak mengenai apa yang disebut perlakuan yang bersifat khusus bagi pelaku-pelaku tertentu dari sesuatu tindak pidana. equality before the law yaitu perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan
18
Asas-asas Asas Inquisitoir dan Accusatoir
asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksaan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali, seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya. Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/terdakwa yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum. dimana setiap orang dapat menghadirinya.
19
ASAS-ASAS Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.
Peradilan cepat artinya dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselenggarakan sesederhana mungkin dan dalam waktu yang sesingkat- singkatnya. Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan. hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 4 ayat (2).
20
Asas-asas PRADUGA TAK BERSALAH (PRESUMPTION OF INNOCENT)
pasal 8 UU no.4 /2004 jo UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman penjelasan umum butir 3 C KUHAP. Pada dasarnya asas ini mensyaratkan bahwa seorang terdakwa harus dianggap tidak bersalah, yaitu sebelum kesalahannya dinyatakan telah terbukti oleh pengadilan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau mempunyai suatu kracht van gewijsde. ASAS OPPORTUNITAS pasal 36 C UU no. 48/2009 asas ini memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum. inilah yang dianut Indonesia contohnya seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia satu-satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut. ASAS LEGALITAS adalah asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan pelakunya. Dalam arti menghendaki agar semua pelaku sesuatu tindak pidana, tanpa kecuali harus dituntut menurut undang-undang pidana yang berlaku dan diajukan ke pengadilan untuk diadili. Pasal 137 KUHAP
21
Asas-asas Asas Sidang Terbuka Untuk Umum.
maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianya yaitu dalam hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah anak dibawah umur. dalam hl ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “ untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. “tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan batal demi hukum”. pasal 19 (1) UU no.4/2004, pasal 153 (3,4 ) KUHAP, pasal 20 UU no.4 /2004, pasal 195 KUHAP.
22
Asas-asas Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya
Asas ini menghendaki bahwa tidak ada sutu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilan atau pemeriksaan hingga mengambil putusan kecuali hanya diberikan pada hakim. pasal 31 UU no.4 /2004 pasal 6(2) UU no.4/2004. Asas Tersangka/terdakwa berhak mendapat Bantuan Hukum. bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya ; pasal 22 UU no.18/2003, pasal 37 – 40 no.4/2004, pasal 54,55,56,57(1),69-74 KUHAP
23
Asas-asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. pasal 18 UU no.4 /2004, pasal 153,154 dst.utk acara pemeriksaan singkat. Asas Peradilan Bebas Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak atau kekuasaan manapun.
24
Asas-asas Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi Pasal 95-97 KUHAP Pasal 95
Ganti rugi dapat dilakukan oleh tersangka, terdakwa, maupun terpidana atas akibat adanya penangkapan, penahanan, penuntutan, dan penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pengadilan serta tindakan lain yang: - Tanpa alasan yg berdasarkan UU - Kekeliruan atas orang - Kekeliruan hukum yg diterapkan Tuntutan ganti rugi diajukan melalui sidang praperadilan
25
Asas-asas Pasal 97 Rehabilitasi dpt diajukan oleh seseorang yg diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atas putusan pengadilan yg telah incracht. Permintaan rehabilitasi tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yg berdasarkan UU, atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yg diterapkan, yg tidak diajukan ke PN, diputus melalui sidang praperadilan (Psl 97 ayat 3)
26
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
Penyelidikan Penyidikan Penangkapan Penahanan Penggeledahan Penyitaan
27
Hukum acara pidana mengenal beberapa tahapan dalam menyelesaiakan perkara pidana, sekalipun secara tegas tidak ditentukan didalam KUHAP, namun berdasarkan rumusan pasal-pasal yang ada dalam KUHAP maka beberapa ahli hukum acara pidana yang ditemukan dalam berbagai literatur membagi tahapan itu menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu: Tahapan pemeriksaan Pendahuluan, Tahapan Penuntutan dan Tahapan pemeriksaan disidang pengadilan.
28
Menurut S Tanusubroto yang dimaksud dengan Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan penyidikan atau pemeriksaan sebelum dilakukan dimuka persidangan pengadilan. Seperti halnya dengan yang disampaikan oleh Soedjono D. yaitu Pemeriksaan yang dilakukan apabila ada persangkaan, baik tertangkap tangan atau tidak, yang dilakukan sebelum pemeriksaan dimuka persidangan pengadilan.
29
PENYELIDIKAN Definisi dari Penyelidikan adalah ada di dalam ketentuan umum Pasal 1 butir 5 KUHAP
30
siapa yang berwenang melakukan penyelidikan itu ?
(Pasal 4 KUHAP) Artinya semua pegawai kepolisian negara tanpa kecuali telah dilibatkan di dalam tugas-tugas penyelidikan, yang pada hakikatnya merupakan salah satu bidang tugas dari sekian banyak tugas-tugas yang ditentukan dalam KUHAP, yang ada hubungannya yang erat dengan tugas-tugas yang lain, yakni sebagai satu keseluruhan upaya para penegak hukum untuk membuat seseorang pelaku dari suatu tindak pidana itu harus dipertanggung jawabkan perilakunya menurut hukum pidana di depan hakim.
31
Kewenangan penyelidik diatur dalam pasal 5 KUHAP meliputi :
Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum) Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik.
32
Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)
Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; Mencari keterangan dan barang bukti; Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
33
Ad. 1 Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan laporan dan pengaduan yang harus dipenuhi yaitu(pasal 103) : jika laporan dan pengaduan dilakukan secara tertulis maka harus ditandatangni oleh pelapor dan pengadu; jika laporan dan pengaduan diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor/pengadu dan penyelidik; jika pengadu dan pelapor tidak dapat menulis, hal itu harus dicatat dalam laporan atau pengaduan
34
Perbedakan antara laporan dan pengaduan?
Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibannya, sementara pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja bukan kewajibannya tapi merupakan hak. Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik biasa. sementara pengaduan, obyeknya terbatas pada delik-delik aduan saja. Dari segi isinya, laporan berisi tentang pemberitahuan tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum. Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut kembali sementara pengaduan dapat dicabut kembali.
35
Yang dimaksud dengan delik-delik aduan atau tindak pidana aduan misalnya delik atau tindak pidana seperti yang oleh pembentuk undang-undang telah dirumuskan dala Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 284 ayat (2), Pasal 287 ayat (2), Pasal 293 ayat (2), Pasal 319, Pasal 320 ayat (2), Pasal 321 ayat (3), Pasal 332 ayat (2), Pasal 335 ayat (2), Pasal 267 ayat (2), Pasal 267 ayat (2), dan Pasal 369 ayat (2) KUHP, yakni delik-delik yang pelaku atau pelakunya hanya dapat dituntut apabila ada suatu pengaduan dari seseorang yang paling berwenang untuk mengajukan pengaduan semacam itu menurut undang-undang. Adapun delik selebihnya yang diatur oleh KUHAP adalah delik biasa yakni delik yang pelakunya menurut jabatannya telah dituntut menurut hukum pidana tanpa perlu adanya suatu pengaduan. Jangka waktu pengaduan (lihat Pasal 74 ayat (1) KUHP) .
36
Ad. 2. Mencari keterangan dan barang bukti mencari keterangan dan barang bukti ini adalah berusaha untuk menemukan bukti-bukti tentang telah dilakukannya sesuatu tindak pidana oleh seseorang, baik tindak pidana yang telah dilaporkan orang kepadanya maupun tindak pidana yang tidak dilaporkan kepadanya.
37
Apakah barang bukti sama dengan alat bukti?
barang bukti adalah barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berkaitan dengan tindak pidana. Alat bukti disebutkan dalam pasal 184 KUHAP yaitu:Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, petunjuk, keterangan terdakwa
38
Ad. 3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; Kewenangan menyuruh berhenti penting dimiliki oleh penyelidik , karena berkaitan dengan adanya orang yang dicurigai yang mengharuskan penyelidik mengambil tindakan memberhentikan guna melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan. Namun dalam hal orang yang dicurigai tidak mengindahkan peringatan penyelidik maka penyelidikpun tidak dapat melakukan upaya paksa yang dibenarkan undang-undang. karena kalau akan melakukan penangkapan harus ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi misalnya adanya surat perintah penangkapan.
39
Ad. 4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Kewenangan penyelidik mengenai melakukan tindakan lain, adalah kewenangan yang kabur dan tidak jelas dalam pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik guna kepentingan penyelidikan dengan syarat: tidak bertentangan dengan aturan hukum selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukanny tindakan jabatan tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa menghormati hak asasi manusia.
40
Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik
Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul manakala ada perintah dari penyidik. Tindakan-tindakan yang dimaksud berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seseorang, membawa dan menghadapkan seseorang pada penyelidik.
41
Penyidikan penyidikan diatur dalam pasal bagian kedua BAB XIV KUHAP, penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam pasal 6-13 bagian kesatu dan kedua BAB IV KUHAP.
42
Perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan ?
Dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakannya, penyelidikan: pejabat yang melaksanakanya adalah yang terdiri dari pejabat POLRI saja, sedangkan Penyidikan: pejabat yang terdiri POLRI dan Pejabat Pegawai Negeri sipil (PPNS) tertentu. Dari segi penekanannya tugasnya, Penyelidikan: penekanannya pada “mencari dan menemukan sesuatu peristiwa” yang diduga sebagai tindakan pidana. sedangkan Penyidikan : penekanannya pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang. Dari segi pangkat pejabat polri, penyelidikan adalah mereka yang memiliki pangkat Letnan dua, sedangkan untuk Penyidik adalah Letnan satu keatas.
43
Adapun kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dapat ditemukan dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut: menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang danya tindak pidana melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian TKP menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat mengambil sidik jari dan memotret seseorang; mendatangkan orang ahli diperlakukan dalam hubungannya dengan pemeriksan perkara; mengadakan penghentian penyidikan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. kewenangan penyidik ini terlihat lebih luas dari kewenangan penyelidik
44
Pelimpahan perkara dari penyidik kepada JPU dilakukan apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan maka penyidik menyusun hasilnya kemudian akan dilimpahkan perkara pada 2 tahap kepada JPU, yaitu: Hasil penyidikan akan dilimpahkan kepada JPU Dilimpahkan tanggungjawab terhadap penyidikan sekaligus menyerahkan tersangka. Pengembalian berkas perkara oleh JPU kepada penyidik untuk disempurnakan untuk dihadapkan kepada penyidik tambahan disebut Prapenuntutan.
45
Dasar hukum Penghentian penyidikan yaitu pasal 109 ayat (2) KUHAP
berdasarkan pasal ini dapat dikemukakan bahwa penyidik harus menghentikan penyidikan jika: apabila ternyata tidak cukup bukti untuk melnjutkan pekerjaannya kepengdilan untuk diadili; apabila tindakan yang dilakukan oleh seorang tersangka itu ternyata bukan merupakan suatu tindak pidana dan; apabila penyidikan dihentikan demi hukum.
46
Apa perbedaan penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan?
Penghentian penyidikan yaitu apabila hasil penyidikan tidak dapat mengumpulkan/memberi bukti-bukti yang sah maka penyidik dapat menghentikan penyidikan. Penghentian penuntutan yaitu apabila hasil penyidikan yang diterima oleh PU tidak memadai atau belum memenuhi untuk dilimpahkan maka JPU menghentikan penuntutan.
