Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta"— Transcript presentasi:

1 Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Bahan Ajar TA 2014/2015 HUKUM ACARA PIDANA 4 SKS Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 2015

2 PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
PIDANA MATERIIL KUHPIDANA MEMPERTAHANKAN Hukum Pidana Dalam Arti Luas HUKUM PIDANA FORMIL HUKUM ACARA PIDANA

3 PENGERTIAN Menurut Para Ahli Hukum
Simon. HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia memuat acara pidana . Van hamel. HAP/hukum pidana formil adalah menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana material. Andi Hamzah. : Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti yang luas. Hukum pidana dalam arti yang luas meliputi baik hukum pidana substantive (materiil) maupun hukm pidana formal atau hukum acara pidana. L.J. Van Apeldoorn HAP/Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.

4 Mochtar Kusuma Atmadja
Mochtar Kusuma Atmadja. Hukum Acara Pidana adalah peraturan hukum pidana yang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materil. Hukum Pidana Formil memproses bagaimana menghukum atau tidak menghukum seseorang yang dituduh melakukan tindak  pidana (makanya disebut sebagai HukumAcara Pidana) Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yakni kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana Bambang Poernomo . Hukum acara pidana itu beranggapan bahwa hukum acara pidana mempunyai dasar norma-norma tersendiri, bahkan dilihat dari susunan serta substansi hukum acara pidana mengandung struktur ambivalensi dari segi perlindungan manusia dan bersegi majemuk dari segi kewenangan alat perlengkapan Negara dalam rangka usaha mempertahankan pola integrasi kehidupan bermasyarakat. Van hattum  HAP/ hukum pidana formil adalah memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara nyata.

5 PENGERTIAN SECARA UMUM
Hukum Acara Pidana /HAPID: Kumpulan peraturan yang dipergunakan untuk mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban dalam proses peradilan pidana oleh institusi penegak hukum (polisi, jaksa, hakim & advokat) dalam rangka menegakan hukum pidana materiil.

6 FUNGSI HAPID Fungsi Represif HAPID
HAPID dipergunakan untuk melakukan tindakan2 terhadap perilaku menyimpang atau perbuatan yang bertentangan dengan undang2, mis: Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan Pemidanaan Fungsi Preventif HAPID HAPID dipergunakan untuk menjamin terlaksananya perlindungan hukum dan HAM dari para pihak, melalui tindakan2 administratif

7 PEDOMAN PELAKSANAAN KUHAP (DEPKEH RI Tahun 1982)
TUJUAN HAPID PEDOMAN PELAKSANAAN KUHAP (DEPKEH RI Tahun 1982) “Tujuan dari hukum acara pidana ialah mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang di dakwa itu dapat dipersalahkan”

8 SUMBER-SUMBER HAPID SUMBER HUKUM HAPID SEBELUM TAHUN 1981
SESUDAH TAHUN 1981 HET HERZIENE INLANDSCH REGLEMENT (HIR) UU NO. 8 TAHUN 1981 TTG H. ACARA PIDANA (KUHAP) INQUISITOIR ACCUSATOR PARA PIHAK ADALAH OBJEK PARA PIHAK ADALAH SUBYEK

9 DASAR HUKUM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
Umum UUD NRI 1945 UU Kekuasaan Kehakiman UU Mahkamah Agung UU Peradilan Umum UU Kepolisian UU Kejaksaan KUHAP Khusus Hukum Acara Pidana yg termuat di dlm UU Khusus, mis: UU TIPIKOR, UU MONEY LAUNDERING, etc

10 DASAR FILOSOFI KUHAP (1) Konsideran: Menimbang
Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

11 DASAR FILOSOFI KUHAP (2)
Bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan. Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978) perlu mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan Nusantara. Bahwa hukum acara pidana sebagai yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional

12 LANDASAN YURIDIS (1) Konsideran : Mengingat
Undang-Undang Dasar 1945 Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 5 ayat (1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 20 ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Pasal 27 ayat (1)

13 GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN)
LANDASAN YURIDIS (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN) E. WAWASAN NUSANTARA : (1). Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Politik ; e. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada Kepentingan Nasional 15. Sasaran-sasaran yang hendak dicapai dalam berbagai bidang dengan pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang adalah sebagai berikut: Bidang Politik : Dalam rangka mencapai sasaran itu termasuk di dalamnya usahausaha untuk menciptakan, mengkonsolidasikan dan memanfaatkan kondisi-kondisi serta situasi untuk memungkinkan terlaksananya prosesproses pembaharuan kehidupan politik, sehingga dapat diciptakan keadaan dengan sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efisien yang dapat memperkuat kehidupan konstitusional, mewujudkan Pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan berwibawa, pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang semakin efektif serta terwujudnya kesadaran dan kepastian hukum dalam masyarakat yang semakin mantap

14 LANDASAN YURIDIS (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No ) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157)

15 PIHAK-PIHAK YANG DIATUR DALAM KUHAP
KEPOLISIAN KEJAKSAAN PENASEHAT HUKUM PENGADILAN LAPAS Pra-peradilan Pengadilan Negeri KIMWASMAT Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung

16 ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
1. ASAS LEGALITAS Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi: "Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

17 MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA:
2. ASAS KESEIMBANGAN Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara: 1.perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan, 2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA: DAAD DADER STRAFRECHT

18 3. ASAS PRA-DUGA TAK BERSALAH
Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf c. Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembuat undang-undang telah menetapkannya sebabagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum (law enforcement). Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap Pasal 8 UU No. 48 Tahun 2009

19 3. Asas Pembatasan Penahanan
Penjelasan Umum angka 3 huruf b: Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang; Pembatasan Penahanan ditandai dengan pembatasan waktu/hari

20 4. Asas ganti kerugian Rehabilitasi Ganti Kerugian
Penjelasan Umum angka 3 huruf d: Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi; Rehabilitasi Ganti Kerugian Pasal 1 angka 21 Pasal 30 Pasal 68 Pasal 77 Pasal 81 Pasal 82 BAB XII Pasal 95-96 BAB XIII Pasal Pasal 1 angka 22 Pasal 68 Pasal 77 Pasal 81 Pasal 82 BAB XII Pasal 97

21 5. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Penjelasan Umum angka 3 huruf e: Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009

