Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Ratriningidyah Widyadari

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Ratriningidyah Widyadari"— Transcript presentasi:

1 Ratriningidyah Widyadari
KELOMPOK 10 - PERTUSIS Zahvita Caecaria Rizka Putri Fauziah Moch. Hari Mangundan Ratriningidyah Widyadari Frika Ayu Anjani Indri Nurul Alisha Natya Lakshita Faradina Wahyu Ranggi Setia Laksana Irfan Fakhrial Ainuzzahrah Rahadian Oktavianto Ecce Ugina

2 OVERVIEW CASE Anamnesis Anak laki-laki, 15 bulan  Insidensi
KU: batuk-batuk sejak 2minggu lalu  DD/ Pertusis, Parapertusis, Pneumonia, Inf.Adenovirus, Infeksi Mycoplasma Perjalanan penyakit batuk kering tidak berdahak (std. Kataral) - (menyingkirkan DD/ Parapertusis) – terus menerus (whooping cough) – anak tampak mengap-mengap/tercekik – setelah batuk diakhiri muntah – anak tampak kelelahan (std. Paroksismal) Riwayat deman, pilek, mengi/napas menjadi cepat (-)  Menyingkirkan DD/ Pneumonia, Infeksi Adenovirus, Infeksi Mycoplasma Keluhan serupa terdapat pada tetangga sebelah rumah dan saudara kandung  Faktor Risiko (Penularan) Riwayat pengobatan: obat batuk hitam tapi tidak ada perubahan  Tidak adekuat Riwayat imunisasi Hepatitis B 3x BCG 1x DPT 2x  Tidak Lengkap (Faktor risiko) Campak 1x Riwayat alergi pada kedua ortu/saudara kandung (-)  Menyingkirkan faktor genetika

3 Pemeriksaan Fisik BB= 8kg Kesadaran komposmentis Tanda vital T: - N: 110x/menit (takikardi) R: 28x/menit, teratur dangkal (takipnea) S: 37,5 oC (subfebris) Kepala  DBN Mata: conjunctival bleeding (-) Mukosa Mulut: basah, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis Hidung: sekret encer -/- Telinga tidak ada kelainan Leher: KGB tidak teraba DBN Thoraks Cor: DBN Pulmo: ronchi -/-, wheezing -/-  Menyingkirkan DD/ Pneumonia Abdomen: datar lembut, turgor & elastisitas normal, BU normal, hepar/lien tidak teraba DBN Ekstremitas: akral hangat, sianosis (-) DBN Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Lab  Hb: 12 g/dl (DBN) Leukosit: / mm3 (leukositosis) Trombosit: / mm3 (DBN) HJ: 0/1/2/25/70/2 (limfositosis Absolut, std.paroksismal) DD/ Pertusis Stadium Paroksismal Parapertusis Infeksi Adenovirus Infeksi Mycoplasma Pneumonia DK/ Pertusis Stadium Paroksismal

4 PETA KONSEP Patogenesis-patofisiologi
Etiologi Bordetella pertussis Patogenesis-patofisiologi Infeksi bakteri  menempel pada epitel saluran napas  bakteri mengeluarkan zat toxin  respon imun tubuh Basic science Anatomi Saluran Napas Histologi Saluran Napas Fisiologi Batuk Mikrobiologi Bordetella pertussis F. Risiko Usia Imunisasi DPT tidak lengkap Riwayat keluarga Sos-ek rendah Tanda gejala Batuk terus menerus sejak 2minggu lalu, diawali dengan batuk kering – mengap diakhiri muntah, pem fisik takipnea PETA KONSEP DD/ Pertusis Std. Paroksismal Parapertusis Infeksi Adenovirus Infeksi Mycoplasma Pneumonia Pemeriksaan Penunjang Lab darah rutin Kultur bakteri PCR ELISA

5 Banyak pada usia < 14 tahun DK/ Pertusis Std. Paroksismal Definisi
Epidemiologi Dunia= 60jt/tahun Pria = wanita Banyak pada usia < 14 tahun DK/ Pertusis Std. Paroksismal Definisi Penatalaksanaan Nonfarmakologi -Farmakologi -Pencegahan Komplikasi Hipoglikemia Faringitis Sesak napas BHP Prognosis QAV : ad bonam QAF : ad bonam

6 DEFINISI Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Pertusis adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yang disebabkan oleh Bordetella pertussis, bakteri Gram-negatif berbentuk kokobasilus. Organisme ini menghasilkan toksin yang merusak epitel saluran pernapasan dan memberikan efek sistemik berupa sindrom yang terdiri dari batuk.

