Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSuparman Makmur Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Materi Perkuliahan Hukum Waris Islam
Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Jayabaya
2
Teori-teori berlakunya Hukum Islam di Indonesia
Ajaran Islam tentang Pentaatan Hukum Teori Penerimaan Otoritas Hukum Teori Receptie In Complexu Teori Receptie Teori Receptie Exit Teori Receptio a Contrario Teori Existensi
3
Ajaran Islam tentang Pentaatan Hukum
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang menggambarkan bahwa orang beriman (Islam) berkewajiban mentaati hukum Islam. Tingkatan kehidupan beragama seorang muslim dikaitkann dengan sikap ketaatannya kepada ketentuan Allah dan Rasul –Nya. (Ichtijanto, 1990)
4
Teori Penerimaan Otoritas Hukum
HAR Gibb dalam The Modern Trends of Islam mengatakan bahwa orang Islam kalau telah menerima Islam sebagai agamanya maka ia menerima otoritas hukum Islam terhadap dirinya.
5
Teori Receptie In Complexu
Prof. Mr. LWC van den Berg (1845 – 1972); Bagi umat Islam berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Bagi rakyat pribumi maka yang berlaku bagi mereka adalah hukum agamanya
6
Teori Receptie C. Snouck Hurgranye (1857 – 1936) dilanjutkan oleh C. Van Vollenhoven dan Ter Haar Bazn; Hukum yang berlaku pada rakyat jajahan (pribumi) adalah hukum adat. Hukum Islam menjadi hukum, kalau telah diterima sebagai hukum oleh masyarakat sebagai hukum adat.
7
Teori Receptie Exit Teori Receptie harus keluar dari hukum nasional Indonesia karena bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah (Prof. Hazairin)
8
Teori Receptio a Contrario
H. Sajuti Thalib Bagi orang Islam berlaku hukum Islam. Hal tersebut adalah sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin dan moralnya. Hukum Adat berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan Agama Islam dan Hukum Islam.
9
Teori Eksistensi Hukum Islam existence dalam sistem hukum nasional Indonesia. (Ichtijanto)
10
Pentingnya Belajar Hukum Waris Islam
Hadists Rasululloh yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan ad-Daruquthni yang artinya; Pelajarailah al-Qur’an dan ajarkan kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkan kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang akan direngut (mati), sedangkan ilmu itu akan diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup memfatwakannnya kepada mereka. Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraidh adalah separuh dari ilmu dan akan dilupakan. Faraidh –lah ilmu tang pertama kali dicabut dari umatku. HR. Ibnu Majah dan ad-Daruquthni
11
Hukum Waris Islam sbg Hukum Positif
Peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan hukum kewarisan Islam dapat dianggap baik bila memenuhi teori-teori kaidah hukum, yaitu; Kaidah hukum secara folosofis, yaitu sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif tertinggi Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebutnada pengakuan dari masyarakat dam/atau kaidah dimaksud dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teoro kekuasaan) Kaidah hukum berlaku secara historis, yaitu sesuai dengan sejarah hukum kewarisan Islam dalam konteks keindonesiaan.