22 5. Asas Bantuan Hukum Penjelasan Umum angka 3 huruf f: Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya Pasal 1 angka 13 Pasal 54 Pasal 59 Pasal 60 BAB VII Pasal 69-Pasal 74 Pasal 114 BAB XI Pasal UU No. 48/2009

23 6. Asas Terbuka Untuk Umum
Penjelasan angka 3 huruf i: Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang Pasal 153 ayat (3) KUHAP Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009

24 7. Asas Pengawasan Penjelasan angka 3 huruf j: Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan Pra-Adjudikasi Adjudikasi Pasal 276 KUHAP BAB XX Pasal 277-Pasal 283 KUHAP Pasal 109 ayat (1) KUHAP Penyidik  SPDP  JPU KIMWASMAT

25 8. Asas Pemeriksaan Kehadiran Terdakwa
Penjelasan angka 3 huruf h: Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa Pasal 196 KUHAP Pasal 12 UU No. 48 Tahun 2009

26 PEMERIKSAAN PRA-ADJUDIKASI
Oleh: DR (Cand). Gelora Tarigan, S.H., M.H. Rocky Marbun, S.H., M.H. Dudung Abdul Azis, S.H., M.H. MODUL II

27 PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
PRA-ADJUDIKASI ADJUDIKASI PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN KEPOLISIAN KEJAKSAAN PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PRA-PENUNTUTAN PENUNTUTAN

28 PENYELIDIKAN “Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Pasal 1 butir 5 KUHAP) PENGADUAN LAPORAN Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (Pasal 1 butir 25 KUHAP) Pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. (Pasal 1 butir 24 KUHAP)

29 Perbedaan Laporan dan Pengaduan
Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibannya, sementara pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka kewajibanny tapi merupakan hak. Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik biasa. sementara pengaduan, obyeknya terbatas pada delik-delik aduan saja. Dari segi isinya, laporan berisi tentang pemberitahuan tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum. Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut kembali sementara pengaduan dapat dicabut kembali.

30 PENYELIDIK Pasal 4 KUHAP yang berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah “Setiap Pejabat polisi negara Republik Indonesia”. dalam pasal ini ditegaskan hanya polisi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan pejabt diluar kepolisian tidak diperkenankan oleh undang-undang begitu pula jaksa.

31 KEWENANGAN PENYELIDIK
Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum) Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik. (Lihat Pasal 5 KUHAP)

32 Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)
Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentng adanya tindak pidana; Mencari keterangan dan barang bukti; Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dn menanyakan serta memeriksa tnda pengenal diri; Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

33 Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik.
Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul manakala ada perintah dari penyidik. Tindakan-tindakan yang dimaksud berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. pemeriksaan dan penyitaan surat mengambil sidik jari dan memotret seseorang membawa dan menghadapkan seseorang pada penyelidik.

34 Syarat “Tindakan Lain” Untuk kepentingan Penyelidikan dan penyidikan
Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan; Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; Menghormati hak asasi manusia. (Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat (1) KUHAP jo Pasal 16 ayat (2) UU Kepolisian)

35 TUJUAN PENYELIDIKAN untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi; bertugas membuat berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.

36 PENYIDIKAN “Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara tertentu untuk mencari serta mengumpulkan keterangan, bukti-bukti, guna mengungkap tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya.” (vide Pasal 1 angka 2 KUHAP)

37 Yang dimaksud dengan “keterangan”?
Tindak apa yang telah dilakukan Kapan dan dimana tindak tersebut dilakukan Dengan apa dan bagaimana tindak tersebut dilakukan Mengapa (motif) tindak tersebut dilakukan dan siapa pembuat.

38 TUGAS DAN KEWENANGAN PENYIDIK (Pasal 7 kuhap)
Menerima Laporan Atau Pengaduan Dari Seorang Tentang Adanya Tindak Pidana; Melakukan Tindakan Pertama Pada Saat Di Tempat Kejadian; Menyuruh Berhenti Seorang Tersangka Dan Memeriksa Tanda Pengenal Diri Tersangka; Melakukan Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Dan Penyitaan; Melakukan Pemeriksaan Dan Penyitaan Surat; Mengambil Sidik Jari Dan Memotret Seorang; Memanggil Orang Untuk Didengar Dan Diperiksa Sebagai Tersangka Atau Saksi; Mendatangkan Orang Ahli Yang Diperlukan Dalam Hubungannya Dengan Pemeriksaan Perkara; Mengadakan Penghentian Penyidikan; Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum Yang Bertanggung Jawab.

39 Tugas dan kewenangan penyidik lainnya
Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia

40 PEJABAT PENYIDIK Pejabat polisi negara Republik Indonesia (Pembantu Letnan Dua atau Komandan Sektor Kepolisian berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua yang karena jabatan nya adalah penyidik)  PP 27/1983 Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang (Pengatur Muda tingkat I atau Gol.II/B)  PP 27/1983 Penyidik Pembantu (Sersan Dua Polisi atau PPNS Polri berpangkat Pengatur Muda/Golongan 11/A)  PP 27/1983

41 Sumber informasi penyidik
Laporan Pengaduan Tertangkap Tangan (tanpa Surat Perintah) Pengetahuan Sendiri dari Penyelidik dan Penyidik (Pengembangan Kasus)

42 Tertangkap tangan (ontdekking op heterdaad)
Pada waktu sedang melakukan tindak pidana; Sesudah setelah beberapa saat tindak pidana; Sesaat setelah diserukan oleh khalayak ramai sebagai pelaku

43 UPAYA PAKSA Penangkapan Penahanan Penggeledahan Penyitaan

44 PENANGKAPAN Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (PASAL 1 ANGKA 20 KUHAP) Tujuan Penangkapan: Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan; Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.

45 Syarat Formil Penangkapan
Bukti Permulaan Yang Cukup (Psl 17 KUHAP) Surat Tugas Surat Perintah Penangkapan e.g.: identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yg disangkakan, tempat dimana ia akan diperiksa. Lamanya penangkapan 1 (satu) hari (Psl 19 ayat (1) KUHAP)

46 Bukti Permulaan Yang Cukup
Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14 Ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana. PERKAP No. 14/2012, Psl 1 angka 21 Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.

