Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Pengertian HUKUM ACARA PERDATA
2
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalanya peraturan hukum perdata.
3
Hukum acara perdata menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S. H
Hukum acara perdata menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.
4
Hukum acara perdata yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan dari pada putusanya.
5
KOMPETENSI PENGADILAN (Lembaga Peradilan memiliki pembagian kewenangan agar tercipta ketertiban dalam pemeriksaan, dalam hal ini dibutuhkan suatu kompetensi atau kewenangan) 1. Kompetensi Absolut (terkait dengan tingkat pengadilan dan jenis perkara) a. Kompetensi Absolut Perkara Peradilan Umum berwenang mengadili : Pidana, baik pidana umum maupun pidana khusus Pidana, baik perdata umum maupun perniagaan Peradilan Agama berwenang mengadili : Perkawinan Kewarisan, wasiat dan hibah Wakaf dan shadaqah Peradilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili : Terbatas pada perkara sengketa tata usaha negara Peradilan Militer berwenang mengadili : Perkara Pidana yang terdakwanya terdiri dari Prajurit berdasarkan pangkat tertentu
6
b.Komptensi Absolut Institusi
Secara Institusional, peradilan terdiri dari peradilan tingkat pertama dan peradilan tingkat kedua serta Mahkamah Agung merupakan merupakan pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keberadaan sistem peradilan memiliki jenjang atau tingkatan secara institusional. Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mahkamah Militer Tinggi Pengadilan Negeri Pengadilan Agama Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Militer
7
2. Kompetensi Relatif ( terkait wilayah hukum suatu pengadilan)
Actor Sequitor Forum Rei (Domisili Tergugat) Actor Sequitor Forum Rei (Dengan Hak Opsi) Actor Sequitor Tanpa Hak Opsi Daerah Tempat Tinggal Tergugat Forum Rei Set (Tempat Benda yang disengketakan) Kompetensi Berdasarkan Domisili Setiap Pengadilan Negeri (PN) Yang tergugatnya adalah Pemerintah
8
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
9
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
a. Zaman Kolonial Reglement op de Buergerlijke rechtsvordering (Rv) Adalah hukum acara perdata bagi golongan orang Eropa di masa Belanda yang digunakan dulu di lembaga peradilan Raad van Justitie, Residentiegerecht, dan Hoogerechtshof. 2. Reglement Indonesia (IR) Adalah hukum acara perdata yang digunakan bagi golongan orang Indonesia, digunakan di lembaga peradilan Landraad dan mulai berlaku tanggal 1 Mei IR tidak digunakan lagi dalam praktik peradilan perdata saat ini. 3. Herziene Indonesish Reglement (HIR) Adalah reglemen Indonesia yang diperbaharui sejak tahun Isi dari HIR adalah hukum acara perdata dan hukum acara pidana, juga peradilan-peradilan kabupaten (regenschapsgerecht), pengadilan distrik (districtsgerecht), dan pengadilan negeri yang bersifat tidak formalistis. HIR masih menjadi acuan hukum acara perdata hingga saat ini.
10
5. Rechtsreglement Buitengewesten (RBG) Adalah diberlakukan untuk daerah-daerah di luar jawa dan Madura. 6. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie) Adalah reglemen tentang organisasi kehakiman. RO merupakan acuan dalam kebijakan organisasi kehakiman, namun saat ini jarang digunakan dalam praktik, kecuali dipakai sebagai acuan internal kehakiman. 7. B.W (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa yang masih berlaku hingga kini. 8. WvK (Wetboek van Koophandel) Adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang sudah jarang ditemukan sebagai acuan sumber hukum acara perdata.
11
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
b. Zaman Jepang Berlaku HIR, RBG, dan beberapa bagian dari Rv yang masih menjadi acuan hukum perdata hingga saat ini.