12
Hukum Membagi Harta Pusaka
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS: an-Nisa: 4) تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ Artinya: (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS: an-Nisa : 13) وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ Artinya: Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul –Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan –Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang mengerikan.(QS: an-Nisa: 14)
13
Sumber Hukum Waris Al-Qur’an, adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang penghabisan dengan perantaraan malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf-mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya adalah ibadah, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. (Ali ash-Shabuni) Sunnah, adalah adat kebiasaan Nabi, dan ketetapan Nabi terutama yang bersangkutan dengan hubungan antara manusia dan Tuhan, antara manusia dan manusia yang lainnya, dan antara manusia dan benda. Ijtihad, adalah lawan dari taklid, yaitu mengikuti pendapat orang lain tanpa meneliti dengan cermat sumber-sumber pengambilannya. Definisi lain adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk menggali hukum yang bersifat amaliah (praktis) dari dalil-dalil yang terperici. (Muhammad Muslehuddin, 1991)
14
Unsur-unsur Hukum Waris
Rukun terjadinya warisan: a. Pewaris b. Ahli waris c. Tirkah (harta peninggalan) Syarat-syarat terjadinya warisan: a. Pewaris benar-benar meninggal. b. Ahli waris masih hidup pada waktu pewaris meninggal dunia. Sebab-sebab terjadinya warisan a. Nikah b. Keturunan c. Wala’ (memerdekakan budak)
15
Unsur-Unsur Hukum Waris Islam
Terhalang mendapatkan waris a. Berbeda agama b. Membunuh atau memfitnah c. Menjadi budak orang lain Hal-hal yang berhubungan dengan harta warisan a. Kewajiban yang melekat seperti zakat b. Biaya penyelenggaraan jenazah dan pemakaman c. Kewajiban membayar hutang d. Membayar wasiat e. Membayar biaya rumah sakit jika dirawat f. Harta bersama g. Pembagian kepada ahli waris
16
SENGKETA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA WARISAN HIBAH WASIAT JUAL-BELI TUJUAN SYARI’AT KEWARISAN MEMELUHARA AGAMA MEMELIHARA HARTA MEMELIHARA JIWA MEMELIHARA KETURUNAN MEMELIHARA AKAL
17
Hukum Waris Islam Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, berapa bagiannya msng2, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing2 ahli waris.
18
Amandemen UU Peradilan Agama UU No. 3 Tahun 2006
Pasal 49 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. Ekonomi syari’ah.
19
PERUBAHAN PENJELASAN UMUM
Hak opsi (pilihan hukum) dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006 secara tegas dihapus. Dalam angka 1 paragraf 2 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 ditegaskan: “…. Dalam kaitannya dengan perubahan Undang-undang ini pula , kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hokum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan dinyatakan dihapus” Dengan demikian asas personalitas keislaman dalam perkara waris merupakan kewenangan absolute Peradilan Agama.
20
Tugas dan Kewenangan Pengadilan Agama
Menentukan orang yang berhak menjadi ahli waris; Menentukan mengenai harta peninggalan; Menentukan berapa bagian masing-masing yang selalu berubah sesuai dengan keberadaan ahli waris yang lain; Melaksanakan pembagian harta peninggalan; Menetapkan atas permohonan seseorang tentang penentukan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
21
Asas-Asas Kewarisan Islam
1 Ijbari Peralihan harta otomatis, Tidak terikat dg kehendak Pewaris atau ahli waris Keadilan & keseimbngn Besar - kecilnya bagian seimbang dg hak & tgjwb 6 Waratsa Peralihan harta setelah kematian 2 Al-Faur Upaya ahli waris menyegerakan pembagian tirkah dg dilandasi niat yg tulus dan bersih 7 3 Tsulutsailmal Wasiat/hibah tidak boleh Melebihi 1/3 harta warisan 4 Bilateral Mewaris dari kerabat Laki-laki maupun perempuan 8 Kitabah Pembagian tirkah merupakan perbuatan hukum Islam yg hrs memiliki data otentik yg dibuat oleh pejabat yg berrwenang Individual Harta waris dapat dibagi Kpd ahli waris untuk dimiliki 5
22
Asas Integrity/Ketulusan
Pelaksanaan hukum kewarisan Islam diperlukan ketulusan hati untuk mentaatinya karena terikat dengan aturan yang diyakini kebenarannya.
23
Asas Ta’abbudi/Penghambaan Diri
Pelaksanaan pembagian waris secara Islam merupakan bagian dari ibadah kepada Allah
24
Asas Hukuk al-Maliyah Hak-hak kebendaan; yaitu hanya hak dan kewajiban terhadap kebendaan yang dapat diwariskan kepada ahli waris, sedangkan hak dan kewajiban di lapangan hukum kekeluargaan atau hak dan kewajiban yang bersifat pribadi seperti suami atau istri, jabatan, keahlian dalam suatu ilmu tidak dapat diwariskan.