47 PENAHANAN “Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” (Psl 1 angka 21 KUHAP)

48 UNSUR-UNSUR Dilakukan dalam setiap tingkatan Pemeriksaan dan untuk kepentingan Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan Pengadilan (Psl 20 KUHAP) Dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang (Psl 20 KUHAP) Harus memenuhi bukti yang cukup (Psl 21 ayat (1) KUHAP) Status hukum Terlapor/Pelaku adalah TERSANGKA

49 BUKTI YANG CUKUP Alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan. (Perkap No. 14/2012) KUHAP tidak mengatur lebih lanjut ttg “bukti yang cukup”, namun selalu disandarkan kepada Pasal 183 KUHAP.

50 TUJUAN PENAHANAN Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik; Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan; Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

51 SYARAT FORMIL PENAHANAN
Landasan Formil Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; atau Tindak pidana yang dikecualikanPsl 21 ayat (4) huruf b KUHAP Landasan Kekhawatiran  Psl 21 ayat (1) KUHAP Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran; Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; Tersangka atau terdakwa akan merusak atau menghilangkan barang bukti Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana

52 SYARAT FORMIL LAINNYA Surat Perintah Penahanan atau Penetapan Hakim, yang berisikan e.g: identitas tersangka atau terdakwa, alasan penahanan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan, dan tempat penahanan; Tembusan surat perintah penahanan harus diserahkan kepada keluarganya;

53 JANGKA WAKTU PENAHANAN
Tingkat Penyidikan (Psl 24 KUHAP) Penahanan oleh Penyidik : 20 hari Perpanjangan Penahanan : 40 hari Perpanjangan oleh JPU Tingkat Penuntutan (Psl 25 KUHAP) Penahanan oleh JPU: 20 hari Perpanjangan Penahanan : 30 hari Perpanjangan oleh KPN

54 JANGKA WAKTU PENAHANAN
Tingkat Pemeriksaan Sidang PN (Psl 26 KUHAP) Penahanan oleh Hakim PN : 30 hari Perpanjangan Penahanan : 60 hari Perpanjangan oleh KPN Tingkat Pemeriksaan Sidang PT (Psl 27 KUHAP) Penahanan oleh Hakim PT : 30 hari Perpanjangan Penahanan : 60 hari Perpanjangan oleh KPT

55 JANGKA WAKTU PENAHANAN
Tingkat Pemeriksaan Sidang MA (Psl 28 KUHAP) Penahanan oleh Hakim MA : 50 hari Perpanjangan Penahanan : 60 hari Perpanjangan oleh KMA

56 PENGECUALIAN PERPANJANGAN PENAHANAN
Pasal 24 Menderita gangguan fisik atau mental yang berat Pasal 25 Pasal 29 Pasal 26 DIKECUALIKAN JIKA 60 hari Pasal 27 Diancam pidana 9 tahun lebih Pasal 28

57 PENANGGUHAN PENAHANAN
Pasal 31 ayat (1) KUHAP : Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan

58 SYARAT PENANGGUHAN PENAHANAN
Penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP: Wajib Lapor Tidak Keluar Rumah Tidak Keluar Kota Pasal 358 HIR : Tempat Tinggal / Alamat yang Tetap Tidak Akan Melarikan Diri; jika ada perintah pencabutan Tidak Mengulangi Tindak Pidana Ada Jaminan Uang atau Jaminan Orang

59 JAMINAN UANG Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983: Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu tiga bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara.

60 JAMINAN ORANG Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983: Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, uang yang dimaksud harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri, dan Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud maka jurusita akan menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

61 SIFAT JAMINAN Ketentuan mengenai jaminan bersifat fakultatif dan bukan imperative, berdasarkan frase: “dengan atau tanpa”

62 BENTUK FORMIL PENANGGUHAN PENAHANAN
Dalam bentuk perjanjian Ditegaskan secara tertulis jumlah jaminan uang Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 35 PP 27/1983 adlh Uang Jaminan Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 36 PP 27/1983 adlh Uang Tanggungan Dasar Hukum: Surat Keputusan Menteri Kehakiman No M.14.PW.07.03/1983 tentang Addendum Pedoman Pelaksanaan KUHAP

63 TATA CARA PERMOHONAN PENANGGUHAN PENAHANAN
Adaya permintaan; Haruslah berbentuk tertulis; Pejabat atau instansi yang menahan menetapkan besarnya uang jaminan secara jelas disebutkan dalam surat perjanjian Dasar Hukum: Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03/ angka 8 huruf a

64 PEMBANTARAN PENAHANAN (Penundaan Penahanan Sementara)
Pasal 19 ayat (8) PP No. 27 Tahun 1983: Dalam hal tertentu, tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu.

65 MAKNA “dalam hal tertentu”
Apabila tahanan menderita sakit yang memerlukan perawatan dan/atau pemeriksaan dokter di luar RUTAN, maka selain harus memenuhi ketentuan ayat ini, harus pula disertai keterangan dokter RUTAN yang ditunjuk oleh Menteri. Pulang ke rumah keluarganya, karena keluarga sakit keras, kematian anak, istri, orang tua dan sebagainya yang menurut pertimbangan pejabat yang bertanggung jawab secara juridis dapat disetujui.

66 PENGGELEDAHAN Penggeledahan Rumah/Tempat Penggeledahan Orang/Badan
“Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.” “Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.”

67 PENGGELEDAHAN rumah/tempat
Yang berhak melakukannya adalah penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik sendiri ; surat perintah tugas dan kartu identitas petugas; Penggeledahan rumah/alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat ; Memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; Saat melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi, jika tersangka atau penghuni menyetujui tindakan penggeledahan tersebut. Namun, jika pihak tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir, tindakan penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi ; Tidak menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain; Dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yan dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan; Membuat BAP penggeledahan dilarang menyita barang-barang yang tidak berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan menyita barang-barang yang tidak terkait dengan tindak pidana maka wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya Namun sangat disayangkan, bahwa ketentuan ini direduksi dengan adanya ketentuan bahwa dalam keadaan mendesak, maka izin Ketua Pengadilan Negeri dapat diabaikan. Keadaan mendesak tersebut diartikan bahwa bilamana di tempat patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.