47
Dengan adanya penghentian penyidikan ini mengandung konsekuensi yuridis, sebab orang yang yang disangka telah melakukan tindak pidana tersebut kemudian diberi hak oleh undng-undang untuk dapat: mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah dan tidaknya penghentian penyidikan yang telah dilakukan penyidik terhadap dirinya. (Pasal 80 KUHAP) mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapatkan ganti rugi dan atau rehabilitasi sebagai akibat dari sahnya penghentian penyidikan yang telah diajukan kepada ketua pengadilan negeri tersebut (pasal 81 KUHAP)
48
Penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang hukum acara pidana (pasal 1 butir 20). Berdasarkan bunyi pengertian diatas maka yang berwenang melakukan penangkapan adalah penyidik, namun dalam pasal 16 ayat (1) penyelidik dapat juga melakukan penangkapan asalkan terdapat perintah dari penyidik.
49
TUJUAN DAN ALASAN PENANGKAPAN
Tujuan penangkapan disebutkan dalam 16 KUHAP yakni untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan penyidikan,sementara itu alasan penangkapan ditentukan dalam pasal 17 KUHP yaitu: adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
50
Syarat sahnya penangkapan:
dengan menunjukkan surat tugas penangkapan yang dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu; dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan serta tempat ia diperiksa; surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya; dengan menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan itu kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan
51
Batas waktu penangkapan ditentukan dalam pasal 19 ayat (1) yaitu dilakukan maksimum satu hari. jika lebih dari satu hari maka sudah terjadi pelangaran hukum dan dengan sendirinya penangkapan dianggap tidak sah. atau jika batas waktu itu dilanggar maka tersangka, keluarganya, penasehat hukumnya dapat memintakan pemeriksaan kepada praperadilan dan sekaligus dapat menuntut ganti rugi.
52
namun akan jadi masalah jika kasusnya ada dipedalaman, maka untuk jalan keluarnya penangkapan harus dilakukan oleh penyidik sendiri agar pemeriksaannya dapat dilakukan sesegera mungkin ditempat terdekat. atau kalau tidak begitu dapat dilakukan surat perintah menghadap bukan surat perintah penangkapan.
53
PENAHANAN Menurut KUHAP yang dapat dikenakan penahanan hanyalah:
Mereka yang melakukan tindak pidana atau dalam ilmu pengetahuan hukum pidana disebut pleger atau dader; Mereka yang melakukan percobaan atau dalam ilmu pengetahuan hukum pidana disebut poging; Mereka yang melakukan pemberian bantuan atau ilmu pengetahuan hukum pidana disebut medeplichtigheid.
54
Alasan penahanan dibagi dua yaitu alasan obyektif dan alasan subyektif.
Alasan Obyektif yaitu: karena undang-undang sendiri yang menentukan tindak pidana mana yang akan dikenakan penahanan; hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 14 ayat (4) KUHAP yaitu: perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan sebagainya. Alasan Subyektif yaitu: alasan yang muncul dari penilaian subyektif pejabat yang menitikberatkan pada keadaan dan keperluan penahanan itu sendiri. hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu: adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup; adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka dan terdakwa akan melarikan diri; adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa merusak dan atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
55
Siapa yang berwenang melakukan penahanan ?
Pejabat yang berwenang melakukan penahanan adalah: 1. Penyidik; 2. Penuntut umum; 3. Hakim pengadilan negeri; 4. Hakim pegadilan Tinggi; 5. Hakim mahkamah Agung
57
penahanan tersebut pada masing-masing tingkatan masih mungkin diperpanjang lagi sebagaimana diatur dalam pasal 29 KUHAP. Dalam hal ini perpanjangan dilakukan dalam hal: Tersangka atau tedakwa menderita gangguan fisik atau mental berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau perkara yang diperiksa diancam penjara sembilan tahun atau lebih.
59
Penagguhan Penahanan (Pasal 31 KUHAP)
Penagguhan Penahanan sifatnya permohonan, sehingga dikabulkan dan tidaknya sangat tergantung pada pejabat yang menahannya. penangguhan penahanan dalam undang-undang dapat dilakukan dengan jaminan maupun tidak dengan jaminan namun hampir disetiap praktek tidak pernah ada penangguhan yang tidak pakai jaminan.
60
KUHAP membagi jenis penahanan menjadi 3 yaitu(pasal 22 ayat (1):
Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Penahanan Rumah Penahanan Kota. Masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, untuk tahanan kota pengurangan tersebut seperlima (1/5) dari jumlah lamanya waktu penahanan, sedangkan dalam tahanan rumah dikurangkan sepertiga (1/3)
61
PENGGELEDAHAN pada prinsipnya tak seorangpun yang boleh dipaksa menjalani gangguan secara sewenang-wenang dan tidak sah terhadap kekuasaan pribadinya, keluarganya, rumahnya atau surat menyuratnya. sekalipun demikian undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan demi kepentingan penyidikan. KUHAP membagi penggeledahan menjadi dua yaitu Pasal 32 KUHAP): Penggeledahan rumah dan; Penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan. Kedua penggeledahan tersebut harus dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik dan dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip atau syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang.
62
Prinsip atau syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan penggeledahan rumah adalah bahwa:
Penyidik harus mempunyai surat izin dari ketua pegadilan negeri setempat ( pasal33 ayat (1)); Setiap memasuki suatu rumah, seseorang penyidik harus menunjukkan tanda pengenal (pasal 125); Jika penggeledahan itu dilakukan atas perintah tertulis penyidik maka penyelidik yang menjalankan perintah itu harus menunjukkan surat tugas; Penyidik harus ditemani oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuninya menyetujuinya, jika yang terakhir ini menolak atau tidak hadir penyidik harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan serta dua orang saksi (pasal 33 ayat (3)); Pelaksanaan dan hasil dari penggeledahan rumah itu, penyidik harus membuat suatu berita acara dalam dua hari dan turunannya di sampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan (pasal 33 ayat (5)).
63
Tempat-tempat yang dikecualikan dan tidak diperkenankan untuk memasuki pengeledahan adalah (Pasal 35 KUHAP): Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR dan DPR; tempat dimana sedang diadakan /berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan; ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan
64
PENYITAAN Penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada tahap penyidikan. sesudah lewat tahap penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. karena pasal 38 menegaskan bahwa yang berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik.
