Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERMASALAHAN TEKNIS YUSTISIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERMASALAHAN TEKNIS YUSTISIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA"— Transcript presentasi:

1 PERMASALAHAN TEKNIS YUSTISIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
Oleh: Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H. (Hakim Agung Kamar Perdata Agama) Disampaikan Dalam Kegiatan Pembinaan Teknis Yustisial se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Mataram Mataram, 26 Agustus 2016

2 Rumusan Hukum Rapat Pleno Kamar Peradilan Agama
(SEMA Nomor 3 Tahun 2015) Permohonan peninjauan kembali yang tidak memenuhi ketentuan formil, maka bunyi amarnya "Menyatakan permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima; Perkara kumulasi antara persoonrecht dan zakenrecht dapat diajukan bersama-sama atau setelah terjadi perceraian, hal mi sesuai dengan bunyi Pasal 66 ayat (5) jo. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009. 2

3 Lanjutan… SEMA Nomor 3 Tahun 2015 Lanjutan ….. (SEMA Nomor 3 Tahun 2015) Pemeriksaan secara verstek terhadap perkara perceraian tetap harus melalui proses pembuktian (Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), sedangkan pemeriksaan perkara selain perceraian harus menunjukkan adanya alas hak dan tidak melawan hukum (Pasal 125 HIR/Pasal 149 RBg). 3

4 Lanjutan… SEMA Nomor 3 Tahun 2015 Lanjutan ….. (SEMA Nomor 3 Tahun 2015) Dalam perkara permohonan peninjauan kembali dengan alasan telah ditemukan bukti bam (novum), maka yang disumpah adalah pihak yang mengajukan permohonan peninjauan kembali atau yang menemukan novum. Alasan/risalah peninjauan kembali harus diserahkan pada tanggal yang sama dengan pendaftaran permohonan peninjauan kembali di pengadilan pengaju sesuai dengan ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. 4

5 Lanjutan ….. Lanjutan… (SEMA Nomor 3 Tahun 2015)
Putusan Pengadilan Agama yang tidak menempuh proses mediasi yang dimintakan banding dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Tinggi Agama sebagai putusan akhir. Penyelesaian perkara perceraian dengan alasan syiqaq menurut Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, sejak awal diajukan gugatan harus berdasarkan alasan syiqaq. Oleh karena itu keluarga wajib dijadikan saksi di bawah sumpah. 5

6 Lanjutan ….. Lanjutan… (SEMA Nomor 3 Tahun 2015)
Perkawinan bagi Warga Negara Indonesia di luar negeri yang tidak didaftarkan setelah kembali ke Indonesia lebih dari satu tahun, maka dapat diajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon. Menurut hasil Rakernas 2010 di Balikpapan telah dirumuskan bahwa waris pengganti hanya sampai dengan derajat cucu, jika pewaris tidak mempunyai anak tetapi punya saudara kandung yang meninggal lebih dahulu, maka anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan dari saudara perempuan kandung diberikan bagian dengan wasiat wajibah. 6

7 Lanjutan… SEMA Nomor 3 Tahun 2015 Lanjutan ….. (SEMA Nomor 3 Tahun 2015) Penetapan hak hadhanah sepanjang tidak diajukan dalam gugatan/permohonan, maka Hakim tidak boleh menentukan secara ex officio siapa pengasuh anak tersebut. Nafkah anak merupakan kewajiban orang tua, tetapi amar putusan yang digantungkan pada harta yang akan ada sebagai jaminan atas kelalaian pembayaran nafkah anak tersebut tidak dibenarkan. 7

8 Lanjutan ….. Lanjutan… (SEMA Nomor 3 Tahun 2015)
Dalam amar putusan cerai talak, tidak perlu menambahkan kalimat "Memerintahkan Pemohon untuk membayar atau melunasi beban akibat cerai sesaat sebelum atau sesudah pengucapan ikrar talak", karena menimbulkan eksekusi premature. Pengukuran terhadap obyek pemeriksaan setempat (descente) berupa tanah tidak harus dilakukan oleh petugas dari Kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi dapat dilakukan oleh pegawai pengadilan agama bersama aparat desa/kelurahan setempat. 8

