Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DRAFTING FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DRAFTING FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 DRAFTING FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh,MA Sekretaris Komisi Fatwa Disampaikan dalam Bimbingan Teknis Perumusan Fatwa kerjasama Komisi Fatwa MUI dan FSH UIN Jakarta, 3 – 4 Oktober 2017 @ans

2 PENGERTIAN Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum.  Fatwa MUI adalah fatwa MUI tentang suatu masalah keagamaan yang telah disetujui oleh anggota Komisi dalam rapat komisi. Fatwa Produk Halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI mengenai produk pangan, obat-obatan dan kosmetika.

3 FATWA Jawaban dan penjelasan hukum Tentang ahkam syar’iyyah
Berasal dari pertanyaan  kontekstual Menggunakan metode hukum Islam Bersumber dari sumber hukum Islam

4 SIFAT FATWA BERDASARKAN MASALAHNYA
responsif, Permohonan / pengajuan fatwa dari perorangan, masyarakat dan lembaga Proaktif Berdasarkan kejadian aktual di masyarakat, yang dinilai berpengaruh pada masalah hukum Islam, rumusan masalah n pertanyaan bisa dari internal MUI Antisipatif Berdasarkan perkembangan masyarakat, yang diduga kuat akan melahirkan permasalahan terkait dengan hukum Islam

5 KETENTUAN FATWA YANG DITETAPKAN
argumentatif (memiliki kekuatan hujjah); Dalil yang kuat Baik naqli maupun aqli legitimatif (menjamin penilaian keabsahan hukum), kontekstual (waqi’iy) aplikatif (siap diterapkan), dan moderat.

6 METODE PENETAPAN FATWA (Ps 5 – 7)
Sebelum fatwa ditetapkan, dilakukan kajian komperehensif terlebih dahulu guna memperoleh deskripsi utuh tentang : obyek masalah (tashawwur al-masalah), rumusan masalah; dampak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari berbagai aspek hukum (norma syari’ah) yang berkaitan dengan masalah tersebut. Kajian komprehensif mencakup: telaah atas pandangan fuqaha mujtahid masa lalu, pendapat para imam madzhab dan ulama yang mu’tabar, telaah atas fatwa-fatwa yang terkait, serta pandangan ahli fikih terkait masalah yang akan difatwakan. Kajian komprehensif antara lain dapat melalui penugasan pembuatan makalah kepada Anggota Komisi atau ahli

7 Masalah dan Rumusan Masalah
Masalah yang sudah jelas (ma’lum min al-din bi al- dlarurah)  langsung difatwakan dengan menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Masalah yang belum jelas Sudah dibahas oleh fuqaha terdahulu Muttafaq  difatwakan Mukhtalaf  tarjih Belum dibahas  ijtihad kolektif  thuruq ijtihad

8 PENETAPAN FATWA Masalah yang ma’lum min al-din bi al-dlarurah  langsung difatwakan. Masalah yang terjadi perbedaan pendapat (masail khilafiyah) di kalangan madzhab, maka : Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha pencapaian titik temu di antara pendapat melalui metode al-jam’u wa al-taufiq; Jika tidak tercapai titik temu, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqaranah (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih muqaran. Masalah yang tidak ditemukan pendapat hukum di kalangan madzhab atau ulama yang mu’tabar, didasarkan pada ijtihad kolektif melalui metode bayani dan ta’lili (qiyasi, istihsaniy, ilhaqiy, istihsaniy dan sad al-dzaraa’i) serta metode penetapan hukum (manhaj) yang dipedomani oleh para ulama madzhab. Dalam masalah yang terdapat perbedaan di kalangan peserta Rapat, dan tidak tercapai titik temu, maka penetapan fatwa disampaikan tentang adanya perbedaan pendapat tersebut disertai dengan penjelasan argumen masing- masing, disertai penjelasan dalam hal pengamalannya, sebaiknya mengambil yang paling hati-hati (ihtiyath) serta sedapat mungkin keluar dari perbedaan pendapat (al-khuruuj min al-khilaaf).