68 PENGGELEDAHAN orang Dalam hal Penggeledahan Orang/Badan, maka hal-hal yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: Menunjukkan surat perintah tugas dan identitas petugas; Memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan sopan; Meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan; Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah; Melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas perempuan ; Jika perlu dilakukan pemeriksaan penggeledahan rongga badan dapat diminta bantuan pejabat kesehatan/paramedik ; Pengeledahan pakaian, harus dilakukan diruang tertutup atau minimal tidak dilakukan di depan umum ; Seorang wanita yang akan digeledah, khususnya pada bagian rongga badan dapat menolak untuk digeledah/diperiksa jika penyidik/penyidik pembantunya bukanlah seorang wanita.

69 Penggeledahan yang bersifat khusus
Surat/Paket Pos/Titipan Kilat persyaratan agar dapat memeriksa barang-barang tersebut, antara lain sebagai berikut: Izin khusus yang diberikan dari Ketua Pengadilan Negeri ; Penyidik wajib memberikan Surat Tanda Penerimaan bila kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain sudah menyerahkan kepada Penyidik ; Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik; Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu; Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan.

70 Penggeledahan yang bersifat khusus
Penggeledahan Rumah diluar wilayah hukum Penyidik Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.

71 Tujuan penggeledahan Setiap penggeledahan memiliki 2 (dua) tujuan yuridis, yaitu: pemeriksaan ;dan Penyitaan. Penggeledahan yang dilakukan, baik Rumah/Tempat ataupun Orang/Badan, bertujuan untuk melakukan pemeriksaan. Dimana pemeriksaan tersebut guna mencari barang bukti yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana yang sedang diperiksa. Seperti halnya Penggeledahan, Penyitaan pun mewajibkan adanya Surat Izin dari KPN setempat. Namun, ketentuan tersebut dibatasi dengan frase “dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak”, sehingga Penyidik dapat melakukan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa izin dari Ketua Pengadilan.

72 Benda-benda penyitaan
Benda atau tagihan Tersangka/Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit; Benda yang berada di dalam penguasaan orang lain, dengan disertai Surat Tanda Penerimaan;

73 KONDISI BENDA SITAAN Mudah rusak
Bila disimpan maka biaya penyimpanannya lebih tinggi daripada harga benda tersebut Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. Izin dari Pengadilan dan persetujuan Tersangka/Terdakwa

74 SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3)
Pasal 109 ayat (2) KUHAP: “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI atau PERISTIWA TERSEBUT TERNYATA BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA atau PENYIDIKAN DIHENTIKAN DEMI HUKUM, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.”

75 PIHAK PEMOHON SP3 Berdasarkan makna dari Pasal 109 ayat (2) KUHAP, maka Pemohon adalah pihak yang berkepentingan, yaitu: Tersangka/Keluarga Tersangka atau Kuasa Hukum Tersangka; Penyidik itu sendiri ;

76 MAKNA “Kurang Cukup Bukti”
Alasan kurang cukup bukti ini, merupakan alasan yang paling sering digunakan untuk menghentikan penyidikan. Bahwa penyidik belum dapat menyelesaikan proses penyidikan terhadap tindak pidana tersebut karena hasil pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti, belum memenuhi syarat maksimal dan syarat administrasi sesuai ketentuan tehnis penyidikan bahwa berkas yang dibuat penyidik benar adalah telah terajdi suatu tindak pidana.

77 MAKNA “Perkara Bukan Tindak Pidana”
Selama proses pemeriksaan atau penyidikan, Penyidik berdasarkan pertimbangannya atas bukti-bukti yang ada menyimpulkan bahwa perkara yang sedang disidik / diperiksa bukanlah merupakan perkara pidana. Sehingga tidak mungkin dipaksakan untuk dilanjutkan hingga ke proses penuntutan.

78 MAKNA “Penyidikan Dihentikan Demi Hukum”
Tersangka Meninggal Dunia Ne Bis in Idem Daluarsa/Lewat Waktu

79 MAKNA “NE BIS IN IDEM” Pasal 76 ayat (1) KUHP:
“Seseorang tidak dapat dituntut lantaran perbuatan (peristiwa) yang baginya telah diputuskan oleh hakim” Unsur-Unsur yang mengikuti: Kesamaan Unsur; Kesamaan Pasal; Kesamaan subyek hukum; Kesamaan obyek hukum; Tempus dan Locus delicti nya sama; Dicabutnya pengaduan dalam proses pemeriksaan Adjudikasi, bukan merupakan ne bis in idem, sehingga dapat diajukan kembali

80 MAKNA “DALUARSA/LEWAT WAKTU” (verjaring)
Pasal 78 KUHP: Untuk pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, jangka waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat satu tahun Jaksa kehilangan hak menuntut. Untuk kejahatan yang ancaman pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara dibawah 3 tahun, jangka waktu daluwarsa adalah enam tahun. Untuk kejahatan yang ancaman kejahatannya diancam diatas tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah dua belas tahun. Untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsanya delapan belas tahun.

81 PERHITUNGAN DALUARSA/LEWAT WAKTU/VERJARING
Pada prinsipnya daluarsanya suatu perkara dimulai satu hari setelah tindak pidana dilakukan, kecuali untuk tindak pidana pemalsuan uang dan tindak pidana perampasan kemerdekaan. Untuk tindak pidana pemalsuan uang, jangka waktu daluwarsa tidak dihitung satu hari setelah tindak pidana pemalsuan uang dilakukan, melainkan satu hari setelah uang palsu itu beredar. Sedangkan untuk tindak pidana perampasan kemerdekaan (vide Pasal 333 KUHP) jangka waktu daluwarsa dihitung satu hari setelah orang itu (yang ditahan/dirampas kemerdekaannya) dibebaskan.

