Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
MASRUDI MUCHTAR, S.H.,M.H.
2
KORUPSI Definisi Asal kata Corruptio Corruption Korruptie
Busuk, Buruk, Jahat, Rusak, Suap, Tdk Bermoral, Penyimpangan, illegal, khianat, tipu Hal-hal yang dipandang buruk dan merugikan 2
3
Secara umum : Korupsi adalah “ Tindakan yang melanggar norma-norma hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berakibat rusaknya tatanan hukum, politik, administrasi, manajemen, sosial dan budaya serta berakibat pula terhadap terampasnya hak-hak rakyat yang semestinya didapat “
4
UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2 Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
5
PERBUATAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Pemberian suap / sogok (Bribery) Menyuap PNS atau penyelenggara negara Memberi hadiah Menerima suap Menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya 2. Penggelapan dalam jabatan (Embezzlement) Penggelapan uang atau membiarkan penggelapan Memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi Merusak barang bukti Membiarkan orang lain merusak barang bukti dengan jabatannya
6
3. Pemalsuan (Fraud) Suatu tindakan atau perilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi untuk keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. 4. Pemerasan (Extortion) Memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain, sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.
7
5. Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Power)
Mempergunakan kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok atau perorangan lainnya. 6. Pilih Kasih (Favoritism) Memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hubungan keluarga, afiliasi partai politik, suku, agama dan golongan yang bukan berdasarkan alasan obyektif seperti kemampuan, kualitas, rendahnya harga, profesionalisme kerja.
8
7. Menerima Komisi (Commission)
Pejabat Publik yang menerima sesuatu yang bernilai, dalam bantuan uang, saham, fasilitas, barang, dll. sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan pemerintah. 8. Pertentangan Kepentingan / memiliki Usaha Sendiri (Internal Trading) Melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi atau keluarga, dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak pemerintah.
9
10. Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Illegal Constribusion)
9. Nepotisme (Nepotism) Tindakan untuk mendahulukan sanak keluarga, kawan dekat, anggota partai politik yang sepaham, dalam penunjukkan atau pengangkatan staf, panitia pelelangan atau pemilihan pemenang lelang. 10. Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Illegal Constribusion) Hal ini terjadi apabila partai politik atau pemerintah yang sedang berkuasa pada waktu itu menerima sejumlah dana sebagai suatu konstribusi dari hasil yang dibebankan kepada kontrak-kontrak pemerintah.
10
Bentuk-bentuk Kerugian Keuangan Negara
Pengeluaran sumber/kekayaan negara/daerah yg seharusnya tidak dikeluarkan; Pengeluaran sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yg seharusnya menurut kriteria yg berlaku; Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yg seharusnya diterima; Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yg seharusnya diterima; 10
11
Bentuk-bentuk Kerugian Keuangan Negara ............lanjutan
Timbulnya kewajiban negara/daerah yg seharusnya tidak ada; Timbulnya kewajiban negara/daerah yg lebih besar dari yg seharusnya; Hilangnya hak negara/daerah yg seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yg berlaku; Hak negara/daerah yg diterima lebih kecil dari yg seharusnya diterima 11
12
C P A = CPA FORMULA Corruption Power Accountability
Konflik Kepentingan Pertanggungjawaban Amanah Kewenangan Desentralisasi Transparan Suap Diskresi Kebijakan Gratifikasi Akuntabel Penggunaan Sumber Daya Ekonomi Biaya Tinggi Partisipatif Taat Hukum Power (Kekuasaan) yang tidak disertai dengan Sistem Akuntabilitas yang andal, cenderung Korupsi Lanjut, kita lihat slide berikut, bahwa secara konsepsual, sebagaimana yang diterapkan di negara-negara yang sudah mapan akuntabilitasnya, menunjukkan bahwa di dalam penyelenggaraan negara, bahwa kekuasaan tersebut dibagi menjadi 3, dengan maksud ada check and balances antara pelaksanaan ketiga kekuasaan tadi, yaitu eksekutif (pemerintah), parlemen (DPR), dan kekuasaan yudikatif (Mahkamah Agung). Pelaksanaan ketiga kekuasaan ini jelas harus ada akuntabilitasnya kepada publik atau rakyat sebagai pemberi amanah. Di parlemen, ada akuntabilitas parlemen, di yudikatif ada akuntabilitas lembaga peradilan/yudikatif, dan di eksekutif ada akuntabilitas eksekutif atau akuntabilitas pemerintah yang didukung oleh akuntabilitas manajemen (managerial accountability) dari para menteri/pimpinan lembaga (termasuk sekjen lembaga negara/komisi negara). Akuntabilitas keuangan negara yang harus dibuat oleh