7 Berikut ini adalah gejala klasik dari pertusis:
Stadium kataralis (1-2 minggu) Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu timbulnya rinore dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan, dan panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditegakkan karena sukar dibedakan dengan common cold. Sejumlah besar organisme tersebar dalam droplet dan anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman mudah diisolasi Stadium paroksismal/stadium spasmodik Frekuensi dan derajat batuk bertambah, terdapat pengulangan 5-10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop), udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Pada remaja, bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan wajah merah dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi petekia di wajah (terutama di konjungtiva bulbi). Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas menghilang. Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga seringkali menjadi kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun tidak disertai bunyi whoop. Stadium konvalesens ( 1-2 minggu) Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa pasien akan timbul serangan batuk paroksismal kembali.

8 BASIC SCIENCE Anatomi Berdasarkan Letak :
- Sal. Napas Atas ( Nasus – Faring) - Sal. Napas Bawah ( Laring – Aleoli ) Berdasarkan Fungsi : Konduktoria : Mengalirkan udara menghangatkan dan melembabkan udara Repiratoria : Pertukaran O2 dan CO2 , pengaturan keseimbangan asam basa, proteksi terhadap mikroorganisme

9 Terdiri dari rangkaian cincin kartilago yang terbuka di posterior
Cavum Nasi Bentuk : Segitiga Dibagi menjadi 2 ruangan oleh septum nasi 5 regio  - Olfaktoria - Respiratoria - Vestibularis - Nares - Coane Faring Fascia : Buccopharyngeal Otot -Sirkular (External) : m. sup contrictor, middle contrictor, inferior contrictor -Longitudinal (Internal) : m. palatopharyngeus, salphingpharyngeus, stylopharyngeus Inervasi : - Motorik : Nc IX, Nc XI - Sensorik : Nc IX Limpatik : Tonsil pharingeal, palatina, lingualis Larynx Larynx  - pars vestibularis - pars ventrikel - pars infraglotic Terdiri dari 9 kartilago Otot intrinsik - Depresor - Elevator Vaskularisasi : a. Laryngeus superior & inferior vena pararel dengan arteri Inervasi : n.laryngeus internus & reccurent Trachea Terdiri dari rangkaian cincin kartilago yang terbuka di posterior Otot polos mengatur diameter trachea Inervasi : n.simpatis

10 Epiglotis: epitel gepeng berlapis semu bersilia
Histologi Hampir seluruh saluran pernapasan dilapisi epitel bersilia, diantaranya: Epiglotis: epitel gepeng berlapis semu bersilia Laring: epitel silindris berlapis semu bersilia Trakea: epitel silindris berlapis semu bersilia Bronkus: epitel silindris/kuboid bersilia Bronkhiolus: epitel silindris bersilia SEL PIALA KUMPULAN LENDIR MIKROVILI SEL

11 -Benda asing atau penyebab iritasi menimbulkan refleks batuk
Fisiologi -Benda asing atau penyebab iritasi menimbulkan refleks batuk -Impuls aferen yang berasal dari saluran pernapasan berjalan melalui nervus vagus ke medula otak -Di medula otak terjadi rangkaian peristiwa otomatis yang digerakkan lintasan neuronal medula -Efek rangkaian peristiwa otomatis di medula otak: ±2,5L udara diinspirasi Epiglotis menutup; pita suara menutup untuk menjerat udara dalam paru Otot-otot abdomen berkontraksi mendorong diafragma, →tek. Dalam paru meningkat Pita suara dan epiglotis terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi meledak keluar Udara yang mengalir membawa benda asing atau penyebab iritasi yang merangsang batuk

12 Mikrobiologi Bordetella pertussis
Klasifikasi Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Beta Proteobacteria Ordo : Burkholderiales Family : Alcaligenaceae Genus : Bordetella Species : Bordetella pertussis Morfologi dan Sifat Bentuk batang, gram (-), aerob, nonmotil, spora (-), menggunakan asam amino untuk energi, mengabsorbsi asam lemak (siklodektrin), tidak memfermentasi glukosa, mati pada suhu 55 oC selama 1/2jam, tahan pada suhu rendah (0-10 oC ) Pertumbuhan: media sintetik komplit dengan nicotinamide Faktor Virulensi Pertussis toxin, filamentous hemaglutinin