12
c. Zaman Republik Indonesia
Melalui Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 jo. Peraturan Presiden No. 2 tanggal 10 Oktober 1945 jo. UU Darurat No. 1/1951, yang berlaku adalah: HIR RBG UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
13
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke IV tentang Pembuktian dan Kedaluawarsa Yurisprudensi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Hukum Adat Doktrin Perjanjian Internasional
14
haper menghendaki perdamaian
Pasal 130 (1) HIR “ Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka”. “Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
15
Pasal 16 ayat (2) UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pengadilan tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian Pasal 16 ayat (2) UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
16
Perdamaian : IMPERATIF
Pasal 131 (1) HIR Jika Hakim tidak dapat mendamaian para pihak, maka hal itu mesti disebut dalam berita acara sidang. Hakim mengabaikan pemeriksaan tahap perdamaian dan langsung memasuki pemeriksaan jawab menjawab, dianggap melanggar tat tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan dikualifikasi Undue Process. Akibatnya pemeriksaan dianggap tidak sah dan pemeriksaan harus dinyatakan batal demi hukum (M. Yahya Harahap 2012: 340
17
MENUMPUKNYA PERKARA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO 1 TAHUN 2008
Sifat dan mediasi di Pengadilan bersifat Mandatory, para pihak tidak dapat menolak ataupun meminta langsung dilakukannya pemeriksaan perkara. Pasal 2 (3) No 1 Tahun 2008 “ Apabila perkara dan diputus tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.
18
pra mediasi NO PASAL KETERANGAN 01 Pasal 7 Ayat (1)
Pada sidang pertama yang dihadiri P dan T atau kuasa hukumnya, hakim mewajibkan pada pihak untuk terlebih dahulu menempuh Mediasi 02 Pasal 11 ayat (1) Hakim mewajibkan pada hari itu juga atau paling lama 2 hari kerja berikutnya untuk merunding guna memilih mediator baik yang ada dalam daftar yang dimiliki oleh pengadilan ataupun diluar daftar pengadilan, termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim 03 Pasal 9 Mediator yang dipilih bisa dari kalangan Hakim, ataupun mediator dari kalangan non hakim dengan syarat telah memiliki sertifikasi sebagai Mediator yang telah terakreditasi oleh MA
19
PELAKSANAAN mediasi NO PASAL KETERANGAN 01 Pasal 10
Pelaksanaan Mediasi dapat diselenggarakan di salsah satu ruang pengadilan dan untuk penggunaan ruangan tidak dikenakan biaya, sedangkan apabila dilakukan ditempat lain maka biaya yang timbul dari penggunaan tempat tersebut dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesespakatan. Penggunaan mediator Hakim tidak dikenakan biaya sedangkan mediator selain Hakim biayanya ditanggung oleh para pihak berdasarakan kesepakatan 02 Pasal 16 Para pihak ataupun kuasa hukumnya dan mediator dapat mengundang saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan terkait penyelesaian sengketa
20
TAHAP mediasi NO PASAL KETERANGAN 01 Pasal 13 Ayat (1)
Mediasi dimulai 5 hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan Mediator, pada pihak wajib menyerahkan resume perkara keapda satu sama lain dan kepada mediator 02 Pasal 13 (3) Proses Mediasi berlangsung selama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim dan atas dasar kesepakatan para pihak. 03 Pasal 13 (4) Jangka waktu mediasi dapat diperpanjang 14 hari kerja sejak berakhir masa 40 hari
21
KESEPAKATAN mediasi NO PASAL KETERANGAN 01 Pasal 17
Atas dasar kesepakatan yang telah dicapai berdasarkan permintaan para pihak, hakim dapat mengukuhkan kesepakatan itu dalam akta perdamaian (akta van dading) yang memiliki kekuatan hukum tetap. Apabila para pihak tidak menghendaki dikukuhkannyaa kesepakatn itu kedalam akta perdamaian, maka dalam kesepakatan tertulis itu harus terdapat klausula yang memuat pernyataan pencabutan perkara 02 Pasal 18 Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi hingg batas yang telah ditentukan, mediator wajib menyatakan bahwa proses mediasi gagal dan memberitahukannya kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara. Segera setelah pemberitahuan itu hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan Haper
22
PENGERTIAN GUGATAN suatu cara untuk mendapatkan hak yang dikuasai orang lain atau yang dilanggar orang lain melalui pengadilan.
23
Surat yg dibuat oleh Penggugat pihak yg merasa hak/kepentingan hukum dilanggar atau dirugikan, ditujukan ke PN, disertai permintaan memeriksa dan memutus agar Tergugat dipaksa memulihkan hak penggugat yang dilanggarnya serta memenuhi kewajiban lainnya akibat dari dilanggarnya hak penggugat tersebut.