25
Hukukun Thabiyah Hak-hak dasar ahli waris sebagai manusia, bayi, orang yang sakit selama masih hidup, suami istri yang belum bercerai walaupun sudah pisah rumah, maka dipandang cakap untuk mewarisi
26
BAHAN HUKUM PRIMER KEWARISAN ISLAM
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pekawinan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hkum Islam (KHI)
27
POKOK-POKOK HUKUM WARIS KHI
Mengedepankan sistem kelurga inti di mana keluarga menyamping tidak dapat mewaris selama masih ada anak pewaris; Mendudukan wanita setara dengan laki-laki sehingga KHI tidak mengenal lembaga dzawil arham; Menghormati anak angkat menjadi bagian keluarga yang harus mendapatkan wasiat wajibah walaupun bukan ahli waris.
28
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG YANG PROGRESIF TTG HWI
Mengedepankan keluarga inti dengan menetapkan keluarga horizontal dan diagonal terhijab oleh anak perempuan. Mengedepankan kesetaraan gender dengan menghapuskan lembaga dzawil arham melalui ahli waris pengganti. Menyerap rasa keadilan masyarakat dengan menetapkan anak angkat wajib menerima wasiat wajibah. Menghargai pluralisme dengan mewajibkan keluarga hubungan darah atau perkawinan yang beragama non muslim untuk mendapat wsiat wajibah.
29
Kawin dengan Laki-laki Bagan Pewaris Dan Para Ahli Waris
4 13 3 18 8 24 21 25 15 17 2 9 10 7 23 16 1 20 Pewaris 22 6 12 11 19 14 Keterangan Gambar Pewaris Laki-laki Pewaris Perempuan Kawin dengan Anak/ keturunan Keluarga atas Laki-laki Perempuan Terus ke atas Terus ke Bawah Memerdekakan hamba sahaya Ahli waris meninggal setelah pewaris meninggal
30
Bagian-bagian para ahli waris menurut al-Qur’an
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا Artinya : Allah mensyariatkan kepadamu tentang pembagian (warisan untuk) anak-anakmu. Untuk seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Surah an-Nisa ayat 11)
31
Perincian Surat an-Nisa ayat 11
Allah mensyariatkan bagian warisan anak-anakmu, yaitu seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. 2/3 1/3
32
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
b. Jika anak perempuan itu dua atau lebih, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. 2/3
33
maka ia memperoleh separoh harta peninggalan
c. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta peninggalan 1/2
34
Tentang Bagian Orang Tua.
d. Untuk kedua orang tua ibu-bapak, masing-masing menerima seperenam dari harta peninggalan, jika sipewaris mempunyai anak. 1/6
35
e. Jika sipewaris tidak mempunyai anak dan
harta peninggalan diwarisi oleh ibu dan bapaknya saja, maka ibu mendapat sepertiga bagian. 1/3
36
f. Jika sipewaris meninggalkan dua saudara
atau lebih, maka ibunya mendapat seperenam. 1/6
37
Bagian-bagian para ahli waris menurut al-Qur’an
ولَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ Artinya : Dan bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Surah an-Nisa ayat 12)
38
Perincian Surat an-Nisa ayat 11
Dan bagianmu (suami) mendapat setengah bagian dari harta peninggalan isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. 1/2
39
b. Jika isteri-isteri itu mempunyai anak,
maka kamu (suami) mendapat seperempat dari harta peninggalan isteri-isterimu. 1/4
40
mendapat seperempat bagian dari harta yang kamu (suami) tinggalkan,
Dan seorang istri atau beberapa orag isteri mendapat seperempat bagian dari harta yang kamu (suami) tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak. 1/4
41
d. Jika kamu mempunyai anak maka isteri-
isteri mendapatkan seperdelapan bagian dari harta yang kamu tinggalkan. 1/8
42
1/6 e. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan, dan tidak meninggalkan bapak dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) maka bagi masing- masing dari kedua saudara sejenis itu mendapat seperenam bagian dari harta peninggalan. 1/6