82 BERHENTINYA DALUARSA/LEWAT WAKTU
Pasal 80 KUHP: Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.

83 FILOSOFI DALUARSA/LEWAT WAKTU (verjaring)
Dengan adanya lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang Dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, Untuk memberikan kepastian hukum bagi Tersangka

84 PRA-ADJUDIKASI KEJAKSAAN
Bertindak sbg Jaksa Penuntut Umum Melaksanakan putusan Pengadilan yg inkracht JAKSA Melaksanakan penetapan Hakim Melakukan Penuntutan JAKSA PENUNTUT UMUM PENUNTUTAN Tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan PERMINTAAN supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

85 KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM
Menerima Dan Memeriksa Berkas Perkara Penyidikan Dari Penyidik Atau Penyidik Pembantu; Mengadakan Pra Penuntutan Apabila Ada Kekurangan Pada Penyidikan Dengan Memperhatikan Ketentuan Pasal 110 Ayat (3) Dan Ayat (4), Dengan Memberi Petunjuk Dalam Rangka Penyempurnaan Penyidikan Dari Penyidik; Memberikan Perpanjangan Penahanan, Melakukan Penahanan Atau Penahanan Lanjutan Dan Atau Mengubah Status Tahanan Setelah Perkaranya Dilimpahkan Oleh Penyidik; Membuat Surat Dakwaan; Melimpahkan Perkara Ke Pengadilan; Menyampaikan Pemberitahuan Kepada Terdakwa Tentang Ketentuan Hari Dan Waktu Perkara Disidangkan Yang Disertai Surat Panggilan, Baik Kepada Terdakwa Maupun Kepada Saksi, Untuk Datang Pada Sidang Yang Telah Ditentukan; Melakukan Penuntutan; Menutup Perkara Demi Kepentingan Hukum; Mengadakan Tindakan Lain Dalam Lingkup Tugas Dan Tanggung Jawab Sebagai Penuntut Umum Menurut Ketentuan Undang-undang Ini; Melaksanakan Penetapan Hakim.

86 SE JAKSA AGUNG No. B-401/E/9/93
MAKNA PRAPENUNTUTAN Pemantauan perkembangan penyidikan Penelitian berkas perkara tahap pertama Pemberian petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan Penelitian ulang berkas perkara Penelitian tersangka dan barang bukti pada tahap penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti Pemeriksaan tambahan. JAKSA PENELITI JAKSA PENUNTUT UMUM DOKTRIN Leden Marpaung SE JAKSA AGUNG No. B-401/E/9/93

87 SYARAT FORMIL SURAT DAKWAAN
Pasal 143 ayat (2) KUHAP Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE004/J.A/1 1/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 16 November 1993 Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Nomor B-607/E/11/1993 tentang Petunjuk Tehnis Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 22 November 1993 Cermat Jelas Lengkap

88 MAKNA “CERMAT” Ketelitian Jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang­-undang yang berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurang­an dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan antara lain misalnya : Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan, apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat, Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan melakukan tindak pidana tersebut, Apakah tindak pidana tersebut sudah atau belum kedaluarsa dan apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem. Pada pokoknya kepada Jaksa Penuntut Umum dituntut untuk bersikap teliti dan waspada dalam semua hal yang berhubungan dengan ke­berhasilan penuntutan perkara di muka sidang pengadilan.

89 MAKNA “JELAS” Jaksa Penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiel (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan, jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain, atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misal­nya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsur-unsurnya berbeda.

90 MAKNA “LENGKAP” Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan mate­rielnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.

91 BENTUK SURAT DAKWAAN Surat Dakwaan Tunggal Surat Dakwaan Alternatif
Surat Dakwaan Subsider Surat Dakwaan Kumulatif Surat Dakwaan Kombinasi/Gabungan

92 Surat Dakwaan Tunggal Dalam Surat Dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat dakwaan lain baik sebagai alternatif maupun sebagai pengganti. Contoh: Dalam Surat Dakwaan hanya didakwakan Tindak Pidana pencurian (pasal 362 KUHP).

93 Surat Dakwaan Alternatif
Dalam bentuk ini dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain. Dakwaan alternatif dipergunakan karena belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang akan dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan tersebut dimaksudkan sebagai "jaring berlapis" guna mencegah lolosnya terdakwa dari dakwaan. Meskipun dakwaan berlapis, hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, bila salah satu dakwaan telah terbukti, maka lapisan dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Misalnya: Pertama: Pencurian (pasal 362 KUHP) ATAU Kedua: Penadahan (pasal 480 KUHP)

94 Surat Dakwaan Subsider
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila satu Tindak Pidana menyentuh beberapa ketentuan pidana, tetapi belum dapat diyakini kepastian tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang lebih tepat dapat dibuktikan. Lapisan dakwaan disusun secara berurutan dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai pada Tindak Pidana yang diancam dengan pidana teringan dalam kelompok jenis Tindak Pidana yang sama. Persamaannya dengan dakwaan alternatif ialah hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan, sedangkan perbedaannya pada sistem penyusunan lapisan dakwaan dan pembuktiannya yang harus dilakukan secara berurutan dimulai dari lapisan pertama sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Setiap lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai dengan tuntutan untuk dibebaskan dari dakwaan yang bersangkutan.

95 Contoh Dakwaan Subsider: Primer: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP); Subsidair: Pembunuhan (pasal 338 KUHP); Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 (2) KUHP); Lebih Subsidair lagi : Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 (2) KUHP); Lebih-lebih Subsidair lagi : Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 (3) KUHP).

96 Surat Dakwaan Kumulatif
Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus dan Tindak Pidana tersebut masing-masing berdiri sendiri (Concursus Realis). Semua Tindak Pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai tuntutan untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan yang bersangkutan. Persamaannya dengan dakwaan Subsidair, karena sama-sama terdiri dari beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara berurutan. Misalnya dakwaan disusun : Kesatu : Pembunuhan (pasal 338 KUHP); Kedua : Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP); Ketiga : Perkosaan (pasal 285 KUHP).

97 Surat Dakwaan Kombinasi/Gabungan
Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi yang dipergunakan. Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri dari dakwaan kumulatif dan dakwaan subsider. Contoh: Kesatu : Primer : Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP); Subsider : Pembunuhan (pasal 338 KUHP); Lebih Subsider: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP). Kedua: Perampokan/pencurian dengan kekerasan (pasal 365 ayat (3) dan (4) KUHP). Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).

98 PRA-PERADILAN Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;  kecuali deponeering (vide Penjelasan Pasal 77 KUHAP) c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP ANOMALI NORMA Pasal 95 ayat (1) KUHAP

99 Acara siding pra-peradilan
Dilaksanakan di Pengadilan Negeri setempat Dalam wkt 3 (tiga) hari, stlh permintaa diajukan, KPN wajib menunjuk Hakim Dipimpin oleh Hakim Tunggal (vide Pasal 78 ayat (2) KUHAP) Pemeriksaan dilaksanakan dlm jangka waktu 7 (tujuh) hari (vide Pasal 82 KUHAP) Pra-peradilan gugur jika perkara sudah diperiksa di PN Tidak mengenal ne bis in idem Hanya atas putusan sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP dapat dimintakan banding ke PT sbg putusan akhir. Putusan Akhir dari PT atas sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP, jika telah inkracht, di dalam praktek, seringkali diajukan PK ke Mahkamah Agung. Bahkan, kedua alasan lainnya pun, seringkali diajukan ke PT, yg kemudian dijadikan dasar utk mengajukan PK

100 Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan
Diajukan oleh: tersangka, keluarga atau kuasanya ; Permintaan ditujukan kepada KPN; Wajib menyebutkan alasan-alasannya.