9 Lanjutan… SEMA Nomor 3 Tahun 2015 Lanjutan ….. (SEMA Nomor 3 Tahun 2015) Amar mengenai pembebanan nafkah anak hendaknya diikuti dengan penambahan 10% sampai dengan 20% per tahun dari jumlah yang ditetapkan, di luar biaya pendidikan dan kesehatan. 9

10 Lanjutan ….. (SEMA Nomor 3 Tahun 2015)
BEBERAPA TEMUAN BIDANG TEKNIS DAN ADMINISTRASI DALAM BERKAS PERKARA KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI 10

11 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
1. Eksepsi/Tangkisan: Kewenangan Absolut Eksepsi Kompetensi/Kewenangan Kewenangan Relatif Eksepsi kewenangan diperiksa dan diputus mendahului pokok perkara Dikabulkan  Putusan Akhir Ditolak  Putusan Sela Eksepsi yang dikabulkan dapat diajukan banding dan kasasi; Eksepsi yang ditolak (putusan sela) hanya boleh diajukan banding bersama dengan putusan akhir. b. Eksepsi di luar kewenangan Diperiksa dan diputus bersama dengan pokok perkara. Dipertimbangkan pada bagian eksepsi, bukan bagian pokok perkara. Eksepsi kewenangan dan di luar kewenangan harus diajukan pada sidang pertama bersama-sama dengan jawaban tergugat, kecuali eksepsi absolut. 11

12 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
Temuan Masalah Eksepsi: a. Majelis hakim mempertimbangkan eksepsi di luar kewenangan dalam putusan akhir dengan kalimat: “Oleh karena eksepsi yang diajukan bukan berkaitan dengan kewenangan, maka eksepsi tersebut tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Seharusnya: Diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara (tidak dengan putusan sela, baik diterima ataupun ditolak). b. Pertimbangan tentang eksepsi di luar kewenangan dalam putusan akhir dituangkan pada bagian pokok perkara. Seharusnya: Dipertimbangkan dalam putusan akhir, tetapi tetap dalam bagian eksepsi bukan pada bagian pokok perkara. 12

13 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
Putusan Sela dibanding Majelis hakim banding menguatkan eksepsi kewenangan yang ditolak oleh majelis tingkat pertama tersebut dan memerintahkan majelis tingkat pertama melanjutkan pemeriksaan pokok perkara, namun dengan putusan akhir sehingga diajukan kasasi oleh para pihak. Seharusnya: Ketua PTA mengembalikan berkas tersebut dengan keterangan bahwa Putusan Sela tersebut belum waktunya dibanding, kecuali bersama-sama dengan putusan akhir. d. PA memutus dua kali Majelis hakim banding membuat putusan sela untuk pemeriksaan tambahan, namun oleh PA setelah diperiksa dijatuhkan putusan untuk kedua kalinya dan dikirim ke PTA; Seharusnya: PA tidak menjatuhkan putusan untuk kedua kalinya, cukup mengirimkan BA sidang tambahan ke PTA untuk diputus di PTA. 13

14 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
2. Masalah Sita a. Majelis hakim tingkat banding membatalkan putusan tingkat pertama dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (NO) karena dalam amar putusan menyatakan “mengabulkan pencabutan sita”, padahal dalam berita acara tidak ditemukan adanya permohonan pencabutan sita. Seharusnya: Majelis PTA mengadili dan memperbaiki putusan tingkat pertama tersebut, bila sita beralasan dan dikabulkan dibuat putusan sela untuk memerintahkan tingkat pertama meletakkan sita, bila sita ditolak cukup diperbaiki dalam putusan tingkat banding. b. Seringkali Panitera/jurusita/jurusita pengganti tidak mendaftarkan sita setelah dinyatakan sah dan berharga. Seharusnya : Panitera/jurusita/jurusita pengganti wajib mendaftarkan sita yang telah dinyatakan sah dan berharga tersebut, bila objek sita bersertifikat ke BPN, bila tidak bersertifikat ke Desa/Lurah (bila tidak bersertifikat) agar penyitaan tersebut mengikat bagi pihak ketiga. 14

