Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Pengenalan tentang Risiko dan Imbal Hasil

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Pengenalan tentang Risiko dan Imbal Hasil"— Transcript presentasi:

1 Pengenalan tentang Risiko dan Imbal Hasil
Pertemuan ke-6

2 Pengantar Bab ini akan mempelajari tentang: Determinan Tingkat Bunga
Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda Risiko dan Premi Risiko Rasio Sharpe

3 1.Determinan Tingkat Bunga
Tingkat bunga dan prediksi nilainya di masa depan merupakan hal terpenting dalam keputusan investasi. Keputusan kita secara kritis bergantung pada pandangan kita terhadap tingkat bunga/imbal hasil sebuah investasi. Jika bunga bank sedang jatuh maka kita akan lebih suka untuk berinvestasi di obligasi jangka panjang daripada deposito bank. Sedangkan jika bunga bank sedang naik, maka kita akan lebih suka untuk berinvestasi di deposito bank daripada di obligasi jangka panjang. Memprediksi tingkat bunga merupakan bagian paling sulit dari ekonomi makro terapan. Kita harus bisa membedakan antara tingkat bunga nominal dengan tingkat bunga riil.

4 1.1 Tingkat Bunga Riil dan Nominal
Misalkan, persis setahun lalu kita mendepositokan Rp 10 juta ke BPR Pasar Boja Semarang di tingkat bunga 10% dan sekarang kita akan menerima Rp 11 juta. Berapa tingkat imbal hasil riil dari investasi tersebut? Jawaban: tergantung pada apa yang dapat dibeli oleh kas tersebut saat ini, relatif terhadap apa yang dapat anda beli setahun lalu. Artinya, tingkat bunga nominal setara dengan pertumbuhan uang sedangkan tingkat bunga riil setara dengan pertumbuhan daya beli. Misalkan, tingkat inflasi setahun ini adalah 6%  daya beli kita menurun 6% dalam setahun. Jika R merupakan tingkat bunga nominal, r sebagai tingkat bunga riil, dan i adalah tingkat inflasi, maka kita simpulkan r ≈ R – i

5 1.1 Tingkat Bunga Riil dan Nominal
Namun, faktanya hubungan pasti antara tingkat bunga riil dengan tingkat bunga nominal adalah: 1+𝑟= 1+𝑅 1+𝑖 atau 𝑟= 𝑅−𝑖 1+𝑖 Jadi, jika dari contoh sebelumnya dan dengan menggunakan ‘cara cepat’ tingkat bunga riilnya adalah 4%, maka dengan menggunakan rumus pasti yang di atas ini kita mendapatkan tingkat bunga riil sebesar 3,77% Note: tingkat bunga yang dijamin oleh deposito bank di sekitar kita adalah tingkat bunga nominal.

6 1.2 Keseimbangan Tingkat Bunga Riil
Empat faktor dasar yang mempengaruhi tingkat bunga: Pasokan / Penawaran  dari pihak bank-bank Permintaan  dari pihak para nasabah (penabung dan peminjam) Tindakan Pemerintah Tingkat Inflasi yang Diantisipasi Pemerintah dan Bank Sentral dapat menggeser kurva keseimbangan permintaan dan penawaran tingkat bunga riil, baik ke arah kanan maupun kiri, dengan kebijakan fiskal dan moneter.

7 1.3 Keseimbangan Tingkat Bunga Nominal
Karena investor peduli pada imbal hasil riil atau kenaikan daya beli, maka ketika inflasi meningkat investor akan meminta tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari investasinya. Jika tingkat bunga riil cukup stabil, maka kenaikan tingkat bunga nominal merupakan prediksi tentang kenaikan tinkat inflasi. Ide yang berasal dari Irving Fisher (1930) ini dapat dijelaskan kembali dengan persamaan R = r + E(i) Dimana, E(i) adalah ekspektasi investor terhadap inflasi masa depan.

8 1.4 Pajak dan Tingkat Bunga Riil
Kewajiban pajak didasarkan pada penghasilan nominal dan tarif pajak investor ditentukan oleh golongan tarif pajaknya. Dengan golongan tarif pajak (t) dan tingkat bunga nominal R, maka tingkat bunga setelah pajak adalah R(1 – t). Tingkat bunga setelah pajak riil secara pendekatan adalah tingkat bunga nominal setelah pajak dikurangi tingkat inflasi. Jadi jika kita mendepositokan uang kita di BPR Pasar Boja Semarang dimana kita dikenakan pajak bunga 20%, maka hasil perhitungan tingkat bunga riil setelah pajak adalah: = R(1 – t ) – i = 0,1(1 – 0,2) – 0,06 = 0,08 – 0,06 = 0,02 = 2%

