Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah"— Transcript presentasi:

1 Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
STIE DEWANTARA Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Bisnis Syariah, Sesi 9

2 Timbulnya Sengketa Transaksi dalam dunia bisnis, termasuk bisnis syariah mengandung risiko Salah satu risiko yang mungkin dan sering terjadi adalah adanya wanprestasi dari partner bisnisnya Sekalipun umumnya bisnis itu didasarkan pada hubungan simbiosis mutualistis atau kepercayaan (trust) di antara para pihak, namun hal tersebut tidak jarang menimbulkan perselisihan di antara pihak-pihak yang melakukan transaksi bisnis, dan perselisihan tersebut meningkat menjadi konflik atau sengketa STIE DEWANTARA

3 Wanprestasi Definisi wanprestasi:
Tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. Wanprestasi → mengakibatkan pihak lain dirugikan → dapat dituntut dari yang wanprestasi hal-hal berikut: Meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat; Meminta penggantian kerugian, yaitu kerugian yang diderita karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya; Menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian; 4. Perjanjian dibatalkan disertai penggantian kerugian. STIE DEWANTARA

4 Penyelesaian Sengketa Dalam Perspektif Islam
Komponen yang menimbulkan persengketaan dalam bisnis: Mushalih → pihak yang mengadakan perjanjian Mushalih’anhu → persoalan/isi perjanjian yang dipersengketakan Mushalih’alaihi atau badalush shulh → pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa Penyelesaian sengketa bisnis dapat dilakukan melalui: Sulhu (Perdamaian); Tahkim (Arbitrase); Qadha (Lembaga Peradilan). STIE DEWANTARA

5 Sulhu (Perdamaian) Merupakan doktrin utama, karena pada hakikatnya lebih berupa fitrah dari manusia (tidak ada yang merasa dikalahkan & para pihak sama-sama merasa puas sehingga terhindar dari rasa permusuhan) Dasar hukum: “Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika mereka telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” [QS. Al-Hujurat (49): 9]. Rukun: para pihak yang bersengketa; objek persengketaan; dan adanya lafadz pernyataan damai (ijab qabul). STIE DEWANTARA

6 Tahkim (Arbitrase) Merupakan upaya menyelesaikan sengketa melalui keterlibatan pihak ketiga di luar dari pihak yang bersengketa sebagai wasitnya Dasar hukum: “Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya (suami istri), maka kirimkanlah seorang hakam (arbitor). Dan jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian) niscaya Allah SWT akan memberikan taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti” [QS.An-Nisa (4): 35]. STIE DEWANTARA

7 Terbentuknya Lembaga Arbitrase Islam di Indonesia
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) merupakan wujud dari arbitrase Islam di Indonesia. Pendiriannya diprakarsai oleh MUI. BAMUI berbentuk yayasan sesuai dengan akta Notaris Yudo Paripurno, S.H., No.175, tanggal 21 Oktober 1993. STIE DEWANTARA

8 Latar Belakang BAMUI Kesadaran bahwa agama Islam tidak hanya berisikan tuntunan cara beribadah, melainkan merupakan pedoman hidup seutuhnya, termasuk di antaranya bidang muamalat yang merupakan salah satu bidang yang sangat penting Kesadaran atas kebutuhan akan adanya lembaga yang dapat menyelesaikan masalah persengketaan seiring sejalan tumbuh berkembangnya praktek-praktek muamalat, usaha perniagaan dan dunia usaha dilingkungan umat Islam Kesadaran bahwa secara historis Islam telah mengenal lembaga hakam Kesadaran akan kebutuhan lembaga penyelesaian sengketa yang dapat menyelesaikan persengketaan dengan lebih cepat, lebih murah, lebih cocok dan lebih adil STIE DEWANTARA

9 Yurisdiksi (Kewenangan) BAMUI
Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain di mana para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada BAMUI sesuai dengan peraturan prosedur BAMUI Memberikan suatu pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para pihak. STIE DEWANTARA

