Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Oleh: IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Oleh: IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA"— Transcript presentasi:

1 Oleh: IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA
HUKUM PIDANA ISLAM Oleh: IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA

2 Satuan Acara Perkuliahan (SAP)
Session I Bentuk-bentuk Pidana dalam tradisi Islam Tradisi pidana sebelum Islam Bentuk-bentuk pidana dalam Al-Qur’an dan Hadits Session 2 Sistem Pemidanaan dalam Islam (SPI) Hakekat pemidanaan dalam Islam Relevansi bentuk pidana Islam

3 Session 3 SPI – Pengertian umum relevansi bentuk pidana Session 4 SPI – Teori modern mengenai pemidanaan Session 5 SPI – Relevansi yuridis - Relevansi filosofis - Relevansi sosiologis

4 Session 6 SPI – Beberapa pilihan bentuk pidana Session 7 Kedudukan Ilmu Hukum Pidana Islam (KIHPI) Hasil ijtihad ulama Indonesia tentang ilmu hukum pidana Islam Session 8 (KIHPI) Hubungan serta kontribusinya pada hukum pidana nasional

5 Session 9 (KIHPI) Dimensi filosofis hukum pidana Islam Sesudah ikhtiar pengembangan HPI dalam pembentukan hukum pidana nasional Session 10 Jenis sanksi pidana dalam hukum pidana Islam Jenis-jenis hukuman dalam HPI Perbedaan ijtihad ulama dalam penerapannya

6 Session 11 (Idem) Prinsip-prinsip dasar hukum jinayat dan permasalahan penerapan di masa kini Session 12 Kedudukan HPI dan kontribusinya bagi pembangunan hukum pidana nasional - Menggagas hukum Islam berwawasan Indonesia

7 Session 13 (Idem) Menggagas Hukum Islam dalam pendekatan politik hukum Indonesia Session 14 (Idem) - Kemungkinan kontribusi Hukum Islam bagi pembangunan hukum pidana Indonesia

8 Referensi Buku: Hanafi, Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1985. Hamka Haq, Syariat Islam Wacana dan Penerapannya, Ujung Pandang Yayasan Al-Ahkam. Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Angkasa Press, Jakarta, 1996. Jamal D. Rahman, Wacana Baru Fiqih, Bandung, 1997. Muhammad Wahyuni Wafis, Konstektual Ajaran Islam, Temprint, Jakarta, 1995.

9 Abdurrohman Al-Maliki, Ahmad ad-Da’ur, Sistem Sanksi dan Hukum Pemidanaan dalam Islam, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2004. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Ahmad Khisni, Essay-Essay Pemikiran dalam Hukum Islam. Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

10 Session I Bentuk-bentuk Pidana dalam tradisi Islam
Tradisi pidana sebelum Islam Bentuk-bentuk pidana dalam Al-Qur’an dan Hadits

11 Pentingnya mempelajari HPI:
1) kepentingan akademis; 2) kepentingan praktis; 3) meningkatnya aspirasi di daerah terhadap hukum Islam; 4) pentingnya mencari konsep-konsep hukum baru.

12 Pengertian Hukum Pidana Islam
Merupakan terjemahan dari kata fiqh dan jinayah (Bhs Arab). Fikih secara bahasa berasal dari lafal faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti mengerti, paham. Fikih secara istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum sya’ra praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Atau fikih adalah himpunan hukum-hukum sya’ra yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

13 HP & WA :

14 Pengertian Hukum Pidana Islam
Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan 2 istilah: Jinayah Jarimah (perbuatan tindak pidana) Jinayah menurut bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakan. (menurut Abdul Wahab Khallaf dalam Ilmu Ushul Al Fiqh).

15 Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya (menurut Abdul Qadir Audah dalam At Tasyri’Al Jina’iy Al Islamiy)

16 Pengertian Hukum Pidana Islam
Dalam konteks ini penggunaan Jinayah sama dengan Jarimah. Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. (menurut Abu Al Hasan Ali ibn Muhammad Al Mawardi dalam Al Ahkam As Sulthaniyah).

17 Pengertian Hukum Pidana Islam
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.

18 Tindak kriminal yang dimaksud adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits

19 ASAS-ASAS UMUM HUKUM ISLAM
Asas Umum Hukum Islam meliputi semua bidang dari hukum Islam yakni : 1. Asas Keadilan. (S. Shad: 26, an-Nisa’: 135, dan al-Maidah: 8) 2. Asas Kepastian Hukum.(al-Isra’: 15 dan al-Maidah: 95) 3. Asas Kemanfaatan. (al-Baqarah: 178)

20 Ciri Khas Hukum Islam 1. Merupakan bagian dan bersumber dari wahyu Ilahi (Agama Islam). 2. Terkait erat dengan iman & akhlaq. 3. Dua istilah kunci: fikih dan syari ‘ah. 4. Terdiri dari 2 bidang: ibadah dan mu’amalah. 5. Struktur (sumber hukum) berlapis. 6. Dinamis 7. Jam’iyah (Kebersamaan)

21 Ciri Khas Hukum Islam: 8. Mendahulukan kewajiban daripada hak.
9. dibagi menjadi: (1) taklifi (ahkam al-khamsah) yg tdr atas 5 kaidah jenis hukum, yaitu; jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram dan hukum wadh’i (yg mengandung: sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum). 10. bersifat universal. 11. menghormati martabat manusia secara keseluruhan. 12. pelaksanaannya digerakkan oleh iman dan akhlaq.

22 Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum Islam tidak membedakan secara zakelijk antara hukum privat dan hukum publik. Dalam hukum privat ada hukum publik dan sebaliknya.

23 Ruang lingkup hukum Islam:
munakahat (perkawinan) wirasah (kewarisan) mu’amalat (secara khusus = hukum kebendaan) jinayah (pidana) ahkam al-sulthaniyah (kepala negara dan pemerintahan) siyar (perang dan damai) mukhashamat (peradilan, kehakiman dan hukum acara)

24 Tujuan Hukum Islam: (Ditinjau dari segi peringkat)
Tujuan Primer - Memelihara Agama - Memelihara Jiwa - Memelihara Akal - Memelihara Kehormatan atau Keturunan - Memelihara Harta

25 Tujuan Hukum Islam: (Ditinjau dari segi peringkat)
II. Tujuan Sekunder Terpeliharanya tujuan kehidupan manusia seperti adat, muamalat, hukum pidana, dll. III. Tujuan Tersier Ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan melaksanakan apa-apa yang baik dan layak menurut kebiasaan dan akal sehat, seperti: budi pekerti, etika beribadah, dll.

26 Tujuan Hukum Islam (Maqashid al-Khamsah dilihat dari aspek manusia)
1. Memelihara Agama. 2. Memelihara Jiwa. 3. Memelihara Akal. 4. Memelihara Keturunan. 5. Memelihara Harta.

27 Tujuan Hukum Islam dilihat dari aspek Pembuat Hukum
Untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer (dzaruriyat = kemaslahatan hidup), sekunder (hajjiyat = kemerdekaan, keadilan, dan persamaan) dan tersier (tahsiniyat = selain primer dan sekunder ).

28 Sejarah Singkat Hukum Islam
1. Masa Nabi Muhammad Saw ( M) 2. Masa Khulafaurrasyiduun ( M) 3. Masa Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan (abad VII – X M) 4. Masa Kelesuan Pemikiran (abad X-XIX M) 5. Masa Kebangkitan Kembali (abad XIX – sampai dewasa ini)

29 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI RECEPTIO IN COMPLEXU - dikemukakan pertama kali Van den Berg ( ) - Orang Islam berlaku penuh terhadap Hukum Islam sebab telah memeluk Islam, meski dalam pelaksanaan masih menyimpang. Contoh: dalam bidang pewarisan dan perkawinan dijalankan oleh hakim-hakim Belanda dengan bantuan Qadhi Islam (penghulu).

30 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI RECEPTIO - Tokohnya: Van Vallenhoven, Teer Haar, Snouck Hurgronye. - Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi kalau norma Islam sudah diterima oleh masyarakat sebagai Hukum Adat

31 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI RECEPTIO EXIT Tokoh: Hazairin Teori Receptio harus keluar dari tata hukum Indonesia karena bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits, dan UUD 1945

32 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI RECEPTIO A CONTRATIO Tokoh: Sayuti Thalib Hukum Adat berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan Hukum Islam (Agama Islam).

33 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI EKSISTENSI Tokoh: Ichtijanto, SA Eksistensi Hukum Islam dalam Hukum Nasional , yaitu: (1) Sebagai bagian integral dari hukum nasional (2) Sebagai penyaring hukum-hukum nasional

34 Lanjutan Teori Eksistensi: (3) Diakui kemandiriannya, kekuatannya, dan diberi status sebagai hukum nasional (4) Sebagai bahan utama dan unsur utama dalam pembentukan hukum nasional

35 Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI KREDO/SYAHADAT/PENERIMAAN AUTORITA HUKUM Tokoh: H.A.R Gibb Mengharuskan pelaksanaan Hukum Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat Oleh karena itu, setiap orang bila menerima Islam sebagai agamanya, maka ia menerima otoritas Hukum Islam terhadap dirinya.