101 (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP)
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan Dapat diajukan oleh : Penyidik atau Penuntut Umum atau Pihak Ketiga yang berkepentingan; Permintaan ditujukan kepada KPN; Bertujuan untuk menegakan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP)

102 Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan Dapat diajukan : tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan; Ditujukan kepada KPN; Pada perkara yang TIDAK ATAU BELUM MASUK ke proses pemeriksaan siding di Pengadilan. Min. Rp 5.000,- Maks. Rp ,- Pasal 9 ayat (1) PP No. 27/1983

103 PERMINTAAN GANTI KERUGIAN BERDASARKAN PASAL 95 AYAT (1) kuHAP
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan; Subyektif : Tersangka, terdakwa atau terpidana Obyektif : berhak menuntut ganti kerugian karena : (a). Ditangkap; (b). Ditahan; (c). Dituntut & diadili; atau (d). Tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang ; atau karena kekeliruan mengenai orangnya ; atau hukum yang diterapkan.

104 Nominal ganti kerugian pasal 95 ayat (1) kuhap
Rp ,- Pasal 9 ayat (2) PP No. 27/1983

105 Acara persidangan gugatan ganti kerugian pasal 95 ayat (1) kuhap
Diajukan oleh Tersangka, Terdakwa, Terpidana atau Ahli Warisnya Diajukan pada pengadilan yang berwenang atau PN yang mengadilin perkara pokoknya; Hakim yang memeriksa “sejauh mungkin” adalah Hakim yang sama pada perkara pokoknya; Menggunakan acara Pra-Peradilan; Putusan berbentuk PENETAPAN

106 Pemeriksaan adjudikasi
OLEH: Dr. (cand) Gelora tarigan, s.h.,m.h. DUDUNG ABDUL AZIS, S.H., M.H. Modul iii .

107 Pertemuan ke-15 KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
UUD NRI 1945 JOHN LOCKE MONTESQIUEU LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF PEMBENTUK UNDANG-UNDANG DPR PRESIDEN MA Kepolisian Jaksa Agung KPK PPNS PENGADILAN KUHAP UU KEKUASAAN KEHAKIMAN UU PERADILAN UMUM UU MAHKAMAH AGUNG

108 YANG MANAKAH KEKUASAAN KEHAKIMAN dalam hukum acara pidana ??
Pasal 38 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 Berdasarkan Fungsinya Penyelidikan & Penyidikan Penuntutan Pelaksanaan Putusan Pemberian Jasa Hukum; dan Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan Mahkamah Agung Badan Peradilan Officer of the court

109 Pemeriksaan adjudikasi (pemeriksaan di depan persidangan)
Pengadilan Negeri Upaya Hukum Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung Upaya Hukum Judex Factie Judex Jurist Praktek Judex Factie

110 MACAM-MACAM ACARA PEMERIKSAAN SIDANG
ACARA PEMERIKSAAN BIASA (bab xvi bagian ketiga kuhap) ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT (bab xvi bagian kelima kuhap) ACARA PEMERIKSAAN CEPAT (bab xvi bagian keenam kuhap) 1. Acara Pemeriksaan tindak pidana ringan (paragraf 1) 2. acara pemeriksaan Pelanggaran lalu lintas jalan (paragraph 2)

111 PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN
BIASA SINGKAT CEPAT Dasar Hukum Bab XVI Bagian III BAB XVI Bagian V Bab XVI Bagian VI Penuntutan JPU dan Dakwaan Tanpa Dakwaan Tanpa JPU Jenis Putusan Putusan Pengadilan Dicatat dalam BAP Sidang Penetapan Sifat Pembuktian Sulit Mudah & Sederhana Mudah Jenis Perkara Kejahatan Kejahatan & Pelanggaran kecuali Psl 205 Tindak Pidana Ringan & Pelanggaran Lalu Lintas Lamanya perkara Min. 9 kali Sidang Jika melebihi batas maks. pemeriksaan tambahan (14 hari) diubah ke pemerisaan biasa Satu Hari Lain-Lain -- Jika disepakati dpt diubah menjadi acara pemeriksaan cepat

112 BIASA SINGKAT CEPAT Hakim Majelis Hakim Hakim Tunggal Bentuk Putusan Putusan Pengadilan Surat

113 EKSEPSI Exceptie (Bld) Arti scr Umum: Pengecualian Exception (Eng)
Makna Bantahan / tangkisan / jawaban / keberatan secara tidak langsung terhadap pokok perkara Bantahan / tangkisan / jawaban / keberatan terhadap syarat formil Dakwaan Pasal 156 KUHAP Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan

114 JENIS-JENIS EXCEPTIE EXCEPTIE DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM
EXCEPTIE KOMPETENSI EXCEPTIE TUNTUTAN GUGUR EXCEPTIE SYARAT FORMIL

115 EXCEPTIE KOMPETENSI KOMPETENSI ABSOLUT KOMPETENSI RELATIF
Wewenang Mengadili 4 lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara KOMPETENSI RELATIF Wewenang mengadili dalam hal wilayah hukum dari suatu pengadilan pada satu lingkungan peradilan yang sama

116 EXCEPTIE TUNTUTAN GUGUR
NE BIS IN DEM KADALUARSA (Pasal KUHP) Tersangka/Terdakwa meninggal dunia

117 EXCEPTIE SYARAT FORMIL
Jenis Putusannya adalah Niet Onvankelijk Verklaard (N.O) atau Dakwaaan Tidak dapat diterima Untuk tindak pidana dengan ancaman pidana diatas 5 (lima) tahun atau pidana mati, Tersangka mulai dari proses penyidikan tidak didampingi oleh Penasehat Hukum. Krn berdasarkan Yurisprudensi MA No K/Pid/1991 tanggal 16 September 1991; Tindak Pidana yang didakwakan merupakan delik aduan, sedangkan perkara diproses tanpa adanya aduan atau tenggang waktu pengaduan telah lewat (Psl KUHP); Tindak pidana yang didakwakan sedang diproses oleh Pengadilan Negeri lain; Error in persona (terdakwa yang diajukan salah identitasnya) Tindak Pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata yang harus diperiksa secara perdata; JPU keliru dalam merumuskan dakwaan.