9 TAHAPAN Masalah Masuk Verifikasi
Permohonan penetapan fatwa berasal dari beberapa sumber Verifikasi jika sudah ada fatwa, maka sampaikan, jika belum maka masuk ke prosedur selanjutnya Rapat Komisi Fatwa terkait permasalahan yang diajukan Tim KF yang ditentukan melakukan pendalaman dengan pengkajian dan pembuatan paper/naskah akademik Dirumuskan jawaban masalah dan dalil2 serta rekomendasinya Dibawa ke Rapat Pleno Komisi Fatwa untuk dibahas dan ditetapkan Kalau disetujui, ditetapkan fatwanya. Kalau belum, dibahas dan dijadwal ulang Jika dibutuhkan, memanggil ahli

10 Sebelum Fatwa Ditetapkan
Dilakukan kajian komprehensif terlebih dahulu guna memperoleh deskripsi utuh tentang obyek masalah (tashawwur al-masalah), rumusan masalah,  termasuk dampak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan  titik kritis dari berbagai aspek hukum (norma syari’ah) yang berkaitan dengan masalah tersebut.

11 Kajian Komperehensif Meliputi
telaah atas pandangan fuqaha mujtahid masa lalu, pendapat para imam madzhab dan ulama yang mu’tabar, telaah atas fatwa-fatwa yang terkait, Penugasan kepada Anggota Komisi atau ahli yang memiliki kompetensi di bidang yang akan difatwakan

12 FORMAT FATWA Nomor dan Tema Fatwa Kalimat Basmalah. Konsideran Diktum
Lampiran

13 Konsideran Menimbang; memuat latar belakang dan alasan serta urgensi penetapan fatwa. Mengingat; memuat dasar-dasar hukum (adillah al- ahkam) yang berbentuk nash syar’i dan penjelasan terkait pemanfaatan dalil sebagai argumen (wajhu al-dilalah) Memperhatikan; memuat pendapat para ulama, peserta rapat, para ahli dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa.

14 Diktum Fatwa Ketentuan Umum; yang berisi tentang definisi dan batasan pengertian masalah yang terkait dengan fatwa, jika dipandang perlu Ketentuan Hukum; yang berisi tentang substansi hukum yang difatwakan. Rekomendasi dan/atau solusi masalah jika dipandang perlu.

15 PROSES KELUARNYA FATWA
KOMISI FATWA Meminta fatwa Masyarakat Mustafti/ LPPOM (1) Verifikasi oleh Pimpinan Komisi (2a) (2) Langsung fatwa (ma’lum minaddin bid dharurah) Butuh pendalaman (2b) Fatwa Pendalaman masalah dan perumusan fatwa dilakukan oleh Tim/Pokja POKJA Pleno menyetujui draft fatwa (4) Rapat pleno Komisi (3) Pokja melakukan pendalaman dan pengkajian secara intensif terhadap substansi masalah. Bisa ada penugasan pembuatan makalah pada anggota Komisi Jika diperlukan, mengundang ahli terkait untuk mendalami masalah. Pokja melakukan drafting

16 PROSEDUR RAPAT Rapat harus dihadiri oleh para anggota Komisi yang jumlahnya dianggap cukup memadai oleh pimpinan rapat.  Dalam hal-hal tertentu, rapat dapat menghadirkan pakar atau tenaga ahli yang berhubungan dengan masalah yang akan difatwakan.

17 Rapat diadakan jika terdapat:
permintaan atau pertanyaan dari masyarakat; permintaan atau pertanyaan dari pemerintah, lembaga/organisasi atau MUI sendiri; perkembangan dan temuan masalah-masalah keagamaan yang muncul akibat perubahan sosial kemasyarakatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni budaya.

18 Pimpinan Rapat Rapat dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi atas persetujuan Ketua Komisi, didampingi oleh Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris Komisi. Jika Ketua dan Wakil Ketua Komisi berhalangan hadir, rapat dipimpin oleh salah satu pimpinan Komisi yang hadir. Selama proses rapat, Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris Komisi mencatat usulan, saran dan pendapat Anggota Komisi untuk dijadikan Risalah Rapat dan Bahan Fatwa Komisi.

19 KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA (16 – 19)
MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah syari’ah secara umum, baik dalam bidang akidah, ibadah, maupun akhlak Kewenangan penetapan fatwa juga meliputi: faham keagamaan yang muncul di masyarakat, masalah sosial kemasyarakatan, masalah pangan obat-obatan dan kosmetika (POM), masalah yang terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masalah ekonomi syari’ah.