24
GUGATAN vs PERMOHONAN GUGATAN
Disebut sebagai contentiosa atau gugatan sebenarnya Sebelum upaya pembuktian terdapat acara jawab menjawab, bantah membatah diantara kedua belah pihak, baru kemudian diadakan pemeriksaan bukti-bukti. Tersedia upaya hukum banding dan juga kasasi Terdapat konflik kepentingan antara pihak yang satu dengan yang lain Pihaknya terdiri dari: Orang yang melakukan gugatan di sebut sebagai penggugat sedangan orang yang digugat disebut dengan tergugat 3. Adanya sengketa 4.Pihak ketiga dapat ditarik sebagai pihak lawan 5.Tersedianya upaya banding dan kasasi untuk memeriksa putusan 6.Produk yang dikeluarkan adalah putusan pengadilan GUGATAN
25
contoh GUGATAN warisan Hak Milik Kepailitan Ganti Rugi Perceraian
PMH Penguasa PMH Wanprestasi Ganti Rugi Perceraian contoh GUGATAN
26
PERMOHONAN?
27
PERMOHONAN BIDANG KELUARGA Permohonan izin Poligami berdasarkan pasal 5 (1) jo 4 (1) UU No 1 Tahun 1974. Permohonan izin melangsungkan perkawinan tanpa izin orang tua pasal 6 ayat (5) UU No 1 Tahun 1974. Permohonan Pencegahan Perkawinan. Pasal 13 jo. P. 17 (1)UU No 1 Tahun 1974. Permohonan Dispensasi Nikah. Bagi calon mempelai Pria yg belum berumur 16 Tahun P.7 UU No 1 Tahun 1974. Permohonan Pembatalan Perkawinan. P. 25,26,27 UU No 1 Tahun Permohonan Pengangkatan Wali. P (2) KHI, Keppres No 1 Tahun 1991 jo. Permenag No Permohonan Penegasan Pengangkatan Anak. SEMA No Tanggal 30 September 1983 Tentang Penyempurnaan SEMA NO 2 Tahun 1979.
28
PERMOHONAN Permohonan Kepada Pengadilan Niaga agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif berdasarkan Pasal 125 UU No 14 Tahu 2000. Mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten tentang masuknya barang/Importasi yang diduga melanggar paten. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran paten dan menghindari penghilangan barang bukti. Meminta kepada pihak yang dirugikan agar memberitahukan bukti yang menyatakan pihak tersebut berhak atas paten tersebut. BIDANG PATEN
29
PERMOHONAN Permohonan Kepada Pengadilan Niaga agar Menerbitkan Penetapan segera dan efektif berdasarkan Pasal 85 UU No 15 Tahun 2001. Mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten tentang masuknya barang/Importasi yang diduga melanggar merek. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek dan menghindari penghilangan barang bukti. BIDANG MEREK
30
PERMOHONAN Permohonan Penetapan Eksekusi Kepada PN atas Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen .P. 57 UU No 8 Tahun Tentang Perlindungan Konsumen. Yurisdiksi diajukan kepada PN ditempat kediaman Konsumen yang dirugikan. BIDANG KONSUMEN
31
BIDANG Praktik Monopoli &persaingan
PERMOHONAN Permohonan atau Permintaan Eksekusi Kepada PN atas Putusan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah berkekuatan hukum tetap. BIDANG Praktik Monopoli &persaingan
32
PERMOHONAN Permohonan Pemeriksaan Yayasan berdasarkan P. 53 Kepada PN untuk mendapatkan data/keterangan atas dugaan organ yayasan: Melakukan PMH atau bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan Melakukan Perbuatan yang merugikan Yayasan serta Pihak Ketiga Lalai Melaksanakan Tugas Melakukan Perbuatan yang merugikan negara BIDANG YAYASAN
33
PERMOHONAN Permohonan Pembuburan PT berdasarkan P. 7 (4) UU No 1 Tahun 1995 Jo. Permohonan izin melakukan sendiri Pemanggilan RUPS kepada Ketua PN berdasarkan Pasal 67 (1) Apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang ditentukan Melakukan pemanggilan sendiri RUPS lainnya apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat 30 hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan RUPS lainnnya. BIDANG PERSEROAN TERBARTAS (PT)
34
GUGATAN ISI IDENTITAS PARA PIHAK FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN
PETITIM GUGATAN/ TUNTUTAN
35
ISI GUGATAN IDENTITAS PARA PIHAK
Keterangan menyangkut jati dari Penggugat dan Tergugat yang menerangkan Nama : Pekerjaan : Tempat Tinggal : * Kesalahan menulis nama maupun alamat (Error In Persona)
36
ISI GUGATAN Contoh Error In Persona:
LANJUTAN.. Contoh Error In Persona: Penggugat tidak memenuhi alas hak untuk mengajukan gugatan. Tidak Cakap Melakukan Tindakan Hukum Gugatan Kurang Pihak Kesalahan sasaran Pihak Yang Digugat
37
ISI GUGATAN 2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN
LANJUTAN.. 2. FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN “dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dari suatu tuntutan hak”. Ada dua bagian Fetelijkegronden Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa perihal duduknya perkara. Rechtsgronden Bagian yang menguraikan tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar hukumnya. Seberapa jauh dicantumkannya perincian tentang fakta dan peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan?