65
Apakah sama penyitaan dengan penggeledahan??
Penyitaan berbeda dengan penggeledahan walaupun sama-sama merupakan upaya paksa, Jika penggeledahan tujuanya untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan, sedangkan penyitaan tujuanya untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan untuk barang bukti dimuka sidang.
66
Bentuk-bentuk penyitaan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
penyitaan biasa atau umum; penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak; penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan;
67
Penyitaan biasa penyitaan biasa adalah penyitaan yang menggunakan atau melalui prosedur biasa yang merupakan aturan umum penyitaan. adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk yang biasa atau umum dilakukan dengan cara: harus ada surat izin penyitaan dari pengadilan negeri; memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal; memperlihatkan benda yang akan disita; penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi; membuat berita acara penyitaan; membungkus benda sitaan.
68
PENYITAAN DALAM KEADAAN PERLU DAN MENDESAK
Penyitaan ini sebagai pengecualian dari penyitaan biasa, pasal 38 ayat 2 memberikan pengecualian untuk memungkinkan melakukan penyitaan tanpa menggunakan prosedur baku atau dengan memperoleh surat izin dari PN, hal ini diperlukan untuk memberikan kelonggaran bagi penyidik untuk bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Dalam hal penyitaan tanpa menggunakan izin ini atau dengan kata lain penyitaan dalam keadaan perlu dan memaksa, ini hanya dilakukan terhadap benda bergerak dan untuk itu wajib segera dilaporkan kepada ketua pengadilan untuk mendapatkan persetujuan (pasal 38 ayat(2)).
69
PENYITAAN DALAM HAL TERTANGKAP TANGAN
Penyitaan jenis ini juga pengecualian dari penyitaan biasa. Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan ini berdasarkan pasal 40 dapat dikenakan terhadap benda dan alat: Yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda dan alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; atau benda lain yang dapt dipakai sebagai barang bukti.
70
Benda yang dapat dikenakan penyitaan (Pasal 39 KUHAP)
71
Berkenaan dengan benda benda sitaan perlu juga memperhatikan ketentuan pasal 45 KUHAP sebagai berikut: Dalam hal benda sitaan tediri dari benda yang mudah lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan terlalu lama sampai adanya putusan pengadilan, sehingga dalam kondisi seperti ini sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat mengambil tindakan sebagi berikut: apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka dan kuasanya; apabila perkara sudah ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat dijual oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan yang disaksikan terdakwa dan kuasanya.
72
hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti;
guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda; benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan ini misalnya narkoba. adapun tempat penyimpanan barang sitaan adalah rumah penyimpanan benda sitaan negara atau disingkat dengan sebutan RUPBASAN.
73
BAB III PENUNTUTAN Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidna kepengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. pelimpahan perkara oleh JPU ke Pengadilan, apabila JPU telah memeriksa hasil penyidikan oleh penyidik maka JPU membuat surat dakwaan yang bahannya : Hasil-hasil penyidikan Hasil pemeriksaan tersangka dengan alat bukti lainnya serta barang-barang bukti.
74
Apabila JPU mengangkat sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan maka JPU juga menyerahkan perkara dalam 2 tahap: Tahap 1 : menyerahkan hasil penyidikan ditambah surat dakwaan yang dibuat oleh JPU Tahap 2: menyerahkan si terdakwa, barang bukti serta tanggung jawab kepada terdakwa ke Pengadilan Negeri.
75
Tujuan melakukan penuntutan adalah untuk mendapatkan penetapan dari penuntut umum, tentang adanya alasan yang cukup untuk menuntut seseorang terdakwa dimuka hakim. Penuntut umum berwenang melakukan peuntutan terhadap siapa saja yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili (pasal 237)
76
yang dimaksud dengan “daerah hukum” daerah dimana menjadi kewenangannya dalam melakukan penuntutan. daerah hukum atau wilayah hukum kejaksaan negeri adalah sama dengan daerah hukum atau wilayah hukum pengadilan negeri. wilayah suatu pengadila negeri adalah Kabupaten/kota.
77
SURAT DAKWAAN Adalah surat yang menurut rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, pemeriksaan di depan JPU. Hal-hal yang dirasa penting diperhatikan sehubungan dengan surat dakwaan : Perumusan surat dakwaan konsisten dan sinkrom dengan hasil pemeriksaan penyidikan artinya surat dakwaan harus benar-benar sejalan atau seiring dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Jika hakim menemui rumusan surat dakwaan tidak sesuai dengan hasil surat dakwaan, hakim dapat menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima dengan alasan isi surat dakwaan kabur (obscuur libel).
78
Surat dakwaan merupakan landasan pemeriksaan sidang pengadilan, artinya dalam pemeriksaan di sidang pengadilan surat dakwaan itulah sebagai landasan dan titik tolak dari seluruh aktifitas pemeriksaan di sidang pengadilan dengan kata lain pemeriksaan di sidang pengadilan tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.
79
Syarat surat dakwaan Didalam KUHAP (Pasal 143 ayat 2) terdapat 2 syarat dalam membuat surat dakwaan yaitu syarat formil dan syarat materiil. Syarat Formil Surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penuntut umum. Surat dakwaan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka (identitas). Perlunya identitas agar orang yang didakwa dan diperiksa di pengadilan adalah terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain.
80
Syarat Materiil yakni surat dakwaan memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian JPU dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada UU yang berlaku bagi terdakwa serta tidak terdapat kekurangan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan
81
Yang dimaksud dengan jelas adalah JPU harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan. Yang dimaksud dengan lengkap yaitu uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan UU secara lengkap jangan sampai terjadi ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut UU.