15 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
3. Masalah Putusan a. Alat bukti berupa foto-foto yang diajukan para pihak dimasukkan oleh majelis hakim ke dalam putusan. Seharusnya: Tidak perlu memuat foto-foto dalam putusan, bila dijadikan bukti oleh para pihak, dimasukkan ke dalam BAS dan dipertimbangkan dalam putusan. b. Majelis hakim memerintahkan penyampaian salinan putusan pada bagian “Dalam Konvensi dan Rekonvensi”. Seharusnya: Perintah penyampaian salinan putusan ke KUA dimasukkan ke dalam bagian konvensi dengan menyebutkan KUA secara jelas. c. Masih ditemukan amar putusan yang menghukum Tergugat untuk membayar akibat cerai (nafkah lampau, nafkah iddah, mut’ah, nafkah anak) sesaat setelah atau sebelum ikrar talak. Seharusnya: dimasukkan ke dalam bagian pertimbangan hukum saja karena amar tersebut merupakan eksekusi prematur. 15

16 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
d. Masih ditemukan amar putusan dalam perkara hadlanah yang “menghukum Tergugat untuk memberikan ekses kepada Penggugat untuk bertemu, mengajak bermain guna mencurahkan kasih sayangnya….dst”. Seharusnya: klausula tersebut hanya ditegaskan dalam bagian pertimbangan hukum, bukan dalam amar putusan, karena setiap amar condemnatoir harus bisa dilaksanakan atau dieksekusi e. Penyebutan jumlah nafkah anak/anak-anak sering menggunakan kata-kata “minimal” dan bersifat “tetap” sampai anak/anak-anak dewasa, padahal kebutuhan anak akan terus bertambah seiring dengan perkembangan usia dan fluktuasi nilai mata uang. Seharusnya: Penyebutan jumlah nafkah anak tidak boleh menggunakan kata-kata “minimal” karena mengandung ketidakpastian dan sulit dieksekusi. Untuk mengantisipasi kebutuhan anak yang terus berkembang, maka jumlah nafkah anak itu diikuti dengan prase: “dengan kenaikan 20% setiap tahun selain biaya pendidikan dan kesehatan. 16

17 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
f. Putusan pengadilan yang menguatkan kesepakatan perdamaian diantara para pihak sering tidak merinci butir-butir kesepakatan tersebut dalam amar putusan, sehingga sulit dieksekusi. Seharusnya: Setiap kesepakatan perdamaian yang akan dikuatkan dalam putusan (bukan berbentuk Akta Perdamaian), harus dirinci butir-butir kesepakatan tersebut dalam amar putusan agar dapat dieksekusi. g. Majelis hakim mengabulkan satu objek yang sama, baik dalam konvensi maupun rekonvensi. Seharusnya: Apabila objek yang sama diajukan gugatan balik, apabila dikabulkan dalam konvensi, maka dalam rekonvensi harus dinyatakan tidak dapat diterima. h. Masih ditemukan penetapan hak hadlanah dan nafkah anak secara ex officio. Seharusnya: Hak hadlanah tidak dapat ditetapkan secara ex offcio. 17

18 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
i. Masih ada majelis hakim yang menetapkan harta tergugat, baik yang sudah, akan ataupun belum ada, sebagai jaminan atas kelalaian tergugat membayar nafkah anak di masa yang akan datang. Seharusnya: Setiap amar putusan harus bersifat jelas, tegas dan dapat dilaksanakan. 4. Masalah Perkara Kewarisan a. Majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan waris yang tidak ada harta warisannya. Seharusnya: Sengketa kewarisan memuat unsur: pewaris, ahli waris dan harta warisan. Apabila salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka harus dinyatakan tidak dapat diterima. 18