9 2.Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda
Prinsip: makin panjang horizon / periode waktu yang ditetapkan, maka makin besar pula imbal hasil totalnya. Tabel di bawah ini menggambarkan contoh dari T-bonds kupon nol dengan nominal $100 dan masa jatuh tempo yang berbeda Secara umum rumusnya adalah: 𝑟𝑓 𝑇 = 100 𝑃(𝑇) −1 Dimana rf(T) merupakan “tingkat bunga / imbal hasil bebas risiko” Periode, T Harga, P(T) Tingkat Bunga Bebas Risiko ½ tahun $97,36 100/97,36 – 1= 0,0271 = 2,71% 1 tahun $95,52 100/95,52 – 1 = 0,0469 = 4,69% 25 tahun $23,3 100/23,3 – 1 = 3,2918 = 329,18%

10 2.Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda
Secara umum kita menyajikan seluruh imbal hasil dalam satuan tingkat tahunan efektif (EAR—Effective Annual Rate) yang didefinisikan sebagai persentase kenaikan dana yang diinvestasikan selama horizon waktu satu tahun. Rumus: 1+𝐸𝐴𝑅= 1+𝑟𝑓 𝑇 1/𝑇 Dimana T adalah periode dalam satuan tahun Misalnya, dengan T-bonds kupon nol yang jatuh temponya setengah tahun kemudian, EAR = (1,0271)1/0,5 – 1 = 5,49% dan dengan T-bonds kupon nol yang jatuh temponya 25 tahun kemudian, EAR = (4,2918)1/25 – 1 = 6%

11 2.Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda
Namun, tingkat imbal hasil atas investasi jangka pendek (T<1 tahun) sering kali disetahunkan menggunakan metode sederhana dan bukannya metode berganda. Metode itu disebut dengan tingkat persentase disetahunkan (APR—Annual Percentage Rate) Rumus: 1 + 𝐸𝐴𝑅 = 1+𝑇𝑥𝐴𝑃𝑅 1/𝑇 atau bisa ditulis ulang sebagai: 𝐴𝑃𝑅= 1+𝐸𝐴𝑅 𝑇−1 𝑇 Berapa APR untuk masing-masing T-bonds kupon nol yang jatuh temponya setengah tahun dan 25 tahun kemudian? 5,41% dan 13,16%

12 2.Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda
Dari perbandingan antara 3 skenario jatuh tempo T-bonds sejauh ini, terbukti bahwa perbedaan antara APR dan EAR akan tumbuh seiring dengan makin seringnya frekuensi penggandaan (dalam bentuk faktor periode waktu). Pertanyaannya adalah, seberapa jauh kedua tingkat ini akan berbeda ketika frekuensi penggandaan terjadi secara kontinu? Ketika T mendekati nol maka kita akan menggunakan continuous compounding (CC). Dan hubungannya dengan EAR akan digambarkan dengan rumus: 1 + EAR = exp(rcc) = ercc Rumus tersebut dapat dikembangkan seperti di bawah ini, jika tujuannya adalah untuk mencari rcc dari tingkat tahunan efektif: Ln(1+EAR) = rcc

13 2.Membandingkan Tingkat Imbal Hasil untuk Periode Waktu Yang Berbeda
Misal, sebuah bank menawarkan kepada Anda dua alternatif skedul tingkat bunga untuk deposito senilai Rp 10 juta yang akan dikunci untuk jangka waktu 3 tahun. Manakah yang lebih akan kita pilih dari dua alternatif skema tabungan berikut ini? (1) tingkat bulanan 1%, atau (2) tingkat penggandaan kontinu tahunan (rcc) sebesar 12%? Skenario 1: EAR = [1 + rf(T)]1/T – 1 = [1 + 0,01]12 – 1 EAR = 0,1268 = 12,68% Skenario 2: EAR = e0,12 – 1 = 0,12749 = 12,75% Jadi, kita akan pilih tingkat penggandaan kontinu tahunan karena menghasilkan tingkat tahunan efektif yang lebih besar

14 3.Risiko dan Premi Risiko
Terdiri dari 3 sub-bab penting: Imbal Hasil Suatu Periode  HPR Imbal Hasil Yang Diharapkan dan Simpangan Baku  E(r) dan σ2 Imbal Hasil Lebihan dan Premi Risiko

15 3.1. Imbal Hasil Suatu Periode
Tingkat imbal hasil terealisasi dari investasi, misalnya reksa dana indeks saham, akan bergantung pada (1) harga per lembar reksa dana pada akhir periode, dan (2) dividen yang akan diterima selama periode tersebut. Imbal hasil terealisasi disebut sebagai HPR (holding period return) dengan rumus: 𝐻𝑃𝑅= 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 −𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙+𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 Misalkan harga per lembar reksa dana indeks saham, yang sebelumnya dibeli sebesar $100, pada akhir tahun adalah $110 dan dividen kas selama tahun tersebut adalah $4. 𝐻𝑃𝑅= 110− =0,14=14%