82
Dalam hal membuat surat dakwaan, apabila syarat formil tidak lengkap maka surat dakwaan itu dapat dibatalkan dan apabila syarat materiil tidak dipenuhi konsekwensinya surat dakwaan batal demi hukum. Dapat dibatalkan yaitu apabila ada kekurangan dapat diperbaiki atau disempurnakan. Batal demi hukum yaitu tidak dapat disempurnakan, akibatnya gugur, terdakwa di bebaskan. Surat dakwaan dapat dirubah 7 hari sebelum persidangan, yang dapat dirubah hanya syarat formil.
83
Bentuk Surat Dakwaan Dalam praktek dikenal 5 bentuk surat dakwaan yaitu: Dakwaan Tunggal apabila JPU berpendapat dan yakin benar bahwa : Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan 1 tindak pidana saja, misalnya : pencurian atau penipuan saja. Terdakwa melakukan suatu perbuatan tetapi tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 63 ayat 1 KUHP tentang concursus idealis. Terdakwa melakukan perbuatan yang berlanjut sebagai mana dimaksud dalam Pasal 64 ayat 1 (voortgezette handeling)
84
Dakwaan kumulatif Dalam satu surat dakwaan terdapat beberapa tindak pidana yang masing-masing berdiri sendiri. Artinya tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain, dalam hal ini pelaku tindak pidana adalah sama. konsekwensi pembuktiannya adalah bahwa masing-masing dakwaan harus dibuktikan, yang tidak terbukti secara tegas harus dituntut bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Sebaliknya apabila semua dakwaan dianggap terbukti maka tuntutan pidananya sejalan dengan ketentuan Pasal 65 dan 66 KUHP. Kemudian terjadinya penggabungan perkara dimana JPU dapat dibuatnya dalam 1 surat dakwaan dengan harus memperhatikan ketentuan Pasal 141 – 142 KUHAP.
85
Dakwaan subsider Dalam suatu surat dakwaan didakwakan beberapa perumusan tindak pidana dan perumusan itu disusun sedemikian rupa secara bertingkat dari dakwaan yang paling berat sampai dakwaan yang paling ringan. Pada hakikatnya dalam bentuk dakwaan subsider ini hanya 1 tindak pidana yang sebenarnya akan didakwakan kepada terdakwa. Penyusunan secara subsider dilakukan adalah semata-mata sebagai pengganti dimana targetnya adalah terdakwa tidak lepas dari pemidanaan. Konsekwensi pembuktiannya adalah jaksa harus memeriksa terlebih dahulu dakwaan primer, apabila tidak terbukti baru dibalik ke dakwaan subsider demikian seterusnya.
86
Dakwaan alternatif Dalam surat dakwaan, didakwakan beberapa perumusan tindak pidana dimana tujuan utamanya adalah hanya ingin membuktikan 1 tindak pidana saja diantara rangkaian tindak pidana yang didakwakan, dalam hal ini JPU belum mengetahui secara pasti apakah tindak pidana yang satu dengan yang lain dapat dibuktikan, dan ketentuan manakah yang akan diterapkan oleh hakim. Penuntut umum mengajukan bentuk dakwaan yang sifatnya pilihan atau alternatif. konsekwensi pembuktiannya adalah apabila dakwaan yang dimaksud telah terbukti maka yang lain tidak perlu dibuktikan lagi. JPU dapat langsung membuktikan dakwaan yang dianggap terbukti tanpa terikat oleh urutan dakwaan yang tercantum dalam surat dakwaan.
87
Dakwaan kombinasi Dalam praktek berkembang bentuk surat dakwaan yang disusun secara kombinasi yang didalamnya mengandung bentuk dakwaan komulatif yang masing-masing terdiri dari dakwaan subsider dgn dakwaan alternatif dan dapat pula berbentuk subsider dengan kumulatif.
88
EKSEPSI (KEBERATAN) DASAR HUKUM : Pasal 156 ayat (1) KUHAP :
“Dalam hal terdakwa atau PH mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang atau Dakwaan tidak dapat diterima atau Surat Dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada PU untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”
89
JENIS/ MACAM KEBERATAN :
Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP dan menurut “Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I” ada 3 (tiga) macam keberatan yang dapat diajukan oleh Terdakwa atau PH nya, yaitu : 1. Keberatan Tidak Berwenang mengadili; 2. Keberatan Dakwaan tidak dapat diterima, dan 3. Keberatan Dakwaan harus di batalkan.
90
KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie On bevoegheid van de rehter)
Keberatan tentang wewenang pengadilan tersebut adalah berkenaan dengan kompetensi dari pengadilan tersebut yaitu Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif. a. Kompetensi Absolut, adalah berhubungan dengan kekuasaan mengadili dari suatu pengadilan, bahwa tidak setiap pengadilan mempunyai kekuasaan mengadili satu kasus perkara. Pengadilan Negeri Umum tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara Pidana. b. Kompetensi Relatif, adalah bahwa tiap pengadilan itu mempunyai daerah hukum. Apabila suatu tindak pidana dilakukan seseorang di daerah hukum Medan maka yang memiliki kekuasaan/kewenangan mengadili adalah Pengadilan Negeri Medan. Jadi apabila terdakwa melakukan tindak pidana di Medan, akan tetapi perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, maka terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan/ eksepsi dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak tidak memiliki kewenangan untuk mengadili.
91
KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA :
Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum, apabila wewenang Penuntut Umum dalam menuntut suatu tindak pidana sudah hapus dan tindak pidana tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan, terdakwa/ penasehat hukumnya berhak mengajukan keberatan atas hak menuntut dari Penuntut Umum atas suatu perkara sudah hapus. Apa yang dimaksud kewenangan hak Penuntut Umum untuk menuntut suatu tindak pidana sudah dihapus diatur dalam pasal: a. Pasal 75 KUHP mengatur ”orang yang mengadukan Pengaduan berhak menarik kembali dalam waktu 3 bulan setelah pengaduan diajukan” Menurut pasal tersebut apabila suatu tindak pidana aduan, dimana pengadu telah menarik kembali aduannya, namun tindak pidana tersebut dilimpahkan ke pengadilan oleh Penuntut Umum untuk disidangkan. Dalam hal tersebut, terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima dengan alasan bahwa aduan telah ditarik kembali dan menurut pasal 75 KUHP kewenangan Penuntut umum telah dihapus. b. Kasus pidana yang diatur dalam pasal 76 KUHP yang biasa disebut ”nebis in idem” c. Kasus pidana yang diatur dalam pasal 78 KUHP yang biasa disebut ”daluwarsa” d. Surat dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum bukan perkara pidana tetapi perkara perdata
92
Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan.