43
f. Jika saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. 1/3
44
Bagian-bagian para ahli waris menurut al-Qur’an
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Surat an-Nisa ayat 176)
45
Perincian Surat An Nisa’ ayat 176:
Jika seseorang meninggal dunia dan tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat seperdua dari harta peninggalan dan saudara laki-laki mewaris semua warisan oleh saudara perempuannya, jika saudara perempuan itu tidak meninggalkan anak (laki-laki). 1/2 100%
46
b. Jika saudara perempuan itu dua,
maka mereka dapat dua pertiga dari harta peninggalan. 2/3
47
Jika saudara-saudara itu laki-laki dan
perempuan, maka saudara laki-laki mendapat bagian sama dengan bagian dua orang saudara perempuan. 2 : 1
48
Perbandingan Hukum Waris Barat dan Islam
1. Sumber Hukum: KUHP 2. Sistem kewarisan: bilateral, individual 3. Sebab terjadinya kewarisan a. Menurut UU: 1) Adanya hubungan darah 2) Adanya perkawinan b. Karena ditunjuk (testamentair) 4. Berbeda agama mendapat warisan 5. Sistem golongan ahli wais: I,II, III,IV 6. Ahli waris mempunyai tanggung jawab kebendaan (utang pinjamanan) 7. Bagian laki-laki dan peremuan sama 8. Sebagian ahli waris bagiannya tertentu 9. Anak/suami/istri (gol I) menutup orang tua (gol II) 10. Anak angkat mendapat warisan 11. Wasiat dibatasi oleh laki-laki dan perempuan 12. Jenis harta dalam perkawinan a. Harta campuran b. Harta pisah c. Perjanjian kawin (untung rugi,hasil pendapatan dll) Hukum Waris Islam Sumber Hukum: Al-Qur’an dan Sunnah Sistem kewarisan: bilateral, individual Sebab terjadinya kewarisan: a) Adanya hubungan darah b) Adanya perkawinan Berbeda agama tidak mendapat warisan Tidak ada golongan ahli waris tapi ada sistem hijab Ahli waris hny brtanggung jawab sampai batas harta peninggalan Bagian anak laki-laki dua kali lebih besar dinanding anak perempuan Bagian ahli waris tertentu (dzul faraidh) Anak (cucu) dan orang tua tidak saling menutupi Anak angkat tidak mendapat warisan Wasiat maksimal 1/3 dari harta peninggalan (kecuali ahli waris setuju) Jenis harta dalam perkawinan a. Harta bawaan b. Harta campur
49
Perbedaan Hibah, Wasiat, Wakaf dan Waris
Hibah : akad yang mengandung penyerahan hak milik kepada orang lain tanpa ganti rugi dan dilakukan ketika masih hidup dengan hanya mengharapkan ridho Allah. Wasiat : Pernyataan seseorang baik lisan atau tulisan kepada orang lain ketika masih hidup tentang penyerahan harta atau penyerahan manfaat sesuatu barang miliknya, dan diserahkan ketika pewasiat tersebut telah meninggal dunia. Wakaf : perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah Waris : ketentuan-ketentuan yang mengatur pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan berapa bagiannya msng2
50
AHLI WARIS MENURUT SISTEM KEWARISAN PATRILINEAL
Ahli waris dzul faraid; yaitu ahli waris yang mendapat bagian menurut ketentuan-ketentuan yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an dan Hadits. “Yang dimaksud tertentu ialah tertentunya jumlah yang mereka terima, yaitu bilangan-bilangan seperdua, seperempat, seperdelapan, sepertiga, dua pertiga dan seperenam “. Semua bilangan di atas disebutkan dalam al-Qur’an untuk ahli waris tertentu. Ahli waris ashabah; yaitu ahli waris yang tidak memperoleh bagian tertentu, tetapi mereka berhak mendapatkan seluruh harta peninggalan jika tidak ada ahli waris dzul faraid, dan berhak mendapatkan seluruh sisa harta peninggalan setelah dibagikan kepada ahli waris dzul faraid, atau tidak menerima apa-apa, karena harta peninggalan sudah habis dibagikan kepada ahli waris dzul faraid. Ahli waris dzul arham; yaitu ahli waris yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris melalui anggota keluarga perempuan atau saudara jauh dari pewaris.