para menteri/pimpinan lembaga meliputi aspek finansial dan non finansial, dan akuntabilitas manajemen ini bisa hanya merupakan akuntabilitas tunggal departemen, atau akuntabilitas gabungan (shared accountability) kalau program-program tadi melibatkan beberapa departemen/lebih dari satu departemen. Akuntabilitas manajemen inilah, yang terdiri dari Laporan keuangan dan kinerja kementerian/lembaga yang kemudian digabungkan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan laporan kinerja pemerintah pusat (LKjPP) , yang merupakan akuntabilitas eksekutif (pemerintah), yang kemudian dipertanggungjawabkan oleh Presiden kepada DPR yang merepresentasikan rakyat sebagai pemberi amanah kepada rakyat. Sedangkan akuntabilitas yudikatif dan juga parlemen harus dibuat kepada publik, sedangkan untuk penggunaan uang atau anggaran negara tetap harus disampaikan kepada Presiden sebagai pemegang akuntabilitas keuangan negara sesuai UUD. Dengan pemahaman seperti ini, maka setiap lembaga, apakah yudikatif maupun parlemen yang menggunakan uang negara di dalam melaksanakan kekuasaannya harus menyampaikan akuntabilitasnya kepada Presiden, dan tidak bisa menolak untuk diaudit oleh aparat pengawasan Presiden. Pemahaman inilah yang belum bulat, sehingga seharusnya polemik antara BPK dan MA mengenai biaya perkara, seharusnya bisa diselesaikan dengan akuntabiloitas yang transparan, tanpa harus berpolemik di publik. Formula ini disarikan dari EXECUTIVE ROADMAP TO FRAUD PREVENTION AND INTERNAL CONTROL, by Martin T. Biegelman and Joel T. Bartow (John Willey 2006) 12 12
13
Penegakan hukum tidak konsisten; penyalahgunaan wewenang/kekuasaan;
Penyebab Korupsi Penegakan hukum tidak konsisten; penyalahgunaan wewenang/kekuasaan; Rendahnya integritas dan profesionalisme; Kurangnya keteladanan dan kepemimpinan elit bangsa; Langkanya lingkungan yang anti korupsi; rendahnya pendapatan penyelenggara negara; Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah; Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah dari pada keuntungan korupsi; Gagalnya pendidikan agama dan etika.
14
MENGAPA KORUPSI TERJADI
Administrasi/hukum Manusia Sosial/Budaya Tiga Aspek : KORUPSI 14
15
Sisi Ekonomi : Akan menyebabkan tidak terdistribusinya sumber daya secara merata dan adil, harga kebutuhan pokok tinggi (pungutan liar), kemiskinan Sisi Sosbud : Akan menyebabkan perubahan pola perilaku masyarakat yaitu membangun mental penipu dan penjilat Sisi Politik : Akan menyebabkan proses pengambilan kebijakan berjalan tertutup dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan pelayanan mahal Sisi Hukum : Akan menyebabkan diskriminasi dalam penegakan hukum Sangat besar terhadap rusaknya tatanan ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum DAMPAK KORUPSI
16
Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan (PTKP)
Ke mana arah perubahan? Masyarakat madani yang tidak lagi permisif terhadap perilaku koruptif Masyarakat Gerakan massive Say NO to corruption Masy yg kritis, tidak anarkhis Judiciary aparatus Pemerintah Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan (PTKP) Public service sector Political representation Dunia Usaha Good Corporate Governance CSR (Corparate Social Resp) Kode Etik (Code of Conduct) Gerakan anti suap Fair competition 16
17
Komitmen SBY dan KIB II Dalam Pemberantasan Korupsi
15 Program Pilihan Wajib dalam Kinerja 100 Hari KIB – II Pemberantasan mafia hukum Revitalisasi industri pertahanan Penanggulangan terorisme Mengatasi masalah kekurangan daya listrik Meningkatkan produksi dan ketahanan pangan Revitalisasi pabrik pupuk dan gula Membenahi kompleksitas penggunaan tanah dan tata ruang menyelesaikan cetak biru pengembangan infrastruktur Meningkatkan pinjaman UMKM yang dikaitkan dengan kredit usaha rakyat (KUR) Pendanaan pembangunan serta Investasi Menanggulangi perubahan iklim dan lingkungan Melakukan reformasi kesehatan dengan mengubah paradigma masyarakat Melakukan reformasi di bidang pendidikan Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan bencana alam Melakukan koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan derah dalam pembangunan di segala bidang 17
18
STRATEGI DAN PROGRAM PERCEPATAN
PEMBERANTASAN KORUPSI Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada 3 (tiga) bentuk upaya pemberantasan korupsi 1. Pencegahan (antikorupsi/preventif) 2. Penindakan (penaggulangan/kontrakorupsi/represif) 3. Peran serta masyarakat
19
ANTI KORUPSI Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi Langkah-langkah anti korupsi : Perbaikan sistem - memperbaiki peraturan perundang-undangan yang berlaku - memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien - memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan pribadi - menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi yang tegas
20