Dasar surat dakwaan harus dibatalkan diatur dalam pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHAP. Apabila surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum tidak memenuhi unsur materiil yang dimuat dalam pasal 143 ayat (2) b KUHAP adalah batal demi hukum. Sedangkan surat dakwan yang tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) a KUHAP dapat dibatalkan oleh hakim karena dapat mengakibatkan eror in persona.
93
Kompetensi Pengadilan Pidana
Kompetensi pengadilan pidana atau sering disebut juga wewenang pengadilan untuk mengadili perkara pidana yang diajukan kepadanya. Kompetensi pengadilan dalam teori dibagi dalam dua bagian yakni kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
94
Kompetensi Absolut Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili perkara berdasarkan atas tingkatan pengadilan lain. tingkatan pengadilan sebagaimana yang dikenal selama ini adalah pengadilan tingkat pertama (PN) dan pengadilan tingkat kedua (PT dan MA) sementara jenis-jenis pengadilan adalah Peradilan Umum, peradilan militer, PTUN dan Pengadilan Agama.
95
Atas dasar tingkatan dan jenis pengadilan inilah maka kewenangan masing-masing pengadilan itu berbeda satu dengan yang lain, terdapat beberapa prinsip yang memperlihatkan kewenangan masing-masing. Prinsip pertama: Pengadilan Negeri (PN) berwenang mengadili semua perkara pidana yang belum pernah diadili dan belum memperoleh putusan. Prinsip kedua: Pengadilan tinggi (PT) berwenang mengadili perkara yang sudah diputus oleh pengadilan negeri. Prinsip ketiga: Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili perkara pidana yang dimintakan kasasi kepadanya.
96
Kompetensi Relatif Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan mengadili perkara berdasarkan wilayah kekuasaanya hukum. Wilayah hukum dari satu pengadilan negeri adalah satu wilayah kabupaten/kota. Didalam kompetensi relatif terdapat prinsip-prinsip untuk menentukan adanya kewenangan mengadili. prinsip-prinsip tersebut dapat diketemukan dalam berbagi pasal dalam KUHAP yakni sebagai berikut:
97
Prinsip Pertama: prinsip ini dapat dijumpai didalam pasal 84 KUHAP yaitu:
Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagaian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan;
98
Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-masing berwenang mengadili perkara pidana itu; Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkutpautnya dan dilakukan oleh orang yang sama dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing-msing pengadilan negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut.
99
Prinsip Kedua: prinsip ini ada dalam pasal 85 KUHAP
Prinsip Kedua: prinsip ini ada dalam pasal 85 KUHAP. Pasal ini menentukan bahwa didalam hal keadaan daerah tidak mengijinkan suatu pengadilan untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, mahkamah agung mengusulkan kepada menteri kehakiman (menteri yang berwenang kalau tidak ada menteri kehakiman misalnya menteri Hukum dan HAM) untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain.
100
Prinsip Ketiga: Prinsip ini menentukan bahwa pengadilan yang berwenang mengadili perkara pidana yang dilakukan diluar negeri adalah pengadilan negeri jakarta pusat. hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 86 KUHAP yang bunyinya: apabila seseorang melakukan tindak pidana diluar negeri yang diadili menurut hukum Republik Indonesia maka pengadilan negeri jakarta pusat yang berwenang mengadilinya.
101
Koneksitas Pengertian koneksitas ditemukan dalam Pasal 89 ayat 1 KUHAP. Koneksitas berasal dari koneksi artinya hubungan. Koneksitas artinya dimana suatu tindak pidana dilakukan oleh dua orang atau lebih dilakukan secara bersama-sama yang tunduk kepada satu pengadilan yang berbeda. Penyidikan: Untuk tersangka yang tunduk pada peradilan umum dilakukan oleh penyidik Polri. Sedangkan pelaku yang tunduk pada peradilan militer penyidikannya dilakukan oleh oditur militer/PM secara bersama-sama.
102
Secara umum perkara koneksitas diadili oleh peradilan umum.
Untuk menentukan pengadilan yang berwenang mengadili tergantung kepada kepentingan mana yang lebih besar. Apabila kepentingan peradilan militer yang lebih besar maka perkara koneksitas diadili oleh peradilan militer dengan posisi hakimnya adalah sebagai berikut: Hakim ketua dari peradilan militer. Hakim, anggota 1 orang dari peradilan militer dan 1 orang dari peradilan umum yang diangkat pangkatnya secara title (dijadikan militer sementara)
103
Bila perkara koneksitas diadili di Peradilan Umum jika lebih besar kepentingan umum maka posisi hakim yang mengadilinya yaitu: Hakim ketua dari Pengadilan Negeri. Hakim anggota 1 orang dari pengadilan militer dan 1 orang dari peradilan umum.
104
ACARA PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN
Acara pemeriksaan biasa (Pasal 152 – 202 KUHAP) Acara pemeriksaan singkat (Pasal 203 – 204 KUHAP) Acara pemeriksaan cepat (Pasal 205 – 216 KUHAP)
105
Acara Pemeriksaan Biasa
Tahap pemeriksaan dengan acara biasa terdiri dari : Tahap pemanggilan Tahap pembacaan surat dakwaan Tahap eksepsi Tahap pembuktian Tahap requisitoir/tuntutan pidana Tahap Pledoi/pembelaan Tahap replik/duplik Tahap putusan hakim.