51
Yang termasuk ahli waris dzul faraid
Ibu Bapak Duda Janda Saudara laki-laki seibu saudara perempuan seibu cucu perempuan dari anak laki-laki saudara perempuan kandung saudar perempuan sebapak kakek nenek
52
Ashabah bi nafsihi Ashabah bil ghoiri Ashabah ma’al ghoiri
Tiga Kelompok Ashabah Ashabah bi nafsihi Ashabah bil ghoiri Ashabah ma’al ghoiri
53
Ashabah binafsihi Ashabah binafsihi adalah ahli waris ashabah karena dirinya sendiri bukan karena bersama orang lain. Anak laki-laki Bapak Kakek Cucu laki-laki dari anak laki-laki Saudara laki-laki kandung Saudara laki-laki sebapak Paman kandung Paman sebapak Anak laki-laki paman kandung Anak laki-laki paman sebapak
54
Ashabah bil-ghairi Ashabah bil-ghairi adalah ahli waris asobah karena bersama orang lainnya atau seorang wanita yang menjadi ashabah karena ditarik oleh orang laki-laki. Saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi ashabah karena mewaris bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki ; Saudara perempuan sebapak yang mewarisi bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dan anak laki-laki.; Saudara perempuan kandung yang mewaris bersama dengan saudara laki-laki; Saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama dengan saudara laki-laki sebapak.
55
Ashabah ma’al-ghairi Ashabah ma’al-ghairi adalah saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi ashobah karena mewaris bersama dengan keturunan perempuan. Saudara perempuan kandung yang mewaris bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki; Saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
56
Ahli waris dzul arham adalah
ahli waris yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris melalui anggota keluarga perempuan atau saudara jauh dari pewaris.
57
AHLI WARIS MENURUT SISTEM KEWARISAN BILATERAL
Ahli waris dzul faraidh Ahli waris dzul qarabat Mawali (KHI Pasal 185)
58
AHLI WARIS DZUL FARAID Dzul Faraid adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu dala keadaan tertentu. Dalam al-Qur’am yang termasuk dzul faraid adalah; Anak perempuan yang tidak didampingi oleh anak laki-laki Ibu Bapak jika ada anak Saudara perempuan dalam hal kalalah Janda Duda Saudara laki-laki dalam hal kalalah Saudara laki-laki dan perempuan berserikat dalam kalalah.
59
Ahli waris dzul qarabat
Ahli waris yang mendapat bagian warisan yang tidak tertentu jumlahnya atau disebut memperoleh bagian terbuka. Anak laki-laki Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki Bapak Saudara laki-laki dalam hal kalalah Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal kalalah.