36 ASAS-ASAS HUKUM PIDANA ISLAM
1. Asas Legalitas : tidak ada pelanggaran dan hukuman sebelum ada undang-undang yg mengaturnya. (al–Isra’: 15 dan al-An’am: 19). 2. Asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain (al-An’am: 64; Faathir: 18, az-Zumar: 7; an- Najm: 38, dan al-Mudatsir: 38)

37 3. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)
3. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Sejalan dengan asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain. Asas praduga tak bersalah adalah asas yg mendasari bahwa seseorang yg dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dg bukti yg meyakinkan menyatakan dg tegas kesalahannya.

38 SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM:
Al-Qur’an Sunnah (Hadits) = perbuatan, perkataan, dan perizinan Nabi Muhammad SAW Ar-Ra’yu = penggunaan akal (penalaran) manusia dalam menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yg bersifat umum.

39 Ar-Ra’yu mengandung bbrp pengertian diantaranya:
Ijma’ = kebulatan pendapat fuqoha mujtahidin pd suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa nabi Muhammad SAW Ijtihad = perincian ajaran Islam yg bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yg bersifat umum. Qiyas = mempersamakan hukum suatu perkara yg belum ada ketetapan hukumnya dg suatu perkara yg sdh ada ketetapan hukumnya. Persamaan ketentuan hukum dimaksud didasari oleh adanya unsur-2 kesamaan yg sdh ada ketetapan hukumnya dg yg belum ada ketetapan hukumnya yg disebut illat. Istihsan = mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-2 lain yg sejenisnya dan memberikan kpdnya hukum yg lain yg sejenis.pengecualian dimaksud dilakukan karena ada dasar yg kuat.

40 e. Maslahat Mursalah = penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan (kebaikan, kepentingan) yg tdk ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus. f. Sadduz zari’ah = menghambat/menutup sesuatu yg menjadi jalan kerusakan. g. Urf = kebiasaan yg sudah turun temurun tetapi tidak bertentangan dg ajaran Islam.

41 Larangan-larangan hukum artinya melakukan perbuatan hukum yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan. Dengan kata lain, melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang membawa kepada hukuman yang ditentukan oleh syariat adalah tindak pidana. Dengan demikian tindak pidana mengandung arti bahwa tiada suatu perbuatan baik secara aktif maupun secara pasif dihitung sebagai suatu tindak pidana kecuali hukuman yang khusus untuk perbuatan atau tidak berbuat itu telah ditentukan dalam syariat.

42 Bentuk-bentuk pidana sebelum Islam:
Qisas Rajam Pidana mati lainnya yang diterapkan sangat keras dan kadang berada di luar peri kemanusiaan. Terutama kepada hamba sahaya

43 Tradisi Pidana sebelum Islam
Bersifat sangat keras Berorientasi kepada pembalasan terhadap tingkah laku yang menyimpang dari keharusan umum. Pro-elite, didominasi kaum aristokrat dan borjuis Bentuk pidana sebagai alat bagi penguasa untuk menjamin status quo.

44 Pengertian-pengertian:
Jarimah = suatu istilah untuk perbuatan yg dilarang syara’ baik itu perbuatan tsb mengenai jiwa, harta, lainnya (perbuatan tindak pidana). Jarimah Hudud = perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan batas hukumannya di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Jarimah ta’zir = memuliakan/menolong (scr harfiah); hukuman yg bersifat mendidik yg tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffarah atau diat, perbuatan pidana yg bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa (hakim) sbg pelajaran kpd pelakunya. Qishash = memotong/membalas (scr harfiah); pembalasan setimpal yg dikenakan kepada pelaku pidana sbg sanksi atas perbuatannya. Diyat = denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan ketentuan yg harus dibayar oleh pelaku pidana kpd pihak korban sbg sanksi atas pelanggaran yg dilakukannya.

45 Bentuk-bentuk tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam:
Hudud (bentuk jamak dari kata had); Al-Baqarah: 187, An-Nur: 2 dan 4. 2. Jinayat, yang didalamnya mewajibkan Qisas/Diyat; Al-Baqarah: 178, An-Nisa:92, Al-Ma’idah: 33,38,45 3. Ta’zir 4. Mukhalafat (mnrt Abdurrahman Al Maliki dan Ahmad ad Da’ur dlm buku Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian dalam Islam)

46 Beda Ta’zir dan Mukhalafah menurut Abdurrahman Al maliki dan Ahmad ad-Da’ur:
Ta’zir: diperuntukkan bagi pelanggaran thd perintah-2 dan larangan-2 Allah. Mukhalafat: pelanggaran thd perintah Allah untuk mentaati penguasa. Jadi, mukhalafat adl sanksi khusus yg ditetapkan oleh penguasa sesuai dg sanksi yg dijatuhkan atas pelanggaran thd perintah dan larangannya.

47 Lanjutan Beda antara Ta’zir dg Mukhalafat:
Bentuk-2 perintah dan larangan penguasa hanya terbatas pd perkara yg telah ditetapkan syara’ bagi penguasa tsb utk mengatur sesuai dg pendapat dan ijtihadnya. Seperti pengaturan baitul mal, pembangunan pemukiman, pembentukan pasukan, dll.

48 A. Tindak pidana Hudud Adalah setiap tindak pidana yang sanksinya ditentukan di dalam Al-Qur’an maupun hadits nabi. Bentuk sanksinya: pidana mati atau hukuman salib, dera, potong tangan dan/atau potong kaki dan pengasingan atau pembuangan (diasingkan dalam jangka waktu tertentu), sanksi religius (seperti memerdekakan budak atau puasa kaffarah).

49 Bentuk sanksi Tindak Pidana Hudud dikelompokkan menjadi 5 jenis pidana:
1. Pidana atas jiwa 2. Pidana atas anggota badan 3. Pidana atas harta kekayaan 4. Pidana atas kemerdekaan 5. dan kewajiban puasa “Kaffarah”

50 Ad. 1. Pidana atas Jiwa berupa:
Pidana bunuh dengan pedang Pidana mati dengan penyaliban (salib) Pidana mati dengan perajaman (rajam)

51 Ad. 2. Pidana atas anggota badan berupa:
Pidana potong tangan dan kaki Pidana potong tangan atau kaki Pidana cambuk (dera) Pidana pemukulan dan/atau penamparan dengan tangan Pidana pemukulan dengan tongkat

52 Ad. 3. Pidana atas kemerdekaan berupa:
Pidana pembuangan dan pengusiran Pidana penahanan atau pidana penjara

53 Kesimpulan Hudud: Tindak pidana Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam. Karena terkait erat dengan kepentingan publik. Namun tidak berarti kejahatan hudud tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali. Kejahatan hudud ini terkait dengan Hak Allah Tindak pidana ini diancam dengan hukuman hadd, yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah. Ini berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitas ditentukan dan ia tidak mengenal tingkatan serta harus dilaksanakan.

54 Tindak pidana dalam kategori Hudud:
1. Zina 2. Tuduhan (palsu) berbuat zina (al-qadzaf) 3. Minum-minuman keras (Khamar) 4. Murtad (Riddah) 5. Pencurian 6. Pemberontakan (Al-Bagyu) 7. Perampokan

55 1. ZINA Dasar Hukum: QS An-Nuur ayat (2), An-Nisa’ ayat 15, Al-Isra’ ayat 32, An-Nuur ayat 30-31 Sanksi Hukum: - Lajang (Ghairu Muhsan): jilid/dera/cambuk 100 kali - muhsan (sdh menikah): Rajam sampai meninggal

56 Alat bukti zina ada 3, yaitu:
4 orang saksi laki-laki yang langsung melihat perzinaan tersebut. Tentu ini tidaklah mudah, karena adanya ancaman pidana 80 x cambuk bagi mereka penuduh zina yang tidak terbukti. Pengakuan. Rasulullah pernah menangguhkan rajam kepada Ma’iz sampai ia mengaku empat kali, karena rasul meragukan kesehatan akal Ma’iz. Bahkan Ma’iz dikembalikan kepada sukunya untuk ditanya apakah akalnya sehat dan setelah itu baru dirajam. Indikasi-indikasi tertentu, semisal kehamilan.