19 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
b. Majelis hakim menolak gugatan pembatalan atas penetapan ahli waris yang telah ditetapkannya dengan alasan pengadilan agama tidak berwenang membatalkan penetapannya sendiri  Seharusnya: Perlawanan pihak ketiga atas putusan/penetapannya dapat diajukan dalam bentuk gugatan. Oleh sebab itu pengadilan berwenang mengabulkan gugatan perlawanan tersebut bila terbukti atau menolaknya. c. Majelis hakim mengabulkan gugatan waris, padahal tidak semua ahli waris dijadikan pihak, hanya disebutkan dalam posita gugatan. Seharusnya: Dalam perkara kewarisan, bila tidak semua ahli waris dijadikan sebagai pihak, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima. 19

20 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
d. Majelis hakim tingkat pertama memeriksa perkara kewarisan dalam sidang tertutup untuk umum. Putusan tersebut oleh majelis tingkat banding dinyatakan batal demi hukum. Seharusnya: Perkara kewarisan pada dasarnya dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. Akibat kelalaian hakim tersebut, majelis kasasi menyatakan pemeriksaan perkara batal demi hukum dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. e. Diantara ahli waris yang dijadikan pihak ternyata belum cukup umur tanpa diwakili oleh orangtua/walinya. Namun oleh majelis hakim tingkat pertama gugatan tersebut dikabulkan dan dikuatkan pada tingkat banding. Seharusnya: Orang yang belum cukup umur tidak boleh bertindak hukum, segala kepentingannya harus diwakili oleh orangtua/wali/ pengampunya. Apabila posisinya sebagai tergugat, maka yang digugat adalah orangtua/wali/ pengampunya. 20

21 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
f. Majelis hakim menolak gugatan pembatalan atas penetapan ahli waris yang telah ditetapkannya dengan alasan pengadilan agama tidak berwenang membatalkan penetapannya sendiri  Seharusnya: Perlawanan pihak ketiga atas putusan/penetapannya dapat diajukan dalam bentuk gugatan. Oleh sebab itu pengadilan berwenang mengabulkan gugatan perlawanan tersebut bila terbukti atau menolaknya. g. Majelis hakim tingkat pertama memeriksa perkara kewarisan dalam sidang tertutup untuk umum. Putusan tersebut oleh majelis tingkat banding dinyatakan batal demi hukum. Seharusnya: Perkara kewarisan pada dasarnya dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. Akibat kelalaian hakim tersebut, majelis kasasi menyatakan pemeriksaan perkara batal demi hukum dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. 21

22 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
4. Masalah Perkara Hibah a. Majelis hakim dalam perkara pembatalan hibah telah mengabulkan sesuatu melebihi daripada tuntutan dengan membagi objek perkara kepada para ahli warisnya, padahal penggugat hanya menuntut agar hibah dinyatakan batal.  Seharusnya: Majelis hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut (ultra petita). b. Majelis hakim menjatuhkan putusan verstek, namun amar putusan tidak menjadikan seluruh amar putusan verstek. Seperti amar putusannya poin 1. menyatakan tidak menerima permohonan pengkatan anak, 2. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut tidak hadir. 3. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek. 4. dst…. Seharusnya: Seharusnya seluruh perkara diputus secara verstek, baik yang dikabulkan maupun yang dinyatakan tidak dapat diterima. 22