60
MEKANISME PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN UNTUK ORANG ISLAM
A. CONTENTIUS/ P --- Keputusan Apabila terjadi sengketa diantara ahli waris, para pihak mengajukan perkaranya ke PA, maka PA akan menetapkan keputusan yg memiliki kekuatan hukum mengikat para pohak untuk tunduk pd putusan tsb. B. VOLUNTAIR/ NP --- ketetapan Meskipun tdk terjadi sengketa dan ahar pembagian tirkah dpt berjalan dg damao maka ahli waris dpt mengajukan permohonan penetapan ahli waris dapat ke : 1. Pengadilan Agama --- P3HP 2. Notaris --- APHP
61
Pelaksanaan Pembagian Harta Peninggalan (Tirkah)
Dilakukan oleh para ahli waris (pasal 187 KHI) Dibuat dihadapan notaris berdasarkan UUJN pasal 15
62
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN
Beberapa orang Tugas pelaksana : Mencatat benda-benda bergerak dan tidak bergerak Dinilai harganya dengan uang Menghitung jumlah pengeluaran : Menyelesaikan hutang piutang Melaksanakan wasiat Mengurus jenasah Membagi warisan bagi ahli waris ( Psl 175, 187, dan 189 KHI )
63
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK
No Hal Dasar hukum Masalah Solusi Pejabat yang terkait 1. Materi HWI Mempelajari : fardu kifayah Melaksanakan : fardu ‘ain (QS.4 : 13) Banyak mazhab fiqih Akan cepat hilang dan sukar dipelajari Perlu metode Perlu software KHI di Indonesia Sosialisasi : seminar/ konsultasi/pelatihan Sharing Kemenag, INI, Menkumham Ilmuwan Profesional Pengambil kebijakan 2. Keterangan waris RT/RW,Lurah, Camat Surat Mendagri Dirjen Agraria Kep. Direktorat P.T u.b. Kepala Pembinaan Hukum (R. Supanji) No. Djt/12/63/69 (20-12-’69) SE Dirjen kurang tepat, dibutuhkan UU Form tidak seragam Data-data kurang akurat Tidak ditandatangani dihadapan pejabat Penduduk asli “bagaimana berlaku” hukum adat Orang Islam tidak tunduk pada hukum adat Form diseragamkan Ditandatangani dihadapan pejabat atau notaris RT/RW, Lurah, Camat 3. Ketetapan ahli waris di Pengadilan Agama Contensius – (P) 2.Voluntair – (NP) Pasal 49 dan 107 UUPA Psl 183 KHI P3HP Form tidak sama Data harta kurang akurat tidak ada DPW tidak profesional Dilengkapi Dibuat dengan akta notaril Hakim Pengadilan Agama 4. Pelaksanaan Pembagian Harta Peninggalan Para ahli waris Psl KHI - Tidak profesional - Tidak otentik - Tidak dihadapan pejabat Notaris UUJN pasal 9f. UU No 1/74 KHI - Otentik - Profesional OK SETUJU DAN PERLU ANALISA SWOT Pengambil kebijakan : Notaris,PPAT, DPW/Menkumham, BPN, jasa penilai, akuntan
64
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK
Hal Dasar hukum Masalah Solusi Pejabat yang terkait 1. Materi HWI Mempelajari: fardu kifayah Melaksanakan : fardu ‘ain (QS.4 : 13) Banyak mazhab fiqih Akan cepat hilang dan sukar dipelajari Perlu metode Perlu software KHI di Indonesia Sosialisasi: seminar/ konsultasi/ pelatihan Sharing Kemenag, INI, Menkumham Ilmuwan Profesio nal Pengambil kebijakan
65
2. Keterangan waris RT/RW, Lurah, Camat Form diseragamkan
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK No Hal Dasar hukum Masalah Solusi Pejabat yang terkait 2. Keterangan waris RT/RW, Lurah, Camat Surat Mendagri Dirjen Agraria Kep. Direktorat P.T u.b. Kepala Pembinaan Hukum (R. Supanji) No. Djt/12/63/69 (20-12-’69) SE Dirjen kurang tepat, dibutuhkan UU Form tidak seragam Data-data kurang akurat Tidak ditandatangani dihadapan pejabat Penduduk asli “bagaimana berlaku” hukum adat Orang Islam tidak tunduk pada hukum adat Form diseragamkan Ditandatangani dihadapan pejabat atau notaris RT/RW, Lurah, Camat Profesional