57 2. Al-qadzfu (Tuduhan palsu Berbuat Zina)
Dasar Hukum: An-Nuur ayat 4, 13, 19, 23, 24. Sanksi Hukum: 80 kali dera

58 3. MURTAD (RIDDAH) Murtad = keluar dari agama Islam.
Baik laki-laki maupun perempuan yg telah baligh dan berakal, diajak kembali kepada Islam hingga 3 kali disertai peringatan. Jika kembali, maka akan diterima. Jika menolak, maka akan dibunuh. Sanksi Hukum: Dibunuh Dasar hukum: QS. Al-Baqarah: 217, an-Nisa’: 137

59 4. PENCURIAN Definisi: mengambil barang milik orang lain secara sembunyi-sembunyi. Dasar Hukum: QS Al-Maidah ayat 38. Sanksi Hukum: potong tangan, dg syarat: Nilai harta yg dicuri mencapai satu nishab, yaitu kadar harta ttt yg ditetapkan sesuai dg UU.(Lihat, Pasal 364 KUHP, Perpu 16/60) Barang curian dapat diperjualbelikan. Barang dan/atau uang yg dicuri bukan milik baitul mal. Pencuri usianya sudah dewasa. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain. Tidak dalam kondisi krisis ekonomi. Pencuri mencuri bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.

60 h. Korban pencurian bukan orang tua, atau keluarga dekat. i
h. Korban pencurian bukan orang tua, atau keluarga dekat. i. Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembatu rumah tangga mencuri perhiasan. j. Ketentuan potong tangan, yaitu sebelah kiri. Jika ia masih mencuri ke-2 kalinya maka yg dipotong adl kaki kanannya. Jika masih mencuri ke-3 kalinya mk yg dipotong tangan kanannya. Jika ia masih mencuri ke-4 kalinya maka yg dipotong kaki kirinya. Jika ia masih mencuri ke-5 kalinya maka ia harus dijatuhkan pidana mati. (Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, h. 67)

61 ¼ dinar atau 3 dirham atau 1,07 gram emas (fuqoha)

62 5. PEMINUM KHAMAR Dasar Hukum : An-Nisa’ ayat 43, QS Al-Maidah ayat 90-91, Al-Baqarah ayat 219, Sanksi Hukum: dera 40 kali sampai 80 kali (Hamka Haq, Syariat Islam Wacana dan Penerapannya, Ujung, Pandang Yayasan Al-Ahkam, h. 216.

63 QS An-Nisa’: 43  jangan kamu sholat, sedang kamu dlm keadaan mabuk.
QS Al-Ma’idah: 90  minum khamar, perbuatan setan, maka JAUHILAH agar kamu memperoleh keberuntungan.

64 QS Al-Ma’idah: 91  dg minum khamar, setan hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian, menghalangi mengingat Allah dan sholat  BERHENTILAH dari perbuatan minum khamar dan judi QS Al Baqarah: 219  DOSA BESAR

65 Contoh konkrit di Indonesia:
Qanun (NAD)No.12 Tahun 2003 ttg Minuman khamar dan sejenisnya. Pasal 5, berbunyi; Setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya., Pasal 26, berbunyi; Setiap orang yg melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dlm pasal 5, diancam dg ‘uqubat hudud 40 (empat puluh) kali cambuk. Dalam penjelasan pasal-pasal dinyatakan ttg yg dimaksud dg khamar dan sejenisnya adalah minuman yg mempunyai sifat atau kebiasaan memabukkan atas dasar kesamaan illat (sebab), yaitu memabukkan, sepert ; bir brendi, wiski, tuak,dsbnya.

66 6. PEMBERONTAKAN (AL-BAGYU)
Yaitu mereka yg memberontak thd negara dan menampakkan perlawanannya melalui senjata dan mengumumkan perang terhadap Daulah Islamiyyah. Dasar hukum: QS Al-Hujurat ayat 9

67 7. PERAMPOKAN Dasar Hukum: QS Al-Maidah ayat 33 dan 34.
Sanksi Hukum: dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)

68 B. JINAYAT Jinayat (mnrt bahasa) bermakna penganiyaan thd badan, harta, atau jiwa. Jinayat (mnrt istilah) adalah pelanggaran thd badan yg di dalamnya mewajibkan qishash atau harta (diyat). Juga bermakna sanksi yg dijatuhkan thd tindak penganiayaan.

69 Tindak pidana Qisas/Diyat.
Tindak pidana dalam kategori ini kurang serius dibanding yang pertama (hudud) namun lebih berat daripada ta’zir. Sasaran dari tindak pidana ini adalah integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengaja. Dalam hukum pidana modern dikenal dengan kejahatan terhadap manusia.

70 Bentuk Pembunuhan : 1. Pembunuhan disengaja
2. pembunuhan mirip disengaja 3. Pembunuhan tidak sengaja 4. Pembunuhan terjadi karena ketidaksengajaan

71 Ad.1 Pembunuhan Disengaja
Yaitu sesorang membunuh orang lain dg sesuatu –yg pd umumnya- dapat membunuh orang lain; atau seseorang memperlakukan orang lain –yg pd umumnya- perlakuan itu dapat membunuh orang lain. Sanksi hukumnya: dibunuh (wajib dijatuhkan qishash bagi pelakunya), jika wali orang yg dibunuh tidak memaafkannya. Apabila ada pengampunan, maka diyat-nya harus diserahkan kepada walinya, kecuali jika mereka ingin bersedekah (tidak menuntut diyat). Diyat: 100 ekor unta terdiri 30 unta dewasa, 30 unta muda, 40 unta yg sedang bunting. (HR Tirmidzi) Dasar hukumnya: QS Al-Isra’ ayat 33, Al-Baqarah ayat 179.

72 Kandungan QS Al-Baqarah: 179
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” Dalam pidana qisas-diyat terkandung unsur perlindungan hukum terhadap korban, pelaku tindak pidana, dan masyarakat. Pelaku tindak pidana akan dikenai pidana mati, tetapi hal ini disepakati terlebih dahulu oleh pihak keluarga korban.

73 Kandungan QS Al-Baqarah: 179
Namun apabila pembunuh dimaafkan oleh keluarga korban maka dia akan bebas dari pidana mati tetapi sebagai gantinya dia harus membayar diyat (ganti rugi), yang diberikan pada pihak keluarga korban. Hal inilah mengapa penjatuhan pidana qisas-diyat yang ada dalam konsep hukum pidana Islam dikatakan lebih manusiawi dan lebih adil bagi kelangsungan hidup manusia.

74 Pembunuhan disengaja ada 3 macam:
memukul dg alat yg biasanya dpt membunuh seseorang. Misal: pedang, pisau tajam, granat tangan, besi, kayu besar. Dikenai hukum pembunuhan yg disengaja. Membunuh seseorang dg alat yg biasanya tidak dpt membunuh seseorang akan tetapi ada indikasi lain yg umumnya bisa menyebabkan terbunuhnya seseorang. Misal batu yg pinggirnya dibuat lancip seperti pisau. Termasuk dalam jenis pembunuhan yg disengaja. Memperlakukan seseorang dg suatu perbuatan yg biasanya perbuatan itu dapat membunuh seseorang. Misal mencekik lehernya, dilempar dari tempat tinggi, dijerat lehernya dg tali.

75 Qishash thd muslim karena membunuh orang kafir
Dibedakan antara kafir harbiy, dzimmiy, dan musta’min. Kafir harbiy = kafir yg tidak diberi jaminan keamanan maupun hak-hak umum dari negara Islam dan juga tidak ada jaminan khusus bagi orang kafir tersebut. Seorang muslim itu tidak dibunuh karena membunuh kafir itu, ia hanya dikenakan diyat yg jumlahnya separuh dari diyat muslim. (diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dan dari kakeknya). Kafir dzimmiy = memperoleh perlakuan sama seperti seorang muslim dalam hal penjagaan thd darah, harta dan kehormatannya. Kafir Musta’min = kafir yg memiliki perjanjian. (Lihat QS At-Taubah: 6)

76 Ad. 2 Pembunuhan Mirip Disengaja
Adalah pembunuhan yg sengaja dilakukan, akan tetapi menggunakan alat yg umumnya tidak bisa membunuh seseorang. Kadang-2 maksudnya hy menyiksa atau memberi pelajaran tp melampaui batas. Ia sengaja memukulnya tp tidak sengaja membunuhnya. Tdp unsur sengaja dan tidak sengaja. Pelakunya tidak dibunuh tp diyatnya berat yakni 100 ekor unta, dan 40 ekor diantaranya sedang bunting. (HR Bukhari, HR Ahmad, HR Abu Dawud)

77 Ad. 3 Pembunuhan Tidak Disengaja
Ada 2 Bentuk: Pelaku melakukan tindakan yg ia sendiri tidak bermaksud menimpakan perbuatan itu kepada pihak yg terbunuh, namun menimpa orang tsb, yg akhirnya membunuhnya. Contoh: memundurkan mobil tp ternyata menabrak orang lain hingga meninggal. Sanksi: diyat 100 ekor unta dan kafarat dg membebaskan budak (jk tidak menjumpai budak maka puasa 2 bulan berturut-turut). Pelaku membunuh seseorang di negeri kafir yg ia sangka kafir harbiy ttp ternyata ia muslim namun menyembunyikan ke-Islamannya. Sanksi: kafarat saja, tidak wajib membayar diyat. Dasar Hukum: QS An-Nisa ayat 92.