2. Perbaikan manusianya - Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman - Memperbaiki moral sebagai satu bangsa - Meningkatkan kesadaran hukum dengan sosialisasi dan pendidikan anti korupsi - Mengentaskan kemiskinan & meningkatkan kesejahteraan - Memilih pemimpin yang befsih, jujur, anti korupsi, cepat tanggap dan bisa menjadi teladan
21
KONTRA KORUPSI Kontra korupsi adalah kebijakan dan upaya-upaya yang menitikberatkan aspek penindakan. Pedoman dalam proses penindakan (Abdullah Hehamahua) Hukuman bagi koruptor harus mengandung unsur jera dan unsur pendidikan Penindakan harus bisa mengembalikan uang negara yang dikorup
22
PERAN SERTA MASYARAKAT
Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor Melakukan pengawasan dan mendukung terciptanya lingkungan yang anti korupsi Melaporkan gratifikasi, melaporkan jika ada penyelewengan dalam penyelenggaraan negara dan berani memberi kesaksian Konsekuen dan berani bertanggung jawab dalam menggunakan hak dan kewajibannya di dalam hukum Masyarakat yang berperan dalam mengungkap korupsi berhak mendapat perlindungan hukum dan penghargaan
23
Pencanangan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi
Presiden SBY pada tanggal 9 Desember 2004 menetapkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, karena PBB telah menetapkan Hari Pemberantasan Korupsi se dunia tanggal 9 Desember 2003 dan mengesahkan (meratifikasi) konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi
24
RENCANA AKSI NASIONAL PERCEPATAN
PEMBERANTASAN KORUPSI (RAN-PK) Dikeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi (ada 12 diktum) 1. Dorongan untuk melaporkan LHKPN 2. Perbantuan kepada KPK dalam LHKPN - SE MENPAN Nomor 03/2005 tentang LHKPN - SE MENPAN Nomor 05/2006 tentang LKHPN berisi mekanisme penetapan, monitoring dan pelaporan instansi - SE MENPAN No 16/2006 tentang Monitoring dan sanksi LHKPN - SE MENPAN Nomor 01/2008 tentang peningkatan ketaatan LHKPN
25
3. Penetapan Kinerja - Inpres No
3. Penetapan Kinerja - Inpres No. 7/1999 [ tentang LAKIP - SE MenPAN Nomor SE/31/M.PAN/12/2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indikator Kinerja Utama Instansi Pemerintah. 4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik - SE MenPAN Nomor SE/04/M.PAN/4/2005 tentang Peningkatan Pelayanan dan Supervisi Berjenjang. - UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. 5. Penetapan Program dan Wilayah Bebas Korupsi - SE MenPAN Nomor SE/06/M.PAN/4/2005 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas
26
6. Pengadaan barang dan jasa sesuai Keppres Nomor 80 Tahun 2003 7
6. Pengadaan barang dan jasa sesuai Keppres Nomor 80 Tahun Kesederhanaan hidup SE MenPAN Nomor 357/M.PAN/12/2001 perihal langkah-langkah efisiensi dan penghematan serta hidup sederhana di lingkungan aparat negara 8. Dukungan kepada penegak hukum SE MenPAN Nomor 03/M.PAN/04/2007 tentang perlakuan pejabat yang terlibat KKN
27
9. Kerjasama dengan KPK tentang kajian sistem yang menimbulkan korupsi
10.Peningkatan dan pembinaan aparatur 11.Instruksi khusus ke menteri yang disampaikan ke masing-masing instansi 12.Melaksanakan laporan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004
28
KUNCI SUKSES UPAYA PERCEPATAN
PEMBERANTASAN KORUPSI Mengadakan perubahan kebijakan dan sistem, adanya pemisahan kekuasaan yang jelas, kontrol dan perimbangan, keterbukaan, sistem peradilan yang baik, peran serta masyarakat Perbaikan sistem memperbaiki peraturan perundang-undangan yang berlaku memperbaiki cara kerja pemerintahan dengan menerapkan efesien, efektif dan ekonomis
29
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan pribadi
Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga pemberi sanksi Menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error
30
SANKSI ATAS TIPIKOR Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp ,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,- (satu milyar rupiah)
31
II. Pasal 12 B UU Nomor 20 Tahun 2001 (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apablia berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
32
Yang nilainya Rp ,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; Yang nilainya kurang dari Rp ,- (sepuluh juta rupiah) pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
33
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,- (satu milyar rupiah)
34
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PENGGELAPAN DLM JABATAN
TPK UU No 31 th 1999 Jo UU No 20 Th 2001 SUAP MENYUAP Ps 5,6,11,12,13 KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Ps 2 & 3 PENGGELAPAN DLM JABATAN Ps 8, 9, Ps 10.a,b c PERBUATAN PEMERASAN Ps 12, e,g, f KORUPSI UU NO 31 TH 1999 JO UU NO 20 TH 2001 PERBUATAN CURANG Ps 7 ayat (1) a.b.c.d Ps 7 (2) Benturan Kepentingan Ps 12 i Gratifikasi Ps 12b Jo 12 c 34
35
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
35
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.