20 KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA
Majelis Ulama Indonesia berwenang menetapkan fatwa yang menyangkut : umat Islam secara nasional atau masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang berpotensi meluas ke daerah lain. Terhadap masalah yang terjadi di daerah dan belum difatwakan oleh MUI, Majelis Ulama Indonesia Daerah berwenang untuk menetapkan fatwa terkait masalah tersebut. Majelis Ulama Indonesia Daerah yang berwenang menetapkan fatwa adalah Komisi Fatwa MUI Provinsi dan Komisi Fatwa MUI Kabupaten/Kota.

21 KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA
Terhadap masalah yang telah difatwakan oleh MUI, MUI Daerah hanya berhak untuk melaksanakannya. Pada kasus tertentu di mana Fatwa MUI tidak dapat dilaksanakan, MUI daerah berkewajiban untuk berkonsultasi kepada MUI untuk menetapkan Fatwa Khusus yang terkait masalah tersebut.

22 KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA
Terhadap masalah-masalah yang sangat musykil dan sensitif, MUI Daerah berkewajiban melakukan koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu kepada MUI.

23 FATWA PRODUK HALAL (20 – 21) Penetapan fatwa produk halal dilakukan setelah : adanya laporan hasil pemeriksaan (auditing) oleh Auditor Halal dan telah melalui proses evaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Laporan hasil audit disampaikan oleh Direktur LPPOM MUI dalam Sidang Pleno Komisi. Dalam bidang yang memerlukan keahlian fikih secara khusus, seperti proses penyembelihan dan proses pensucian, Auditor Halal dalam menjalankan tugasnya disertai oleh Komisi Fatwa. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.

24 RUANG LINGKUP Penetapan fatwa terhadap produk yang berskala nasional dan internasional dilakukan oleh MUI. Penetapan fatwa terhadap produk yang berskala lokal dapat dilakukan oleh MUI Daerah.

25 FATWA EKONOMI SYARI’AH
Penetapan fatwa tentang ekonomi syari’ah yang terkait dengan produk dan jasa keuangan syari’ah dilakukan oleh DSN-MUI. Penetapan fatwa tentang ekonomi syari’ah mengikuti pedoman penetapan fatwa dalam ketentuan ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penetapan fatwa ekonomi syari’ah diatur oleh Dewan Syari’ah Nasional.

26 LAIN-LAIN Di samping penetapan fatwa dengan format sebagaimana diatur dalam Pasal 13, Komisi Fatwa juga menetapkan fatwa melalui : surat dan/atau melalui lisan secara langsung tanpa melalui rapat Komisi Fatwa terhadap masalah yang telah jelas hukum dan dalil-dalilnya (ma’lum min al-din bi al-dlarurah) dengan menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Di samping penetapan fatwa, Komisi Fatwa berwenang : menetapkan Rekomendasi Kesesuaian Syari’ah atas berbagai hal yang terkait dengan masalah keagamaan praktis untuk menjadi panduan bagi masyarakat. Rekomendasi kesesuaian syari’ah diberikan kepada masyarakat yang mengajukan setelah dilakukan pengkajian dan pendalaman sesuai dengan ketentuan syari’ah.

27 Proses Fatwa Produk Halal
KOMISI FATWA Meminta fatwa (lewat LPPOM) Mustafti/ Produsen (1) Laporan Hasil Audit (3) (4) Proses Auditing LPPOM-MUI (2) Fatwa Rapat pleno Komisi (5) Pleno menyetujui Hasil Audit (6) Pleno tidak menyetujui Hasil Audit LPPOM menjelaskan hasil auditingnya KF melakukan pendalaman dan pengkajian terhadap substansi masalah

28 Prosedur Sertifikasi Halal
Dokumen SJH Dokumen Sertifikat Produk Pendaftaran Audit Produk Evaluasi Audit Tidak Audit Memorandum Bahan Ya Sidang Komisi Fatwa Tidak Ya Sertifikat Halal

29

30 Syukran... I was with a client the other day. He asked what we did at Interbrand to support clients in delivering brands over and above strategy and identity. I went on for a little while. Too long, probably. He paused, and said, so you’re the people who help us try to be as good as our word.. Which is a good way to put it. We help close the gap between what you promise and what you deliver. This session is about how we might do that together. @ans

31 Assalamu’alaikum Wr.Wb
@ans


Download ppt "DRAFTING FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google