16 3.2. Imbal Hasil Yang Diharapkan dan Simpangan Baku
Tedapat ketidakpastian besar terkait harga per lembar pada akhir tahun dan dividen yang akan diterima setahun dari sekarang, sehingga nilai HPR yg kita hitung itu pun tidak pasti akan seperti itu juga hasilnya. Oleh karenanya, kita harus memikirkan beberapa skenario kemungkinan, p(s), dan memperkirakan berapa HPR dari setiap skenario tersebut, r(s), supaya kita bisa menghitung imbal hasil yang diharapkan, E(r), yang lebih rasional. Rumus: 𝐸 𝑟 = 𝑠 𝑝 𝑠 .𝑟(𝑠) Lihat spreadsheet 5.1. maka kita akan menemukan imbal hasil yang diharapkan yaitu: E(r) = (0,25 x 0,31) + (0,45 x 0,14) + (0,25 x -0,0675) + (0,05 x -0,52) E(r) = 0,0976 = 9,76%

17 3.2. Imbal Hasil Yang Diharapkan dan Simpangan Baku
Standar deviasi (σ) adalah ukuran risiko total, yang dirumuskan sebagai kuadrat dari varian. Prinsipnya adalah, makin tinggi volatilitas dari imbal hasil di setiap skenario, maka makin besar nilai rata-rata dari varian dikuadratkan ini. Varian (σ2) = 𝑝 𝑠 𝑟 𝑠 −𝐸 𝑟 2 Dengan contoh dari Spreadsheet 5.1 tadi maka Variannya: 0,25(0,31 – 0,0976)2 + 0,45(0,14 – 0,0976)2 + 0,25(-0,0675 – 0,0976)2 + 0,05(-0,52 – 0,0976)2 = 0,038 Setelah diketahui Variannya, kita dapat mencari Standar deviasinya hanya dengan meng-akar-kan nilai variannya. Dalam kasus ini, akar dari 0,038 adalah 0,1949 = 19,49%

18 3.3. Imbal Hasil Lebihan dan Premi Risiko
Sebelum dapat menjawab “Berapa banyak dana yang harus diinvestasikan?” kita harus tahu terlebih dahulu berapa banyak kompensasi yang kita harapkan, sebagai ganti karena kita mau untuk menanggung risiko berinvestasi di reksa dana indek saham yang lebih berisiko daripada tabungan / deposito yang bebas risiko. Premi risiko (risk premium) adalah selisih dari tingkat imbal hasil yang diharapkan dengan inflasi. Dalam contoh tadi, jika E(r) adalah 9,76% sementara inflasi adalah 4%, maka premi risiko atas reksa dana indeks sahamnya adalah 5,76%. Nilai dari premi risiko itu sendiri disebut imbal hasil lebihan (excess return)

19 3.3. Imbal Hasil Lebihan dan Premi Risiko
Tingkat sejauh apa investor bersedia menempatkan dana pada reksa dana indeks saham akan bergantung pada tingkat penolakan risiko (risk aversion) masing-masing kita. Penelitian menunjukkan bahwa kita ini mahluk yang cenderung menghindari risiko (risk averse). Artinya, jika setelah dihitung-hitung ternyata sebuah investasi yang lebih berisiko dari tabungan / deposito memiliki premi risiko nol, maka kita tidak akan ingin investasi di instrumen tersebut.

20 Latihan Misal, kita investasi ke dalam obligasi perusahaan senilai $ yang pada saat itu dijual pada harga $900 per lembar. Selama tahun yang akan datang, obligasi akan membayar kupon sebesar $75 per lembarnya (8,33% per tahun). Ada 3 skenario terkait dengan perkiraan tingkat bunga dan harga obligasi tahun depan, sebagai berikut: Tingkat Bunga Probabilitas Harga Obligasi Akhir Tahun Tinggi 0,2 $850 Tidak Berubah 0,5 $915 Rendah 0,3 $985

21 Latihan Dengan adanya alternatif investasi deposito bank sebesar 5% per tahun, kita berpikir apakah pantas jika kita investasi ke obligasi alih-alih investasi yang lebih pasti (bebas risiko) seperti deposito bank. Oleh karena itu, kita harus mencari: Berapa HPR dari setiap skenario? Berapa imbal hasil dan nilai dolar akhir tahun yang pantas diharapkan? Berapa premi risiko dari investasi obligasi kita?

22 Jawaban Latihan HPR 1 = (850 – 900 + 75) = 0,0278 = 2,78% 900
E(r) = (0,2 x 0,0278) + (0,5 x 0,1) + (0,3 x 0,1778) = 0,1089 = 10,89% Nilai dolar akhir tahun yang pantas diharapkan = (10,89% x $27.000) + $27.000 = $29.940 Premi risiko = 10,89% - 5% = 5,89%

23 TRIVIA: Rasio Sharpe Meskipun ketika kita sudah menghitung dan kelihatan sudah nyata bahwa semua opsi reksa dana yang ada adalah menguntungkan dibandingkan hanya menabung saja, kadang karena kita masih tidak tahu bagaimana iklim investasi di area tersebut maka kita tetap sungkan untuk investasi ke reksa dana yang lebih berisiko. Untuk itu banyak investor menggunakan alat bantu keputusan, salah satunya Rasio Sharpe, untuk mengevaluasi kinerja manajer investasi yang akan mengelola dana kita ke dalam satu/lebih reksa dana. 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑝𝑒= 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜


Download ppt "Pengenalan tentang Risiko dan Imbal Hasil"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google