66
Ketetapan ahli waris di Pengadilan Agama
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK No Hal Dasar hukum Masalah Solusi Pejabat yang terkait 3. Ketetapan ahli waris di Pengadilan Agama Contensius – (P) 2.Voluntair – (NP) Psl 49 dan 107 UUPA Psl 183 KHI P3HP : Form tidak sama Data harta kurang akurat tidak ada DPW tidak profesional Dilengkapi Dibuat akta notaril Hakim Pengadilan Agama
67
Pelaksanaan Pembagian Harta Peninggalan a. Para ahli waris
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK No Hal Dasar hukum Masalah Solusi Pejabat yang terkait 4. Pelaksanaan Pembagian Harta Peninggalan a. Para ahli waris Psl KHI - Tidak profesional - Tidak otentik - Tidak dihadapan pejabat legalitas b. Notaris UUJN psl 9f UU No 1/74 KHI - Otentik - Profesional OK SETUJU DAN PERLU ANALISA SWOT Pengambil kebijakan : Notaris,PPAT DPW/Depkum BPN, jasa penilai, akuntan
68
Beberapa orang (Psl 187 KHI) mencatat harta peninggalan menilai harta
PERMASALAHAN HWI DALAM PRAKTEK No Petugas Kewajiban Masalah Solusi 5. Beberapa orang (Psl 187 KHI) mencatat harta peninggalan menilai harta Membagi harta (Psl 175,187,189 KHI ) 1. Tidak akurat - penilaian harta 2. Tidak profesional: - tidak ada pengecekan wasiat ke DPW - Tidak ada akta tertulis dan otentik Ke notaris : Pejabat yang berwenang (QS.2:282, UUJN) Profesional Cek waris ke Tertulis dan
69
Glosarium Aul; jika terjadi ketekoran/defisit maka menambah angka asal masalah sehingga menjadi sama dengan jumlah angka pembilang Radd; jika masih terdapat sisa, maka sisa harta peninggalan dibagi kepada ahli waris sesuai dengan bagian masing-masing Kalalah; menurut Hazairin mati punah dan tidak meninggalkan keturunan. Sedang menurut ulama sunni mati punah dan tidak memiliki ahli waris ke atas maupun ke bawah.
70
Referensi Ichtijanto, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta : Ind-Hillco, 1990 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadits, Jakarta: Tintamas, 1982 Thalib, Sajuti, Hukum kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2001 Anshori, Abd. Ghafur, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia: Eksistensi dan Adaptabilitas, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2012 Arief, Saifuddin, Praktek Pembagian Harta Peninggalan Brdasarkan HWI, Jakarta: Darunnajah Pulishig, 2008 Kemenag RI, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehudupan Keagamaan; 2012 Kyai Rachmadi, Risalah Praktis Penghitungan Kewarisan Islam, Waleri: Rpkhies, tt Amin Suma, Muhammad, Keadilan Hukum Waris Islam, dalam Pendekatan Teks dan Konteks, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013 Litbang Kemenag RI, Naskah Akademik RUU Kewarisan Islam, 2011 Inpres No. 1 tahun 1991 ttg Kompilasi Hukum Islam Materi Diklat Calon Hakim Angkatan III thn 2007 Amandemen UU Peradilan Agama (UU RI No. 3 Tahun 2006)
71
Referensi Muhammad Mustafa Salabi, Ahkam al-Mawaris Bainal Fiqhi w al-Qonun, Bairut: Dar an Nadafat at-Tarbiyah, 1978 Muhammad Kamal Hamidi, al-Mawaris wa al-Hibah wa al-Wasiyyat, Iskandariyah: Dar al-Matbu’ah al Jami’ah, tt Ibnu Hazm, al-Muhalla, Kairo: Maktabah Alif, 1978 Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Cairo: Jami’ah Qohiro, 2004 Noel J.Coulson, Conflicts and Tension in Islamic Jurisprudence, Chicago & London: The University of Cichago Press, 1969
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.