106
AcaraPemeriksaan Singkat
Pada prinsipnya hampir sama dengan acara biasa, hanya saja terdapat sedikit perbedaan yaitu: Penuntut umum tidak perlu membuat surat dakwaan secara tertulis (cukup dengan lisan) Putusan hakim cukup di tuliskan dalam berita acara persidangan, dan tidak perlu di buat seperti putusan pada umumnya, (putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap). Acara pemeriksaan singkat dilakukan terhadap perkara kejahatan/pelanggaran yang tidak termasuk tindak pidana ringan, yang menurut PU pembuktian & penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
107
AcaraPemeriksaan Cepat.
Pemeriksaan dengan acara cepat dibagi dua menurut KUHAP yaitu: Pemeriksaan tindak pidana ringan (Tipiring) yatu tndak pidana yang diancam hukuman kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak- banyaknya tujuh ribu lima atus rupiah dan penghinaan ringan. Pelanggaran lalu lintas Penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa dan barang bukti dan jika ada saksi juga dihadirkan; Dilakukan oleh hakim tunggal, Saksi tidak mengucapkan sumpah, kecuali hakim menganggap perlu; Dalam hal kasus pelanggaran lalu lintas tidak perlu ada berita acara, pemeriksaan dapat dilakukan meskipun terdakwa diwakili oleh orang lain.
108
PEMBUKTIAN Sistem pembuktian yang dianut KUHAP adalah sistem pembuktian campuran atau gabungan yakni sistem pembuktian posistif ditambah dengan kenyakinan hakim. Alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
109
Macam Alat Bukti Dalam Perkara Perdata (Psl 164 HIR, 1866 BW)
Meliputi: Tulisan; Keterangan saksi; Persangkaan Pengakuan; Sumpah.
110
Pasal 184 ayat 2 KUHAP: “Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” atau disebut dengan istilah notoire feiten (Fakta Notoir). Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya yang sebenarnya atau semestinya demikian. Yang dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak, tanah dikota lebih mahal harganya dari pada tanah didesa. Dan yang dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
111
Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa menyebabkan seseorang mabuk. Contoh lain, kendaraan yang larinya 100 km/jam maka kendaraan tersebut akan tidak stabil jika dihentikan seketika.
112
Keterangan saksi Keterangan saksi dapat dilihat dalam Pasal 185 KUHAP.
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula dengan ahli.” Syarat keterangan saksi: Syarat Formil (Pasal 160 ayat 2 KUHAP) Jelas identitasnya, apakah ia kenal terdakwa, apakah ia mempunyai hubungan darah/semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri, atau terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya Syarat Materiil Yang ia dengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri dengan menyebut alasan mengapa saksi dapat melihat, mendengar dan mengalami hal itu dan harus dinyatakan disidang pengadilan.
113
Orang yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi atau memberikan keterangan tanpa disumpah (Pasal 168 KUHAP) yaitu: keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
114
Pasal 171 KUHAP juga menambahkan pengecualian untuk memberikan kesaksian dibawah sumpah, yakni:
anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
115
Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Dikenal dengan istilah unus testis nullus testis (Satu saksi bukan saksi)
116
Keterangan Ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (Pasal 1 butir 28 KUHAP) Keterangan ahli sebagai alat bukti dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 28, Pasal 120, Pasal 133, dan Pasal 179 KUHAP.
117
Berdasarkan Pasal tersebut terdapat dua kelompok ahli yaitu:
Ahli kedokteran kehakiman yang memiliki keahlian khusus dalam kedokteran kehakiman sehubungan dengan pemeriksaan korban penganiayaan, keracunan dan pembunuhan. Ahli pada umumnya, yakni orang-orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.
118
Surat (Pasal 187 KUHAP) Yang dimaksud dengan surat yang diatur dalam :
Pasal 187 huruf a adalah berita acara. surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat dan dialaminya sendiri. Misalnya surat yang dibuat oleh seorang notaris. Pasal 187 huruf b adalah surat yang dibuat oleh pejabat dilingkungan pemerintah, surat yang dikeluarkan oleh suatu majelis misalnya: putusan hakim.
119
Pasal 187 huruf c yaitu sama dengan penjelasan Pasal 186 KUHAP misalnya, visum et repertum.
Pasal 187 huruf d adalah surat biasa yang baru berlaku jika ada hubungannya dengan alat bukti yang lain, misalnya: surat ancaman dari terdakwa kepada korban dalam perkara pembunuhan, surat cinta antara terdakwa dengan saksi dalam perkara tentang membawa lari seorang gadis dibawah umur.
120
Petunjuk Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam Pasal 188 KUHAP. Berdasarkan pasal diatas dapat dikatakan bahwa petunjuk adalah alat bukti yang tidak langsung, karena hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian, haruslah menghubungan suatu alat bukti dengan alat bukti yang lainnya dan memilih yang ada persesuaiannya dengan satu dan lainnya.
121
Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 KUHAP :
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
122
Pasal 189 ayat (4) KUHAP mempunyai makna bahwa pengakuan menurut KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang “sempurna” atau bukan volledig bewijs kracht, juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang “menentukan” atau bukan beslissende bewijs kracht. Oleh karena pengakuan atau keterangan terdakwa bukan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan, penuntut umum dan persidangan tetap mempunyai kewajiban berdaya upaya membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain. KUHAP tidak mengenal keterangan atau “pengakuan yang bulat” dan “murni”. Ada atau tidak pengakuan terdakwa, pemeriksaan pembuktian kesalahan terdakwa tetap merupakan kewajiban dalam persidangan.