78 Ad. 4 Pembunuhan yg terjadi karena ketidaksengajaan
Adalah seseorang melakukan sesuatu perbuatan tanpa ia kehendaki, akan tetapi perbuatan itu telah menyebabkan terbunuhnya seseorang. Misal seseorang tergelincir dari tempat tinggi yg mengenai orang lain dan menyebabkan orang tsb meninggal dunia. Sanksi = membayar diyat 100 ekor unta dan wajib membayar kafarat dg membebaskan budak. Jika ia tidak membebaskan budak maka wajib puasa dua bulan berturut-turut.

79 Pembuktian Pembunuhan
Pengakuan Pembuktian: dg 2 orang saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang saksi perempuan (QS Al-Baqarah: 282)

80 Cara Membunuh Pelaku Pembunuhan
Syarat: Ihsan al-qathlu (eksekusi yg paling baik), yaitu melakukan eksekusi dg cara yg paling baik sehingga mempermudah kematian. (HR Muslim) Tidak tergesa-gesa. Diundurkan sampai beberapa waktu yg memungkinkan terjadinya pemaafaan dari wali (pihak yg terbunuh). Sebab mereka diberi kesempatan untuk memilih membunuh (qishash), meminta diyat, atau memberi pengampunan. (QS Al-baqarah:178)

81 Bentuk pidana Qisas / Diyat:
Pidana mati (Qisas atas jiwa) Pidana perlukaan fisik/anggota badan lainnya (qisas atas badan) Pidana denda atas jiwa (Diyat atas jiwa) Pidana denda atas perlukaan (Diyat perlukaan).

82 Nurcholish Madjid dalam bukunya "Islam Doktrin dan Peradaban", mengemukakan bahwa "hukum" dalam Al-Qur'an mengandung unsur-unsur kesegaran dalam menegakkan keadilan dan sekaligus kelembutan dalam semangat peri kemanusiaan.

83 Kedua unsur itu tercakup dalam firman Allah (Al-Qur'an) surah Asy Syuura ayat 40 yang dalam rumusan firmanNya:”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”

84 QS Asy Syuura: 40 وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡعَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

85 Makna “berbuat baik” dalam catatan Al Qur’ an dimaksudkan sebagai berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

86 Islam sebagai agama memberikan jaminan perlindungan kepada korban berupa pahala dari Allah SWT. Jika korban memaafkan baik kepada pelaku tindak pidana. Pemberian maaf dapat datang dari keluarga korban jika korban kejahatan meninggal dunia.

87 DIYAT DIYAT ada dua macam:
Diyat Berat, yakni 100 ekor unta, 40 ekor unta diantaranya bunting. Diambil dari pembunuhan disengaja, asal walinya memilih untuk meminta diyat. Juga diambil dari kasus pembunuhan mirip disengaja. Diyat yg tidak berat, yakni 100 ekor unta saja. Diambil dari pembunuhan tidak disengaja, dan pembunuhan yg terjadi tidak dg kesengajaan. Unta di dalam diyat, merupakan dasar diyat. Ia tidak bisa dikonversikan.

88 DIYAT UANG Diukur dg emas sebanyak 1000 dinar, dan perak sebanyak dirham. Dinar syar’i setara dg 4,25 kg (4.250 gram) emas. Dirham syar’i setara dg gram perak. Setara dg gram perak.

89 Pihak yang Wajib Membayar Diyat
1. Untuk kasus pembunuhan disengaja, diambil dari harta pembunuh, bukan aqilah-nya. 2. Pembunuhan mirip disengaja, tidak disengaja, dan pembunuhan yg terjadi karena ketidaksengajaan, maka diyatnya dibebankan atas aqilah. Jadi, aqilah saja yg membayar diyatnya. Aqilah laki-laki adalah keluarga-2 dari pihak laki-2, saudara-2nya, paman-2nya, anak-2 pamannya, sampai kakek. Kemudian mulai dg sepupunya ke bawah. Aqilah = ashabah yg tidak mewarisi kecuali sebagian yg diwariskan. Bapak dan anak tidak termasuk aqilah dalam masalah diyat. Barang siapa tidak memilik aqilah, maka diyatnya diambil dari baitul mal.

90 DIYAT JANIN Yaitu membebaskan seorang budak laki-laki atau perempuan. Jika ia tidak mendapatkan budak, diyatnya 10 ekor unta.

91 DIYAT ANGGOTA TUBUH DAN TULANG MANUSIA
ORGAN-ORGAN DI KEPALA Dua biji mata = diyat. Satu biji mata = ½ diyat. Sabda Rasulullah SAW, “Pada dua biji mata dikenakan diyat. Pada satu biji mata, diyatnya 50 ekor unta”. Dua daun telinga = diyatnya idem mata. Hidung = terdiri 3 bagian, yakni 2 lubang hidung dan pemisah di antara keduanya. (1/3, 2/3, 3/3 (diyat penuh)).

92 ORGAN-ORGAN DI KEPALA Dua pelupuk mata = ada 4 (1/4, 2/4, ¾, 4/4) Dua alis mata = idem mata. Gigi geligi = setiap gigi diyatnya 5 ekor unta. Rambut = rambut kepala, kumis-cambang, jenggot, dan rambut di alis mata, pada setiap rambut tsb dikenakan diyat jika tjd penyerangan yg menyebabkan rambut tdk bisa tumbuh lagi. Dua rahang = diyatnya idem mata. Akal = diyat. As-sha’r (wajahnya miring ke salah satu sisinya) = diyat.

93 ORGAN TUBUH SELAIN KEPALA
Dua tangan (tangan yg wajib dikenakan diyat, yaitu tangan dari pergelangan tangan) = diyat. Lebih dari pergelangan tangan = hukumah. Dua kaki (hingga mata kaki) = diyatnya idem mata. Lebih dari mata kaki = hukumah. Jari jemari = setiap jari pada dua tangan dan dua kaki 10 ekor unta. Setiap ruas jari = diyatnya 1/3 diyat jari-jari (utuh). Ibu jari = diyatnya ½ diyat jari-jari (utuh). Dua buah payudara = diyat (masing-masing ½). As-Sulbu (punggung adl tulang yg dimulai dari bahu atas hingga tulang ekor = diyat.

94 ORGAN TUBUH SELAIN DI KEPALA
Rusuk = kumpulan rusuk mrpk organ yg satu, yakni dada = diyat penuh. Untuk setiap rusuk dikenai diyat dg perkiraan. Dua buah pantat = diyat. Masing-masing ½ diyat. Perut = diyat. Kandung kemih = diyat. Penis = diyat. Skrotum (2 biji pelir) = diyat. Masing-masing ½ diyat. Labia (keduanya adl daging yg melekat pada farji, yg pd kedua sisinya melekat mulut kemaluan) = diyat. Masing-masing ½ diyat. Dubur = diyat. Tulang belulang (2 tulang selangka, 2 tulang lengan, 2 tulang betis, 2 tulang paha, 2 tulang hasta, 2 tulang lengan, 2 lengan (siku bahu), tulang dada, dll = hukumah/ganti rugi.

95 Mengapa Al-qur’an Perlu Mengatur Hukum Qisas yang berakar dari praktek hukum budaya lokal Arab?
Turunnya Al-Qur’an melalui Pendekatan Budaya Menginkulturasikannya dengan nilai-nilai baru, seperti nilai keadilan, kesetaraan, moralitas, dan pertanggungjawaban individu. Prinsip rehabilitatif, bukan semata fungsi kontrol tapi juga fungsi social engineering, yaitu untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.

96 Jenis-jenis tindak pidana yang diancam pidana mati
Zina Perampokan (Hirabah) Murtad Pemberontakan Pembunuhan sengaja

97 Proses pengadilan Hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ketat. Dalam kasus zina: Hukuman mati bagi pelaku muhsan (terikat kawin) hanya dapat dilakukan setelah melalui proses pembuktian yang ketat, sehingga dimasa nabi dan sahabat penjatuhan hukuman ini dapat dihitung dengan jari.

98 Eksekusi pidana mati Apabila perzinaan telah terbukti maka hakim wajib menjatuhkan hukuman had kepada para pelakunya. Teori tadakhul: Jika seorang pelaku zina telah berkali-kali melakukan perzinaan kemudian tertangkap, maka baginya cukup dijatuhi hukuman sekali saja.

99 Akan tetapi jika ia melakukan perzinaan, di samping itu juga melakukan tindak pencurian atau tindak pidana lainnya, maka masing-masing kejahatan dikenakan hukuman. karena kedua macam tindak pidana itu berbeda tujuannya, yakni yang satu memelihara kehormatan dan yang lain menjaga harta. Eksekusi dilakukan oleh pemerintah atau orang atau badan yang diberi wewenang oleh pemerintah Pelaksanaan sanksi harus terbuka dan diketahui umum, agar hukuman tersebut berdaya preventif.