118 EXCEPTIE DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM
Pelanggaran terhadap Pasal 143 ayat (2) KUHAP

119 PROSES PUTUSAN EXCEPTIE KOMPETENSI
Di dalam Pasal 156 KUHAP tidak dijelaskan jenis exceptie kompetensi yang bagaimana yang akan diputus terlebih dahulu; Dikarenakan KUHAP merupakan revisi dari HIR/RBg, maka budaya hukum yang muncul di dalam praktek adalah bernuansa HIR/RBg; Sehingga ketentuan Pasal 156 KUHAP merujuk kepada praktek, maka hanya exceptie kompetensi absolut yang akan diputus terlebih dahulu; Jika exceptie dikabulkan, maka pokok perkara tidak akan diperiksa; Putusan atas exceptie absolut dapat dilakukan perlawanan ke tingkat Banding; Putusan atas exceptie kompetensi relative, bersamaan dengan putusan pokok perkara; Exceptie kompetensi relative dapat dimintakan setiap saat pada setiap proses pemeriksaan.

120 Hukum pembuktian pidana
TEORI PEMBUKTIAN Positief Wettelijke Bewijs Theorie (Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-undang secara positif ) Conviction-in Time (Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim belaka) Conviction Raisonnee (Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis) Negatief Wettelijke Bewijstheorie (Teori Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara Negatif )

121 Positief Wettelijke Bewijs Theorie (Teori pembuktian positif)
Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan kepada Undang-undang saja artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formil (Formele Beeewijstheorie).

122 Conviction-in Time (Teori Pembuktian keyakinan hakim)
Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. Didasari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran itulah maka teori berdasar keyakinan hakim belaka yang didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan.

123 Conviction Raisonnee (Teori pembuktian keyakinan hakim yang logis)
Merupakan jalan tengah dari sistem-sistem pembuktian yang ada. Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu, sehingga putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.

124 Negatief Wettelijke Bewijstheorie (Teori pembuktian negative)
Salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-undang dan sistem ini memadukan unsur-unsur objektif dan subjektif dalam menetukan salah atau tidaknya orang terdakwa.

125 Sistem pembuktian kuhap
Pasal 183 KUHAP : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Sistem Pembuktian Negatif (Negatief Wettelijke Bewijstheorie)

126 Pertemuan ke-18 Alat bukti yang sah
Pasal 184 ayat (1) KUHAP: Keterangan Saksi (Pasal 185 KUHAP) Keterangan Ahli (Pasal 186 KUHAP) Surat (Pasal 187 KUHAP) Petunjuk (Pasal 188 KUHAP) Keterangan Terdakwa (Pasal 189 KUHAP)

127 saksi “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.” (Pasal 1 angka 26 KUHAP) “Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu” (Pasal 1 angka 27 KUHAP) Sehingga, keterangan saksi yang didasarkan kepada pemikiran atau pendapatnya, bukanlah merupakan alat bukti yang sah. Dalam menilai kebenaran dari keterangan seorang saksi, hakim perlu memperhatikan persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu serta cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi atau tidaknya keterangan itu dipercaya.

128 Saksi testimonium de auditu (hearsay evidence)
Saksi Testimonium de aduditu adalah Keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP, maka saksi testimonium de auditu adalah TIDAK SAH Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010: “Pengertian Pasal 1 angka 26, Pasal 1 angka 27, Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP tidak boleh ditafsirkan secara sempit, maka berdasarkan penafsiran gramatikal, jika dikaitkan dengan pasal-pasal dalam KUHAP, karena dapat menghilangkan kesempatan Terdakwa dalam menghadirkan saksi a de charge (menguntungkan). Oleh karena itu, arti penting saksi bukan terletak apakah ia melihat, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa pidana, melainkan pada relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang sedang di proses.” Sehingga, saksi testimonium de auditu merupakan bagian dari alat bukti : PETUNJUK

129 JENIS SAKSI MENURUT KUHAP
Saksi a de charge (Saksi yang meringankan atau menguntungkan) Pasal 65 KUHAP Pasal 160 ayat (1) KUHAP Pasal 165 ayat (3) KUHAP Saksi a charge (Saksi yang memberatkan) Pasal 160 ayat (1) KUHAP

130 Syarat sah saksi Syarat Formil
Bersedia di sumpah : Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP Telah Dewasa (< 15 thn) : Pasal 171 butir a KUHAP (penafsiran a contrario) Syarat Materiil Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1 angka 26 KUHAP) Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau unus testis nullus testis (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)

131 PERIHAL PEMBUKTIAN Dakwaan  Pembuktian > Tujuan nya :
untuk memperoleh kepastian bahwa apa yang didakwakan JPU dalam Surat Dakwaan kepada terdakwa adalah benar. > Dengan cara memeriksa : # mengenai apakah peristiwa/perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi Mengenai # mengapa peristiwa tsb tejadi (motif)

132 Maka dari itu pemeriksaan terdiri dari :
Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat di terima oleh panca indera ; memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima tersebut ; Mengggunakan pikiran logis. Manfaat dengan adanya pembuktian tersebut : hakim dapat menggambarkan dalam pikiran nya apa yang sebenarnya terjadi ; sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut ; meskipun ia tidak melihat/mendengar/merasakan sendiri.