10 BAMUI = BASYARNAS Dalam perkembangannya kemudian BAMUI mengalami perubahan bentuk (vide Surat keputusan rapat Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003, tanggal 24 Desember 2003), di antaranya: Mengubah nama BAMUI menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional; Mengubah bentuk badan hukum dari yayasan menjadi badan yang berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi MUI; Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam, badan ini bersifat otonom dan independen. STIE DEWANTARA

11 Qadha (Lembaga Peradilan)
Pengertian: Secara bahasa = memutuskan atau menetapkan Secara terminologi = lembaga/institusi yang bertugas untuk menyampaikam keputusan hukum yang bersifat mengikat Merupakan upaya terakhir apabila upaya penyelesaian secara perdamaian atau juga menggunakan pihak lain yang dipercaya tidak berhasil. STIE DEWANTARA

12 Sifat Qadha Qadha bersifat antagonistis dan selalu menimbulkan kedengkian di antara umat (adanya keterpaksaan menerima putusan dari pihak pengadilan, baik memenuhi rasa keadilan atau tidak) Sayidina Umar ibn al Khattab mengatakan: "Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui lembaga peradilan akan mengembangkan kedengkian di antara mereka.” STIE DEWANTARA

13 Lembaga Peradilan di Indonesia
Lembaga peradilan di Indonesia berada di bawah kekuasaan kehakiman yang puncaknya adalah Mahkamah Agung Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Karenanya segala campur tangan dalam urusan pengadilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945. STIE DEWANTARA

14 Lingkup & Yurisdiksi lembaga Peradilan
Lingkup peradilan di bawah kekuasaan kehakiman dalam hal ini Mahkamah Agung terdiri dari (vide UU No.48 tahun 2009 pasal 18): - Peradilan agama - Peradilan umum - Peradilan militer - Peradilan tata usaha negara Antara satu lembaga peradilan dengan lembaga peradilan lainnya berlaku asas pemisahan kompetensi atau yurisdiksi (separation court system based on jurisdiction), dimana masing-masing lembaga memiliki kewenangannya untuk mengadili sengketa tertentu yang diatur dalam peraturan per Undang-Undang an (vide UU No.48 tahun 2009 pasal 25) STIE DEWANTARA

15 Peradilan Agama = Peradilan Syariah
Urusan ekonomi Islam/bisnis syariah masuk dalam lingkup yurisdiksi peradilan agama selain dari urusan perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan shadaqah (vide UU No.3 tahun 2006 pasal 49 ayat 1) Salah satu sumber hukum untuk memutus perkara oleh hakim merujuk kepada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (vide Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.02 tahun 2008) KHES merupakan bentuk dari positifisasi ketentuan fiqih muamalah yang diharapkan mampu memberikan sandaran hukum yang lebih sesuai dengan kontrak syariah STIE DEWANTARA

16 Arbitrase vs Lembaga Peradilan
Sidang arbitrase dilaksanakan sederhana dalam satu tingkat, tingkat pertama sekaligus terakhir dalam suasana kekeluargaan dan dalam kerangka memelihara silaturahim serta ukhuwah Islamiyah. Sidang arbitrase dilaksanakan secara tertutup, tidak terbuka sebagaimana sidang di lembaga peradilan, sehingga para pihak yang bersengketa dan materi sengketanya tidak diketahui oleh masyarakat luas. Pengungkapan secara tebuka baik sengketa pribadi maupun sengketa perusahaan dapat menjatuhkan baik martabat, harga diri, dan kehormatan pribadi maupun citra atau kinerja perusahaan. Sidang arbitrase dilaksanakan lebih cepat dibandingkan dengan lembaga peradilan. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, tidak ada banding dan kasasi. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan eksekutoril, dimana apabila tidak dilaksanakan dengan sukarela, maka eksekusi putusannya dilaksanakan dengan perintah ketua pengadilan atas permintaan salah satu pihak. STIE DEWANTARA

17 TERIMA KASIH SKB STIE DEWANTARA


Download ppt "Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google