123
Hak Tersangka/Terdakwa (Pasal 50-68 KUHAP)
Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (pasal 50) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (pasal 51) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim (pasal 52) Hak untuk mendapat juru bahasa (pasal 53 ayat 1) Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54), memilih sendiri penasehat hukum (pasal 55), mendapat bantuan hukum cuma-cuma (pasal 56) Hak bagi terdakwa berkebangsaan asing menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (pasal 57 ayat 2) Hak untuk menghubungi dokter pribadi (pasal 58) Hak untuk dikunjungi sanak keluarga (pasal 61) Hak untuk berkirim dan menerima surat menyurat (pasal 62) Hak untuk menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63) Hak untuk mengajukan saksi a de charge dan ahli (pasal 65) Hak untuk menuntut ganti kerugian (pasal 68)
124
Putusan Pengadilan Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sdh selesai, maka PU dipersilahkan membacakan tuntutan (requisitoir) Kemudian PH membacakan pembelaan Pengambilan keputusan Putusan adalah pernyataan hakim yg diucapkan dlm sidang pengadilan terbuka yg dpt berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hk dlm hal serta menurut cara yg diatur dlm UU ini (psl 1 angka 11) Isi putusan hakim: 1. Putusan bebas 2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum 3. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib;
125
Putusan Bebas / vrijspraak (Pasal 191 ayat 1)
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yg didakwakan kpdnya tdk terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas. Jika ditinjau dr segi yuridis, putusan yang dinilai oleh majelis hakim: Tidak memenuhi asas pembuktian mnrt UU scr negatif atau pembuktian yg diperoleh dipersidangan tdk cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan tidak dinyakini oleh hakim. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian, artinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung 1 alat bukti saja sdgkan mnrt Pasal 183 KUHAP sekurang-kurangnya hrs ada 2 alat bukti yang sah. Hal-hal yang mengecualikan hukuman yang dapat membebaskan si terdakwa adalah: Psl 44 s/d 51 KUHP
126
Putusan Lepas dari segala Tuntutan Hukum (Psl 191 ayat 2)
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yg didakwakan itu terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan tindak pidana - Menurut Andi Hamzah : mestinya kalau perbuatan yang dituduhkan bukan delik (tindak pidana) maka seharusnya hakim tidak menerima tuntutan jaksa
127
Putusan Pemidanaan (Psl 193)
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yg didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana
128
Formalitas yang harus dipenuhi dalam Putusan Hakim
Yang harus termuat dalam putusan hakim (pasal 197 KUHAP) : Kepala putusan yang berbunyi: DEMI KEADILAN BERASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Nama Lengap, Tmpat tingal, agama dan kepercayaan terdakwa; Dakwaan, sebagaimana yang terdapat dalam surat dakwaan; Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta berupa alat bukti yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang; Tuntutan pidana yang ada dalam surat tuntutan; Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai hal yang memberatkan dan meringankan
129
Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa hakim tunggal;
Pernyataan kesalahan tedakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan perbuatan pidana; Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, hakim yang memutus dan nama panitera.
130
Hak-Hak Terdakwa setelah mendapatkan putusan
Hak untuk menerima putusan Hak untuk menolak putusan Terdakwa berhak mempelajari putusan Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan guna untuk mengajukan grasi Hak untuk mengajukan permintaan banding Hak untuk mencabut pernyataan menerima/menolak putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan (sebelum 7 hari)
131
UPAYA HUKUM Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
132
MACAM UPAYA HUKUM 1. Upaya Hukum Biasa
Banding (Pasal 67 dan 87, 233 KUHAP) Upaya hukum atas putusan pengadilan tingkat I ke pengadilan tinggi (tingkat II). Permohonan banding disampaikan ke pengadilan tingkat I yang memutus perkara. Max. 14 hari setelah pengajuan permohonan banding, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta bukti kepada pengadilan tinggi. Pemohon banding berhak mengajukan memori banding dan pihak lawan berhak memberikan respon dengan kontra memori banding. Putusan dapat berupa memperkuat, merubah, atau membatalkan putusan tingkat pertama.
133
Kasasi (Pasal 253 KUHAP) : Upaya hukum atas putusan pengadilan tingkat II ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasi disampaikan ke pengadilan tingkat I yang memutus perkara maksimal 14 hari setelah putusan pengadilan tingkat II. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali dan dapat dicabut sepanjang MA belum mengeluarkan putusan. Pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan maksimal 14 hari setelah pengajuan permohonan kasasi harus sudah menyerahkannya kepada panitera dan memberikan tembusannya kepada lawannya dimana ia berhak memberikan respon berupa kontra memori kasasi. Bukan lagi pemeriksaan Judex Factie.
134
2. Upaya Hukum Luar Biasa - Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum ( merupakan hak jaksa agung) o) dapat dilakukan terhadap semua putusan hakim telah berkekuatan hukum tetap. Maksudnya seperti kasasi biasa adalah agar supaya hukum diterapkan secara benar, sehingga ada kesatuan dalam peradilan. Akan tetapi tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. (Pasal 259 KUHAP) Peninjauan kembali (Pasal KUHAP) o) Dilakukan terhadap putusan pengadilan inkracht kecuali putusan bebas dan lepas terhadap segala tuntutan hukum.
135
o) Alasan pengajuan peninjauan kembali :
Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana ringan. Dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti ternyata bertentangan. Putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
136
o) Putusan MA dapat berupa :
Menolak permintaan peninjauan kembali Putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum, atau menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan o) Pidana yang dijatuhkan dalam permohonan peninjauan kembali tidak boleh melebihi putusan pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali permohonan, namun tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi serta tidak dibatasi jangka waktu (Pasal 264 ayat 3)
137
Hawasmat (Hakim Pengawas Pengamat)
Dasar Hukum Pasal KUHAP Fungsi : Mengawasi jalannya eksekusi/pelaksanaan putusan hakim Tujuan : o) Mengawasi apakah eksekusi berjalan semestinya. o) Penelitian bagi perkembangan hukum yang akan datang. Hakim merupakan pilihan ketua pengadilan dan bertugas selama 2 tahun, dalam hal pelaksanaan mengawasi dan mengamatinya, hawasmat dapat meminta bantuan ketua lembaga pemasyarakatan yang berkaitan untuk memberikan laporan secara berkala.
138
SELESAI
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.