100 Tindak pidana ta’zir dan hukumah
Adalah setiap tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al-quran maupun hadis nabi, yang berkaitan dengan tindak pidana yang melanggar hak Allah dan hak hamba. Merupakan bentuk pidana pengembangan (pidana ijtihadi) yang tidak didasarkan kepada ketentuan pidana qisas,diyat maupun had (hudud)

101 Ta’zir Jarimah Ta’zir secara harfiah bermakna memuliakan atau menolong
Merupakan bentuk pidana yang bertujuan mendidik Jarimah Ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa (hakim) sebagai pelajaran kepada pelakunya.

102 Tindak Pidana yang dikategorikan dalam pembahasan Ta’zir:
Tindak pidana ringan seperti pelanggaran seksual yang tidak termasuk zina Tuduhan berbuat kejahatan selain zina Pencurian yang nilainya tidak sampai satu nisab harta.

103 Jenis hukuman yang termasuk Jarimah Ta’zir:
Penjara Skorsing (pemecatan) Ganti rugi Pukulan Teguran dengan kata-kata Dan jenis hukuman lain yang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya

104 Pidana Ta’zir dapat dilihat dari dua segi:
Pidana ta’zir sebagai pidana tambahan yang memberikan pengajaran melalui pemberatan thd kadar ancaman pidana atas badan yang sudah ditentukan, berupa: - pemukulan atau penamparan - penahanan atau kurungan

105 2. Ta’zir dilihat sebagai bentuk pidana yang merefleksikan adanya peluang bagi hakim, pejabat pembentuk UU, maupun para ahli hukum untuk melakukan pembaharuan atau ijtihad (inovasi) thd berbagai ketentuan mengenai bentuk pidana yang sudah ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits.

106 Tindak pidana Ta’zir dibedakan atas 3 bagian:
1. Tindak pidana hudud atau qisas yang subhat atau tidak memenuhi syarat namun sudah merupakan maksiat. Misal percobaan pencurian, pencurian di kalangan keluarga. 2. Tindak pidana yang ditentukan oleh alquran dan hadits namun tidak ditentukan sanksinya. Misal penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah. 3. Tindak pidana yang ditentukan pemerintah untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.

107 Landasan dan penentuan hukumnya didasarkan pada ijma’ (konsensus) kesepakatan manusia, berkaitan dengan hak negara muslim untuk mencegah tindakan dan menghukum semua perbuatan yang tidak pantas, yang menyebabkan kerugian atau kerugian fisik, sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau masyarakat secara keseluruhan.

108 Hukumah Merupakan pidana atas harta yang dikenakan sebagai pengganti denda (diyat) atas kasus-kasus delik yang diancamkan dg pidana denda tetapi ketentuan mengenai ancaman pidananya belum ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Umumnya, hukumah dikenakan sebagai pidana atas delik atas jiwa dan delik perlukaan yang diancam dengan pidana qisas dan diyat.

109 Dalam sejarah hukum pidana Islam tindak pidana yang diancam dengan hudud atau qisas/diyat hampir tidak pernah dilakukan, kecuali dalam perkara yang sangat sedikit. Pada umumnya tindak pidana yang banyak terjadi adalah yang diancam dengan ta’zir.karena perhatian ajaran Islam atas kemaslahatan manusia sangat besar.

110 Simpulan Praktek pemidanaan sebelum Islam sangat ekstrem.
Setelah Islam, sebagiannya merupakan kelanjutan dari tradisi sebelumnya dengan penghalusan dan penyederhanaan penerapannya, seperti tradisi qisas dan rajam.

111 Simpulan Penyederhanaan mencerminkan semangat untuk menerapkan sistem pidana yang lebih rasional, adil, dan manusiawi. Dalam rangka menyantuni kepentingan korban dan masyarakat pada umumnya, dan kepentingan hukum itu sendiri.

112 Simpulan Bentuk-bentuk pidana dalam Al-Qur’an dan Hadits sangat terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut. Seperti Ta’zir dan Hukumah. Asalkan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits.

113 Sistem Pemidanaan dalam Islam (SPI)
Hakekat pemidanaan dalam Islam Relevansi bentuk pidana Islam

114 Sistem Pemidanaan dalam Islam
Hakekat Pemidanaan dalam Islam Konsep Pemidanaan dalam Tradisi Islam meliputi: Pidana atas jiwa Pidana atas anggota badan Pidana atas harta Pidana atas kemerdekaan

115 Sanksi Hukum dalam Tradisi Islam Memiliki Dua Kelebihan:
Mempunyai kaitan dengan sanksi agama Mempunyai dua sifat sekaligus, yaitu pidana dan perdata

116 Contoh: Ad. 1. sanksi Puasa “Kaffarah” yang semata-mata bersifat religius dapat dikenakan baik dalam kasus pelanggaran yang bersifat pidana, perdata, maupun dalam kasus-kasus yang sama sekali tidak bersifat hukum seperti kasus hubungan suami isteri di siang hari di bulan Ramadhan.

117 Contoh: Ad 2. dalam konsep qisas dan diyat, selain mengandung sifat pidana juga perdata. Hak korban sangat diperhatikan.

118 Qisas dan Diyat dikelompokkan tersendiri karena di dalamnya dianggap terkandung hak manusia sehingga mengandung unsur perdata Pidana Had (Hudud) dan Ta’zir dipisahkan. Bentuk-bentuk pidana had (hudud) dalam Al-Qur’an dan Hadits bersifat tetap, pasti dan tidak dapat dirubah Untuk itu, perkembangan baru ditampung melalui konsep pidana Ta’zir

119 Menurut Fazlur Rahman (Guru Besar Studi Islam University of Chicago)
Sanksi hukum pidana berpusat pada konsep had (hudud) yang berarti: Pencegahan (deterrence) Pembinaan (Reformation) Sehingga merupakan “fixed punishment” Oleh karena itu pidana yang bersifat pengembangan dikelompokkan sendiri sebagai pidana ta’zir, untuk menjawab berbagai perkembangan baru yang belum diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.

120 Relevansi Bentuk Pidana Islam – terhadap Pembaharuan Bentuk-Bentuk Pidana di Indonesia
Jika jawabannya Positif --- maka tradisi pidana Islam relevan dan menjadi dasar adopsi dalam rangka pembentukan hukum pidana nasional Jika jawabannya Negatif --- maka tradisi pidana Islam tidak relevan untuk dijadikan sebagai bahan dalam rangka pembentukan hukum pidana nasional khususnya berkenaan dengan ketentuan mengenai bentuk pidana

121 Relevansi Tradisi Pidana Islam sebagai bahan KUHP Baru harus memperhatikan:
Landasan Historis Landasan Yuridis Landasan Filosofis Landasan Sosiologis

122 Masih Relevankan Hukum Pidana Islam diterapkan?
Jawabannya: Tentu masih. Sebagai sistem hukum yang telah ada sejak abad ke 7 atau 14 abad yang lalu, kini hukum Pidana Islam dianggap sudah ketinggalan dibandingkan sistem hukum pidana barat, baik continental ataupun common law.

123 Anggapan ini sangat tidak adil.
Karena pada masa lalu hukum Islam telah menjadi pionir dalam penerapannya dengan landasan yang valid, alquran dan sunnah nabi. Bukan berdasarkan dugaan-dugaan manusia semata mengenai hal-hal yang dirasa adil.

124 Alasan yang sering mengemuka:
Adalah masyarakat abad 20 telah berubah dan tentu dengan tatanan dan kebutuhan yang berbeda dengan masa lalu termasuk hukumnya. Lalu klaim itu meluas dengan mengatakan syariat Islam tidak lagi selaras dengan kehidupan global karena ia terlalu keras bagi masyarakat yang menjunjung tinggi HAM.

125 Disinilah letak kesalahannya:
Hukum pencipta tidak ada bandingannya (Syariat Islam X man made law). Pencipta maha mengetahui masa lalu, sekarang dan akan datang, paling mengerti kebutuhan, sifat, tabiat, kecenderungan dan segala aspek pada manusia ciptaan-Nya. Tuhan tidak memiliki kepentingan pada ciptaannya. Manusia dalam membuat hukum memiliki kepentingan tertentu dan sebagai makhluk ia adalah lemah.

126 Kesimpulan: Tidak sah mengklaim bahwa syariat Islam ketinggalan zaman dan hukum buatan manusia lebih baik. Karena faktor pembandingnya tidak satu tingkatan atau tidak relevan untuk dibandingkan. Tidak mungkin membandingkan antara produk hukum pencipta dengan produk hukum dari hasil ciptaannya.

127 Sistem Pemidanaan dalam Islam

128 Tujuan Pemidanaan dalam Islam:
1. Bersifat mencegah (ar-rad’u wazzajru) 2. Mendidik (at-tahzib) Tujuan dan fungsi pemidanaan sama dengan tujuan umum Hukum Islam yaitu mewujudkan dan memelihara kemaslahatan umat manusia demi kebahagiaan dunia dan akherat.