23 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
5. Masalah Perkara Harta Bersama a. Majelis hakim mengabulkan objek harta bersama yang masih dijadikan sebagai jaminan hutang di bank..  Seharusnya: Objek sengketa yang masih menjadi jaminan hutang bank dan dikenai hak tanggunan belum menjadi milik sempurna suami istri sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima. b. Majelis tingkat banding menyatakan objek harta bersama tidak dapat diterima karena tidak dilakukan pemeriksaan setempat, padahal terhadap objek tersebut ada SHM dan telah diletakkan sita. Seharusnya: Kaidah hukumnya, hakim dilarang menyatakan suatu objek sengketa tidak dapat diterima dengan alasan obscuurlibel sebelum melakukan pemeriksaan setempat. Apabila setelah dilaksanakan pemeriksaan setempat ternyata benar tidak jelas, barulah dinyatakan tidak dapat diterima. Apabila sudah ada SHM, apalagi sudah diletakkan sita seharusnya tidak perlu pemeriksaan setempat. 23

24 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
c. Majelis mengabulkan sebagai harta bersama berupa bangunan yang berdiri di atas tanah milik pihak ketiga  Seharusnya: Objek harta bersama yang berdiri di atas tanah milik pihak ketiga harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak dapat dieksekusi, kecuali yang dituntut adalah nilai jualnya. d. Gugatan harta bersama dan akibat cerai lainnya dikumulasikan dengan perceraian. Pendapat lama tidak boleh karena mengkumulasikan zakenrecht dengan persoon recht. Seharusnya: Gugatan tentang harta bersama dan akibat perceraian lainnya (nafkah, mut’ah, hadlanah) dapat diajukan secara kumulasi baik bersama-sama atau setelah perceraian. 24

25 MASALAH TEKNIS YUSTISIAL
e. Majelis mengabulkan sebagai harta bersama berupa bangunan yang berdiri di atas tanah milik pihak ketiga  Seharusnya: Objek harta bersama yang berdiri di atas tanah milik pihak ketiga harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak dapat dieksekusi, kecuali yang dituntut adalah nilai jualnya. 6. Mediasi Majelis tingkat banding membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama karena tidak melaksanakan prosedur mediasi sesuai dengan ketentuan Perma Nomor 1 Tahun 2016 Seharusnya: Apabila majelis tingkat pertama tidak melaksanakan prosedur mediasi sebagaimana ketentuan Perma Nomor 1 Tahun 2016, maka majelis tingkat banding berwenang menjatuhkan putusan sela untuk memerintahkan majelis tingkat pertama untuk melaksanakan prosedur mediasi sebagaimana ketentuan Perma Nomor 1 Tahun 2016. 25

26 MASALAH ADMINISTRASI YUSTISIAL
1. Pengajuan Permohonan PK a. Pengajuan PK yang tidak bersamaan dengan penyerahan risalah PK Seharusnya: Pengajuan Permohonan Kembali (PK) harus bersama-sama dengan penyampaian risalah PK. b. Masih ditemukan permohonan PK yang diajukan untuk kedua kalinya. Seharusnya: Pengajuan Permohonan Kembali (PK) hanya satu kali untuk memberikan kepastian hukum. c. Masih ditemukan permohonan PK dengan alasan novum, namun tidak disumpah. Seharusnya: Apabila permohonan PK diajukan dengan alasan novum (bukti baru), maka harus pihak yang akan mengajukan PK atau orang yang menemukannya harus disumpah. 26

27 MASALAH ADMINISTRASI YUSTISIAL
2. Dokumen elektronik: a. Dokumen yang dikirimkan ternyata salah atau berbeda nomor perkaranya. b. Dokumen yang dikirim tidak jelas hasil scan-nya. c. Dokumen yang dikirimkan tidak lengkap. Seharusnya: Dokumen yang dikirimkan adalah dokumen perkara yang benar, lengkap dan jelas. Oleh sebab itu, panitera harus memeriksa terlebih dahulu kebenaran atau validitas dokumen yang dikirimkan tersebut serta membuat pernyataan bahwa dokumen yang dikirimkan tersebut telah sesuai dengan aslinya Lihat: Surat Panitera MA tentang Juknis Sema No.1 Thn. 2014). 27

28 Sekian dan Terima Kasih
Wassalamu’alaikum W.W. 28


Download ppt "PERMASALAHAN TEKNIS YUSTISIAL DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google