133 Yang diungkap dari Pembuktian
Alat Pembuktian (bewijsmiddel) ; Benda & lisan : alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Hasil yang diperoleh dari tindak pidana Ket. Saksi Penguraian Pembuktian (bewijsvoering) ; Cara-cara menggunakan alat-alat bukti dalam T.Pidana Kekuatan Pembuktian (bewijskracht) ; Keterikatan hakim pada alat bukti  Lihat: Pasal 184 KUHAP Dasar Pembuktian (bewijsgrond) ; Keadaan yang dialami yang diterangkannya dalam kesaksian disebut Dasar Pembuktian Beban Pembuktian (bewijslast). Mengenai siapakah yang mempunyai beban untuk membuktikan mengenai unsur-unsur tindak pidana Pasal 66 KUHAP “..tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian..” Merupakan wujud konkret asas “presumption of innocent

134 Tuntutan Pidana (Requistoir)
Pemeriksaan terhadap diri terdakwa dan saksi cukup, maka kepada penuntut umum dipersilahkan menyampaikan tuntutan pidana nya. JPU menguraikan segala sesuatu selama berlangsungnya pemeriksaan apakah dakwaan nya terbukti atau tidak

135 Diagram Alir Tuntutan Perkara
JPU membacakan tuntutan pidana Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Pembelaan (Pledoi) JPU memberikan jawaban atas Pledoi (Replik) Tersangka menjawab Replik (Duplik) Tuntutan Pidana, Pledoi, Replik dan Duplik Salinan nya diberikan kepada para pihak Hakim ketua majelis

136 Putusan-Putusan Pengadilan
2 jenis Putusan pengadilan : Putusan yang bersifat formil, Putusan pengadilan yang bukan merupakan putusan akhir, yaitu : Pasal 148 ayat 1 KUHAP. Pernyataan tidak berwenangnya pengadilan untuk memeriksa suatu perkara (onbevoegde verklaring). misalnya : salah mengajukan berkas perkara Pasal 143 ayat 3 KUHAP. Pernyataan dakwaan PU batal (nietig verklaring van de acte van verwijzing) misalnya : locus delicti tidak dicantumkan di surat dakwaan Pasal 156 ayat 1 KUHAP. Pernyataan dakwaan PU tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) misalnya : perkara daluarsa, nebis in idem, persyaratan aduan (klacht delict) Putusan berisikan penundaan pemeriksaan perkara oleh adanya perselisihan kewenangan (prejudisiel) misalnya : perkara ybs menunggu putusan dari hakim perdata misal dalam hal perzinahan (overspel).

137 Putusan yang bersifat materil, putusan pengadilan yang
merupakan putusan akhir (einds vonnis), yaitu : 1. Pasal 191 ayat 1 KUHAP. Putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari dakwaan (vrijspraak). Maksudnya ialah pengadilan berpendapat bahwa kesalahan/perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di dalam pemeriksaan persidangan. misalnya : minimnya alat pembuktian yang ditetapkan oleh UU tidak terpenuhi. Putusan ini bersifat negatif, artinya putusan tidak menyatakan terdakwa tidak melakukan perbuatan yang didakwakan itu, melainkan menyatakan bahwa kesalahan terdakwa tidak terbukti di persidangan. See negatief-wettelijk sistem pembuktian KUHAP, dalam Pasal 183 KUHAP  2 alat bukti+ keyakinan hakim. Jaksa tidak dapat banding ke PT (Pasal 67 KUHAP)

138 2. Putusan Lepas dari segala tuntutan (ontslag van alle rechtsvervolging). Maksudnya ialah Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, dikarenakan adanya alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) dan/atau alasan pemaaf (fait dixcuse). Alasan pembenar : Pasal 48, 49(1), 50 & 51(1) KUHAP Alasan pemaaf : Pasal 49(2) & 51(2) KUHAP Dapat dimintakan banding baik oleh terdakwa maupun jaksa.

139 3. Putusan Pemidanaan Apabila kesalahan terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti dengan sah dan meyakinkan. Pasal 193 (1) KUHAP, apabila terdakwa terbukti bersalah, maka harus dijatuhi pidana.kecuali apabila terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana itu belum berumur 16 tahun.maka hakim dapat memilih ketentuan didalam Pasal 45 KUHAP, yaitu : Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali nya tanpa sanksi pidana Diserahkan kepada pemerintah agar dipelihara dalam suatu tempat pendidikan negara sampai dengan usia 18 tahun (Pasal 46 KUHAP). Menjatuhkan pidana kepada terdakwa.

140 Kewajiban Hakim setelah Putusan
Memberitahukan kepada terdakwa tentang segala sesuatu yang menjadi hak nya, yaitu : Hak segera menerima atau menolak putusan Hak mempelajari putusan sebelum menerima atau menolak hasil putusan dalam batas waktu yang ditentukan UU Hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan untuk mengajukan grasi dalam hal ia menerima putusan Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding, dalam hak ia menolak putusan Hak mencabut pernyataan (point 1), dalam waktu yang ditentukan oleh UU. Surat putusan vonnis harus sesuai format Pasal 197 ayat 1 KUHAP

141 SYARAT SAH PUTUSAN HAKIM Pasal 197 ayat (1)
kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa; dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu; perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan; hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

142 Pasal 197 ayat (2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum

143 PASCA-PUTUSAN PENGADILAN
OLEH: Dr. (cand) Gelora tarigan, s.h.,m.h. DUDUNG ABDUL AZIS, s.h., m.h. MODUL IV

144 HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT (KIMWASMAT)
Dasar Hukum Pasal 277 : Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Peraturan Pelaksana : Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1984, tanggal 5 Maret tentang Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat; dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tanggal 11 Februari 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat

145 TUGAS POKOK KIMWASMAT Tugas pokok
Pengawasan: Pasal 280 ayat (1): Hakim Pengawas dan Pengamatan mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pengamatan : Pasal 280 ayat (2) : Hakim Pengawas dan Pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya

146 LEMBAGA PENGAWAS PERADILAN
PRA PERADILAN HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN (PRE TRIAL JUDGE) V.S KIMWASMAT

147 LEMBAGA PEMASYARAKATAN
FILSAFAT PEMIDANAAN ALIRAN KLASIK FILSAFAT PEMIDANAAN ALIRAN MODERN Kongres PPB I di Tokyo 1955 PENJARA UU NO. 12/1996 ttg Lembaga Pemasyarakatan DR. SAHARDJO PENJERAAN PEMBINAAN RE-SOSIALISASI RE-INTEGRASI REHABILITASI Sistem Pemasyarakatan 1963 TERPIDANA ADLH OBYEK TERPIDANA ADLH SUBYEK

148 BAGAN / ALUR PEMIDANAAN
ADVOKAT MASYARAKAT KEPOLISIAN & KEJAKSAAN PENGADILAN LAPAS

149 SELESAI


Download ppt "Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google