129 Menurut Penelitian para ulama, ada 2 macam Tujuan Pemidanaan:
1. Tujuan relatif (al-gharad al-qarib), yaitu untuk menghukum (menimpa rasa sakit) kepada si pelaku tindak pidana yang pada umumnya dapat mendorongnya melakukan taubat, sehingga menjadi jera dan tidak mau mengulangi kembali melakukan jarimah dan orang lainpun tidak berani mengikuti jejaknya.

130 2. Tujuan absolut (al-gharad al-ba’it) yaitu untuk melindungi masyarakat umum.

131 TEORI MODERN MENGENAI TEORI PEMIDANAAN
Session IV TEORI MODERN MENGENAI TEORI PEMIDANAAN

132 Teori Modern Mengenai Teori Pemidanaan:
Pandangan Retribusion (Pengimbalan dan Pembalasan) dalam pandangan ini diandaikan bahwa setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. 2. Pandangan Utilitarian Prevention (Deterrence) Pandangan Utilitarian dianggap sebagai reaksi terhadap pandangan klasik yang bersifat restributif. Pandangan ini

133 melihat punishment sebagai cara untuk mencegah atau mengurangi kejahatan. 3. Pandangan Behavioral Prevention Pandangan ini bertitik tolak dari tingkah laku pribadi si terpidana itu sendiri. Proses pemidanaan dilakukan dg orientasi murni kpd individu terpidana (individualisasi pidana). Seperti pidana atas kemerdekaan.

134 RELEVANSI BENTUK PIDANA
SESSION V RELEVANSI BENTUK PIDANA

135 Relevansi Bentuk Pidana
Relevansi Filosofis dan Yuridis Secara filosofis, tradisi pidana dari sumber Fiqih Islam yang akrab di kalangan mayoritas penduduk Indonesia, yang menjadi landasan yg kuat untuk dijadikan sumber bagi usaha pembaharuan hukum pidana nasional. Secara yuridis-konstituional tidak ada larangan untuk menjadikan tradisi hukum pidana Islam sbg sumber pembentukan KUHP nasional.

136 Relevansi Bentuk Pidana
2. Relevansi Sosiologis Dari Kacamata Teori Kekuasaan tergantung kpd kekuasaan politik yang mendukung sistem pidana Islam b. Dari Kacamata Teori Pengakuan tergandung kpd sejauh mana masyarakat mengakui dan menerimanya sebagai bagian dr kehidupan manusia.

137 Pidana mati – pelaksanaan bersifat limitatif dan alternatif terakhir
Beberapa Pilihan Bentuk Pidana Islam yang relevan dalam pembentukan KUHP Baru: Pidana mati – pelaksanaan bersifat limitatif dan alternatif terakhir Pidana ganti rugi Pidana pengenaan kewajiban agama

138 Akar Historis dan Sosiologis Hukum Islam di Indonesia
Sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam itu telah menjadi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti tentang hukum Islam.

139 Ada ulama yang menerbitkan buku soal jawab, yang isinya adalah pertanyaan dan jawaban mengenai hukum Islam yang membahas berbagai masalah. Kaum Nahdhiyin mempunyai Al-Ahkamul Fuqoha, dan kaum Muhammadiyin mempunyai Himpunan Putusan Tarjih. Buku Ustadz Hassan dari Persis, Soal Jawab, dibaca orang sampai ke negara-negara tetangga.

140 tergantung kepada komposisi besar-kecilnya komunitas umat Islam, seberapa jauh ajaran Islam diyakini dan diterima oleh individu dan masyarakat, dan sejauh mana pula pengaruh dari pranata sosial dan politik dalam memperhatikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dan hukum-hukumnya dalam kehidupan masyarakat itu.

141 perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara di masa lampau, upaya untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, termasuk hukum-hukumnya, nampak mendapat dukungan yang besar, bukan saja dari para ulama, tetapi juga dukungan penguasa politik, yakni raja-raja dan para sultan.

142 Kesultanan Aceh, Deli, Palembang, Goa dan Tallo di Sulawesi Selatan, Kesultanan Buton, Bima, Banjar serta Ternate dan Tidore. Juga di Yogyakarta, Surakarta dan Kesultanan Banten dan Cirebon di Jawa. Semua kerajaan dan kesultanan ini telah memberikan tempat yang begitu penting bagi hukum Islam.

143 Kerajaan juga membangun masjid besar di ibukota negara, sebagai simbol betapa pentingnya kehidupan keagamaan Islam di wilayah kerajaan mereka. Pelaksanaan hukum Islam juga dilakukan oleh para penghulu dan para kadi, yang diangkat sendiri oleh masyarakat Islam setempat.

144 Contoh: di Batavia yang dikuasai Belanda, masyarakatnya berasal dari latar belakang suku yang berbeda. Mereka memilih hukum Islam yang dapat menyatukan mereka dalam suatu komunitas yang baru.

145 Menyadari bahwa hukum Islam berlaku di Batavia itu, maka Belanda kemudian melakukan telaah tentang hukum Islam, dan akhirnya mengkompilasikannya ke dalam Compendium Freijer yang terkenal itu. Compendium Freijer ditulis dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu tulisan Arab, diterbitkan di Batavia tahun 1740.

146 Compendium Freijer menghimpun kaidah-kaidah hukum keluarga dan hukum perdata lainnya, yang diambil dari kitab-kitab fikih bermazhab Syafii, tetapi juga menampung berbagai aspek yang berasal dari hukum adat, yang ternyata dalam praktek masyarakat di masa itu telah diadopsi sebagai bagian dari hukum Islam.

147 Penguasa VOC di masa itu menjadikan kompendium itu sebagai pegangan para hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara di kalangan orang pribumi, dan diberlakukan di tanah Jawa. Di pulau Jawa, masyarakat Jawa, Madura, Sunda dan Banten mengembangkan hukum Islam itu melalui pendidikan, sebagai mata pelajaran penting di pondok-pondok pesantren.

148 Benturan (terutama di bidang hukum waris dan hukum tanah) antara Hk Adat dan Hk Islam terjadi, namun proses menuju harmoni pada umumnya berjalan secara damai. Masyarakat lama kelamaan menyadari bahwa hukum Islam yang berasal dari “langit” lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan hukum adat yang lahir dari budaya suku mereka.

149 Proses Menuju Harmoni Terusik ketika Kolonial Belanda “menemukan” Hukum Adat sebagai cara untuk mempertahankan kolonialisme di Indonesia dengan politik devide et impera-nya. Hukum Adat akan membuat suku-suku terkotak-kotak. Sementara hukum Islam akan menyatukan mereka dalam satu ikatan.

150 Dari sini lahirlah ketentuan Pasal 131 jo Pasal 163 Indische Staatsregeling, yang tegas-tegas menyebutkan bahwa bagi penduduk Hindia Belanda ini, berlaku tiga jenis hukum, yakni:

151 Hukum Belanda untuk orang Belanda
Hukum Adat bagi golongan Timur Asing -– terutama Cina dan India — sesuai adat mereka Bumiputra, berlaku pula hukum adat suku mereka masing-masing. Di samping itu lahir pula berbagai peraturan yang dikhususkan bagi orang bumiputra yang beragama Kristen.

152 Hukum Islam, tidak lagi dianggap sebagai hukum, terkecuali hukum Islam itu telah diterima oleh hukum Adat. Jadi yang berlaku sebenarnya adalah hukum Adat, bukan hukum Islam. Inilah teori resepsi yang disebut Professor Hazairin sebagai “teori iblis” itu.

153 Debat mengenai Piagam Jakarta terus berlanjut, baik dalam sidang Konstituante maupun sidang MPR di era Reformasi. Ini semua menunjukkan bahwa sebagai aspirasi politik, keinginan untuk mempertegas posisi hukum di dalam konstitusi itu tidak pernah padam, walau tidak pernah mencapai dukungan mayoritas.

154 Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 itu, dilihat dari sudut pandang hukum, sebenarnya adalah “penerus” dari Hindia Belanda. Jadi bukan penerus Majapahit, Sriwijaya atau kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lalu.

155 Ketentuan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 yang mengatakan bahwa “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Dalam praktek yang dimaksud dengan peraturan yang ada dan masih langsung berlaku itu, tidak lain ialah peraturan perundang-undangan Hindia Belanda.

156 Setelah MERDEKA Keinginan kuat untuk mengadakan pembangunan hukum nasional. HTN dan HAN berkembang pesat Burgerlijk Wetboek atau KUH Perdata peninggalan Belanda telah begitu banyak diubah. Namun Wetboek van Sraftrechts atau KUH Pidana masih tetap berlaku. Tetapi berbagai norma hukum baru yang dikategorikan sebagai tindak pidana khusus telah dilahirkan.