13 PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI
10. patfis pertusis.docx

14 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pem. Lab darah Leukositosis ( / UI) dengan limfositosis absolut (khas pada akhir stad. kataral dan selama stad. Paroksismal) Biakan sekret nasofaring (kultur) PCR ELISA  untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap FHA dan PT

15 PENATALAKSANAAN Nonfarmakologi 1. Terapi nutrisi
2. Pemberian antibiotik profilaksis untuk anggota keluarga lain agar tidak terjadi penularan (eritromisin) 3. Isolasi penderita untuk mencegah penularan : mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik. 4. Rawat inap Farmakologi Pemberian antibiotik (gol makrolid: eritromisin) Dosis anak: 40mg/kgBB/hari (peroral, 4 dosis) selama 14 hari MK: menghambat sintesis protein bakteri berikatan dengan ribosom subunit 50S dan bersifat bakterisid. Farmakokinetik: metabolisme di hepar, ekskresi melalui empedu, dan reabsobsi parsial melalui sirkulasi enterohepatik. ESO: gangguan GI (mual, muntah, nyeri epigastrium), ikterus, dan hipersensitivitas pada obat ini. 2.Kortikosteroid untuk mengurangi whooping cough (prednisolon). Dosis anak: 1-2mg/kgBB/hari. Pemakaian jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan pada anak Pencegahan 1. Imunisasi DPT: Pada usia 2bulan, 4bulan, 6bulan (sebanyak 3x) dan pengulangan pada usia 15-18bulan dan 4-6tahun. Efek samping: demam

16 RESEP R/ Eritromisin 125mg syr fl No.I S 4dd1/2cth R/ Prednisolon 15mg syr fl No.I S 2dd1/2cth Pro : An.X (15bulan) Alamat : R/ Eritromisin tab 250mg No.XXVIII S 4dd1 Pro :

17 EPIDEMIOLOGI Pada masa pravaksin, pertusis menyerang anak prasekolah. Kurang dari 10% kasus terjadi pada bayi usia <1 tahun. Setelah mulai dilakukan imunisasi (tahun 1940), kejadian pertusis menurun drastis, dari kasus/tahun menjadi kasus pada tahun Sejak itu, imunisasi pertusis dianggap memiliki kemampuan perlindungan seumur hidup, sehingga tidak perlu diproduksi vaksin pertusis untuk usia >7 tahun 60 juta kasus pertusis/tahun dan lebih dari ½ juta meninggal Menular melalui droplet pernapasan dari penderita ke orang serumah 90% Wanita dan pria memiliki risiko yang sama Banyak pada usia anak-anak (dibawah 14 tahun) Angka kejadian pertusis menurun setelah ditemukan DPT.

18 KOMPLIKASI Infeksi Sekunder  karena fungsi silia terganggu
Sesak napas  silia terganggu – akumulasi mukus Hipoglikemia  karena batuk terus menerus, muntah Faringitis  batuk terus menerus Hernia inguinalis, prolaps recti  tek.abdomen Ruptur alveoli, empisema interstisial/subkutan dan pneumotoraks, termasuk perdarahan subkonjungtiva karena batuk dengan tekanan tinggi Pada susunan saraf pusat yaitu kejang, koma, ensefalitis, hiponatremia sekunder terhadap SIADH (syndrome of inappropiate diuretiuc hormon) juga dapat terjadi. Kejang tetanik mungkin dihubungkan dengan alkalosis yang disebabkan muntah persisten.

19 PROGNOSIS Quo ad vitam : Ad bonam Quo ad functionam : Ad bonam

20 BHP Beneficence Menegakan diagosis pasien yaitu pertusis stadium paroksimal sesuai dengan tanda dan gejala yaitu batuk selama 2 minggu dengan diakhiri muntah,lelah,dan hasil pemeriksaan lab yang menunjukan adanya leukositosis. (Golden Rule Principle) Non Maleficence Memberi terapi yang tepat untuk mengurangi tanda dan gejala pasien serta mencegah untuk terjadinya komplikasi. Justice Menjaga kelompok yang rentan dengan melakukan imunisasi DPT lengkap pada bayi. Autonomi Memberika edukasi mengenai pentingnya imunisasi pada bayi. PRIMAFACIE : Justice

21 TERIMAKASIH...


Download ppt "Ratriningidyah Widyadari"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google