157 Kaidah-kaidah dalam merumuskan Hukum Positif:
faktor-faktor filosofis bernegara jiwa dan semangat bangsa kita komposisi kemajemukan bangsa kita kesadaran hukum masyarakat kaidah-kaidah hukum yang hidup, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

158 Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia, sesungguhnya adalah hukum yang hidup, berkembang, dikenal dan sebagiannya ditaati oleh umat Islam di negara ini. Hukum-hukum di bidang peribadatan, maka praktis hukum Islam itu berlaku tanpa perlu mengangkatnya menjadi kaidah hukum positif, seperti diformalkan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

159 HAN : untuk memudahkan pelaksanaan dari suatu kaidah hukum Islam
HAN : untuk memudahkan pelaksanaan dari suatu kaidah hukum Islam. Contoh di bidang hukum perburuhan, aturan yang memberikan kesempatan kepada buruh beragama Islam untuk menunaikan sholat Jum’at misalnya.

160 Sebagai konsekuensi falsafah bernegara kita, yang menolak asas “pemisahan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan” yang dikonstatir ole Professor Soepomo dalam sidang-sidang BPUPKI, ketika para pendiri bangsa menyusun rancangan undang-undang dasar negara merdeka.

161 Terkait dengan hukum perdata seperti hukum perkawinan dan kewarisan, negara kita menghormati adanya pluralitas hukum bagi rakyatnya yang majemuk, sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

162 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 misalnya, secara tegas menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu. Di sini bermakna, keabsahan perkawinan bagi seorang Muslim/Muslimah adalah jika sah menurut hukum Islam, sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat.

163 Contoh Transformasi kaidah-kaidah hukum Islam ke dalam hukum positif:
UU tentang Wakaf UU tentang Zakat UU tentang Perbankan Syari’ah UU tentang Asuransi Syari’ah Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Terapan Pengadilan Agama.

164 Subyek hukum dari hukum positif ini nantinya berlaku khusus bagi warganegara yang beragama Islam, atau yang secara sukarela menundukkan diri kepada hukum Islam.

165 “Krusial” = Kaidah Hk Pidana Islam dikaitkan dengan Hk Pidana Positif
Kaidah-kaidah hukum pidana di dalam syariat itu dapat dibedakan ke dalam hudud dan ta’zir. Hudud adalah kaidah pidana yang secara jelas menunjukkan perbuatan hukumnya (delik) dan sekaligus sanksinya. Sementara ta’zir hanya merumuskan delik, tetapi tidak secara tegas merumuskan sanksinya.

166 Kalau kita membicarakan kaidah-kaidah di bidang hukum pidana ini, banyak sekali kesalahpahamannya, karena orang cenderung untuk melihat kepada sanksinya, dan bukan kepada perumusan deliknya. Sanksi-sanksi itu antara lain hukuman mati, ganti rugi dan maaf dalam kasus pembunuhan, rajam untuk perzinahan, hukum buang negeri (pengasingan) untuk pemberontakan bersenjata terhadap kekuasaan yang sah.

167 Kalau kita melihat kepada perumusan deliknya, maka delik hudud pada umumnya mengandung kesamaan dengan keluarga hukum yang lain, seperti Hukum Eropa Kontinental dan Hukum Anglo Saxon. Dari sudut sanksi memang ada perbedaannya.

168 Kaidah-kaidah syariat di bidang hukum pidana, hanya mengatur prinsip-prinsip umum, dan masih memerlukan pembahasan di dalam fikih, apalagi jika ingin transformasi ke dalam kaidah hukum positif sebagai hukum materil. Ayat-ayat hukum yang mengandung kaidah pidana di dalam syariat belum dapat dilaksanakan secara langsung, tanpa suatu telaah mendalam untuk melaksanakannya.

169 Problem lain ialah jenis-jenis pemidanaan (sanksi) di dalam pidana hudud.
Pidana penjara jelas tidak dikenal di dalam hudud Pidana mati dapat diterima, walau ada yang memperdebatkannya Pidana rajam, sebagian besar belum menerima meski secara tegas ada dalam hudud.

170 Ada 2 Pendapat: Kelompok literalis mengatakan tidak ada kompromi dalam melaksanakan nash syar’iat yang tegas. Sementara kelompok moderat, melihatnya paling tinggi sebagai bentuk ancaman hukuman maksimal (ultimum remidium), yang tidak selalu harus dijalankan di dalam praktik.

171 Kesimpulan Relevansi Hukum Islam:
syari’at Islam, hukum Islam maupun fikih Islam, adalah hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk yang majemuk, maka dalam hal hukum keluarga dan kewarisan, maka hukum Islam itu tetaplah dinyatakan sebagai hukum yang berlaku.

172 jika ada pemeluk agama lain yang mempunyai hukum sendiri di bidang itu, biarkanlah hukum agama mereka. Terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hukum perdata lainnya, seperti hukum perbankan dan asuransi, negara dapat pula mentransformasikan kaidah-kaidah hukum Islam di bidang itu dan menjadikannya sebagai bagian dari hukum nasional kita.

173 Sementara dalam hal hukum publik, syariat Islam itu sendiri hanya memberikan aturan-aturan pokok, atau asas-asasnya saja, maka biarkanlah ia menjadi sumber hukum dalam merumuskan kaidah-kaidah hukum nasional.

174 Di manapun di dunia ini, kecuali negaranya benar-benar sekular, pengaruh agama dalam merumuskan kaidah hukum nasional suatu negara, akan selalu terasa. Contoh: Hindu di India, Buddhisme di Thailand dan Myanmar, Katolik di Philipina

175 Hukum Islam adalah hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka negara tidak dapat merumuskan kaidah hukum positif yang nyata-nyata bertentangan dengan kesadaran hukum rakyatnya sendiri.

176 Demokrasi harus mempertimbangkan hal ini
Demokrasi harus mempertimbangkan hal ini. Jika sebaliknya, maka negara kita akan menjadi negara otoriter yang memaksakan kehendaknya sendiri kepada rakyatnya.

177 SEJARAH DAN KEDUDUKAN HUKUM PIDANA ISLAM
Session VI SEJARAH DAN KEDUDUKAN HUKUM PIDANA ISLAM

178 Pengertian Hukum Pidana Islam
Merupakan terjemahan dari kata fiqh dan jinayah (Bhs Arab). Fikih secara bahasa berasal dari lafal faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti mengerti, paham. Fikih secara istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum sya’ra praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Atau fikih adalah himpunan hukum-hukum sya’ra yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

179 Pengertian Hukum Pidana Islam
Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan 2 istilah: Jinayah Jarimah (perbuatan tindak pidana) Jinayah menurut bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakan. (menurut Abdul Wahab Khallaf dalam Ilmu Ushul Al Fiqh).

180 Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya (menurut Abdul Qadir Audah dalam At Tasyri’Al Jina’iy Al Islamiy)

181 Pengertian Hukum Pidana Islam
Dalam konteks ini penggunaan Jinayah sama dengan Jarimah. Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. (menurut Abu Al Hasan Ali ibn Muhammad Al Mawardi dalam Al Ahkam As Sulthaniyah).

182 Pengertian Hukum Pidana Islam
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban, orang Islam yg sdh baligh dan berakal sehat), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.

183 Tindak kriminal yang dimaksud adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits

184 Sejarah dan Kedudukan Hukum Pidana Islam:
Hk Pidana Islam (Fiqih Jinayah) mrpk bag dari syariat Islam HPI berlaku sbg hk publik, yi hk yg diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah (ulil amri), yg pd masa itu dirangkap oleh Rosulullah kmd diganti oleh Khulafaur Rasyidin Lihat QS. Al-Maidah: 48

185 (QS. Al-Maidah: 48) Artinya: “dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya) dan batu ujian thd kitab-kitab yang lain itu maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dg meninggalkan kebenaran yang telah datang kpdmu”

186 Isi Kandungan QS Al-Maidah 48:
Menegaskan ttg adanya kewajiban utk menerapkan dan melaksanakan hk syariat Allah yaitu Al-Qur’an Jadi, HPI bukanlah hukum yg dilaksanakan oleh perorangan (individu), melainkan diatur dan dilaksanakan oleh ulil amri selaku wakil dari seluruh rakyat.

187 Dasar Hukum Ulil Amri dalam bertindak:
Dapat dilihat dalam hampir setiap ayat yang berkenaan dg hukuman. Seperti hukuman Zina (QS. An-Nuur: 2) Penuduh Zina (Qadzaf) (QS. An-Nuur: 4) Minum Minuman Keras (Syurbul Khamr) (QS Al-Baqaroh: 219, An-Nisa’: 43, Al-Ma’idah: 90). Pencurian (Al-Maidah: 38) Perampokan (QS Al-Maidah: 33) Pemberontakan (QS Al-Hujuraat: 9-10) Murtad / Riddah (QS Al-Baqaroh: 217)

188 1. ZINA Zina (QS. An-Nuur: 2) Artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-2, deralah masing-2 dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kpd keduanya mencegah kamu utk menjalankan agama (hukum) Allah, jk kamu beriman kpd Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yg beriman.

189 2. PENUDUH ZINA (QADZAF) Penuduh Zina (QS. An-Nuur: 4) Artinya: Dan orang-2 yang menuduh perempuan-2 yg baik (berzina) dan mereka tdk mendatangkan 4 org saksi, mk deralah mereka 80 x, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-2 yg fasik.

190 4. PEMINUM MINUMAN KERAS (SYURBUL KHAMR)
Mnrt Imam Malik dan Abu Hanifah, hukuman utk khmar adl dera 80 x. Mnrt Imam Syafi’I, hukuman hadnya dera 40 x, hukuman ta’zir dera 40 x jk hakim memandang perlu. Adanya perbedaan dlm penentuan hukuman ini adl krn tdk ada nas yang qath’i yg mengatur ttg hukuman had bg peminum khamr.

191 Pelaksanaan Hukuman Dera kpd Peminum Khamar
Dari Anas ibn Malik ra bahwa seorang lelaki yg telah minum Khamar dihadapkan kpd Rosul, lalu dihukum dera (jilid) 40 x dg menggunakan daun pelepah kurma (HR Bukhari dan Muslim) Pd masa Khalifah Umar, perbuatan minum-2an keras merajalela, shg Umar mengadakan musyawarah dg para sahabat (ijma’) utk menetapkan hukuman bagi peminum khamar diputuskan 80 x jilid.

192 KHAMAR Walaupun Al-Qur’an scr tegas mengharamkan khamr, namun utk hukumannya sendiri tdk ditetapkan secara pasti. Lihat ayat QS Al-Baqaroh: 219, An-Nisa’: 43, Al-Ma’idah: 90).

193 KHAMAR: QS Al-Baqaroh: 219
Artinya: Mereka bertanya kepadamu ttg khamr (segala minuman yg memabukkan) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu tdp dosa besar dan bbrp manfaat bagi manusia tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya ….”

194 KHAMAR: QS. An-Nisa’: 43 Artinya: “Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu mengerti apa yang kamu ucapkan

195 KHAMR: QS. Al-Ma’idah: 90 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dg panah, adl perbuatan keji trmsk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-2 itu agar kamu mendapat keberuntungan

196 4. PENCURIAN Seperti hukuman pencurian (Al-Maidah: 38). Artinya: “Adapun orang laki-2 maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sbg) balasan atas perbuatan yg mereka lakukan dan sbg siksaan dr Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

197 5. PERAMPOKAN (HIRABAH) Perbedaan pencurian dg perampokan:
- Pencurian: pengambilan harta milik orla scr diam-diam (sirqah sughra) - Perampokan: pengambilan harta milik orla scr terang-2an dan kekerasan. (Pencurian berat (sirqah kubra)

198 Dasar Hukum Perampokan:
QS Al-Maidah: 33 “Sesungguhnya pembalasan thd orang-2 yg memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dg bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)…”

199 Bentuk-bentuk TP Perampokan dan Sanksinya:
menakut-nakuti org yang lewat, sanksinya diasingkan (dibuang) Mengambil harta tanpa membunuh, sanksinya dipotong tangan dan kakinya scr bersilang Membunuh Tanpa Mengambil Harta, sanksinya dibunuh (hukuman mati) tanpa disalib Membunuh dan mengambil Harta, sanksinya dibunuh dan disalib.

200 6. PEMBERONTAKAN Pengertian Pemberontakan (Al-Baghyu) mnrt arti bahasa adl mencari dan menuntut sesuatu yang tidak halal, baik karena dosa maupun kezaliman. Jadi, pemberontakan adalah memerangi Allah dan Rosul, ttp dg alasan (ta’wil) bukan hy sekedar mengadakan kekacauan dan mengganggu keamanan, melainkan tindakan yg targetnya adl mengambil alih kekuasaan atau menjatuhkan pemerintahan yg sah.

201 Unsur-Unsur Jarimah Pemberontakan:
Pembangkangan thd Kepala Negara (Imam) Pembangkangan dilakukan dg menggunakan kekuatan Adanya niat yang melawan hukum

202 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Al-Hujuraat: 9 “Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya thd golongan yg lain maka perangilah golongan yg berbuat aniaya itu shg golongan itu kembali kpd perintah Allah; jk golongan itu telah kembali (kpd perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dg adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-2 yg berlaku adil”

203 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Al-Hujuraat: 10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin adl bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kpd Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

204 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
An-Nisa’: 59 “Hai orang-orang yg beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat ttg sesuatu mk kembalikanlah ia kpd Allah (Al-Qur’an dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kpd Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

205 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Hadits Nabi yg diriwayatkan Muslim dari Abdullah ibn Umar ra: “Barangsiapa yg telah memberikan kepercayaan kpd imam (pemimpin) dg kedua tangannya dan sepenuh hatinya mk hendaklah ia menaatinya sesuai dg kemampuannya. Apabila datang orang lain yg menentang dan melawannya maka pukullah leher orang lain tsb”

206 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Hadits Nabi yg diriwayatkan Muslim dari Arfajah ibn Syuraih” “Saya mendengar Rosulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yg datang kpd kamu sekalian, sdk kamu telah sepakat kpd seorang pemimpin, untuk memecah belah kelompok kalian maka bunuhlah ia”

207 Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Hadits Nabi diriwayatkam Muslim dari Arfajah ibn Syuraih: “Nanti akan terjadi bbrp peristiwa, barang siapa yang berkehendak untuk memecah belah urusan umat ini, yg sudah disepakati maka bunuhlah ia dg pedang di manapun ia berada”

208 Pertanggungjawaban TP Pemberontakan:
Ptgjwaban Sebelum Mughalabah (Penggunaaan Kekuatan, pertempuran) dan Sesudahnya --- Orang yg melakukan pemberontakan dibebani ptgjwban atas semua TP yg dilakukannya sebelum mughalabah, baik perdata maupun pidana, sbg pelaku jarimah biasa. Ex: membunuh di-qisas, mencuri di potong tangan. Pertanggungjawaban atas Perbuatan pada Saat Mughalabah TP yang berkaitan langsung dg pemberontakan --- dihukum mati apabila tdk ada pengampunan (amnesti) TP yang tidak berkaitan dg pemberontakan. Seperti minum minuman keras atau perkosaan dianggap sbg jarimah biasa, dihukum dg hukuman hudud sesuai dg jarimah yg dilakukan.

209 7. RIDDAH (MURTAD) Dasar Hukum: QS Al-Baqaroh: 217
“Barang siapa yg murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itulah sia-sia amalannya di dunia dan akherat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”

210 Hadits: Dari Ibn Abbas ra ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menukar agamanya maka bunuhlah ia” (HR Bukhari) Dari Aisyah ra telah bersabda Rosulullah SAW: “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena 3 perkara, orang yang berzina dan ia muhshan, atau orang yang kafir setelah tadinya ia Islam, atau membunuh jiwa shg karenanya ia harus dibunuh pula (HR Ahmad, Nasa’i dan Muslim)

211 Kesimpulan Setiap ayat yg berkenaan dg hukuman selalu disampaikan dlm bentuk amar (perintah) dan jamak ini berarti bahwa perintah tsb bukan ditujukan kpd individu (perorangan) melainkan kpd pemerintah (ulil amri) selaku wakil dari seluruh masyarakat.

212 Contoh Pelaksanaan HPI di zaman Rosulullah dan Khulafaur Rasyidin:
Pelaksanaan Hukuman Rajam atas Ma’iz Dari abu Hurairah ia berkata; Ma’iz dtg kpd Rosulullah dan mengaku berzina. Ma’iz mengulangi pernyataannya sebanyak 4 x. Rosul pun bertanya,”Apakah engkau gila?” Ma’iz menjawab “tidak”. Rosulpun bertanya,”Apakah engkau muhshan?”. Ma’iz menjawab “Ya”. Maka Rosul bersabda kpd para sahabat,”Pergilah kamu sekalian dengan laki-2 ini dan laksanakanlah hukum rajam atas dirinya” (HR Bukhari dan Muslim)

213 Hadits di atas menjelaskan bahwa Rosul selaku ulil amri (hakim) memerintahkan kpd para sahabat utk melaksanakan hukum rajam atas diri seorang laki-2 yg dtg kpd Rosul dan mengakui perbuatannya (zina), setelah mengadakan pemeriksaan yg teliti.

214 Contoh Pelaksanaan HPI di zaman Rosulullah dan Khulafaur Rasyidin:
Pelaksanaan Hukuman Dera kpd Peminum Khamar. HR Bukhari dan Muslim disebutkan dari Anas ibn Malik ra bahwa seorang lelaki yg telah minum Khamar dihadapkan kpd Rosul, lalu dihukum dera (jilid) 40 x dg menggunakan daun pelepah kurma. Pd masa Khalifah Umar, perbuatan minum-2an keras merajalela, shg Umar mengadakan musyawarah dg para sahabat (ijma’) utk menetapkan hukuman bagi peminum khamar diputuskan 80 x jilid.

215 SEMOGA RIDHO ALLAH MENYERTAI
ALHAMDULILLAH SEMOGA RIDHO ALLAH MENYERTAI YAKIN USAHA SAMPAI TERIMA KASIH


Download ppt "Oleh: IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google