38
FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN
TEORI Menyusun FUNDAMENTUM PETENDI/POSITA GUGATAN Subtantierings Theorie Subtantierings Theorie: teori menyatakan bahwa gugatan itu harulah diuraikan sejarah peristiwanya, hubungan kerjanya. Atau dalam kata lain gugatan selain harus menyebutkan peristiwa-peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum tersebut. Individualiseringts theorie. Teori menyatakan bahwa gugatan cukup menunjukkan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan tanpa harus disebutkan sejarahnya (Mr. Tresna, 1976;160). Individualiseringts theorie.
39
GUGATAN 3. PETITUM GUGATAN / TUNTUTAN
LANJUTAN.. GUGATAN 3. PETITUM GUGATAN / TUNTUTAN Petitum “apa yang diminta atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim” (Pasal 8 Rv Petitum harus dirumuskan jelas dan tegas) Akibat dari tuntutan yang tidak jelas dan tegas berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.Gugatan yang berisi pertanyaan yang bertentangan satu sama lain (Obscuur Libel) Sebuah tuntutan dapat dibagi menjadi tiga (3), yaitu: Tuntutan Primer atau tuntutan Pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara; Tuntutan Tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara; Tuntutan subsidair atau pengganti
40
lanjutan.. (TUNTUTAN TAMBAHAN)
NO ISTILAH KETERANGAN 01 Biaya Perkara Tuntutan agar tergugat dihukum u membayar biaya perkara 02 Uitvoerbaar bij voorraad Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. (Instruksi MA Tanggal 13 Februari 1958) 03 Memoratoir (membayar bunga) Tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu. 04 Dwangsom Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa. 05 Tuntutan Nafkah Tuntutan nafkah bagi isteri (pasal 59 ayat (2), 62,65 HOCI, 213, 229 BW. Atau pembagian harta (pasal 66 HOCI,Pasal 323 BW) 06 Subsidair Diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. “agar Hakim Mengadili menurut keadilan yang benar” atau “Mohon Hakim Putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono)
41
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
POSITA & PETITUM harus singkron Antara POSITA & PETITUM tidak boleh saling bertentangan Orang yang ditetapkan dalam PETITUM harus sebagai pihak dalam berperkara PETITUM tidak membingungkan Hakim PETITUM tidak boleh berisi perintah untuk tidak berbuat PETITUM harus runtut dan disusun sesuai dengan poin-poin posita. POSITA : Tergugat telah menguasai tanah sengketa tanpa alas hak yang sah, sehingga merupakan PMH PETITUM : Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum POSITA : Penggugat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan (tidak singkron) PETITUM : “Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas sengketa tanah. (Tidak singkron) padahal yang dimaksud adalah pemilik (pemegang) HGB yang sah atas sengketa POSITA : Bahwa beras 2 kuintal hasil pembelian bersama antara penggugat dan tergugat, akan tetapi telah dijual sendiri dan hasilnya dinikmati sendiri sehingga penjualan tersebut tidak sah. PETITUM : Menghukum tergugat membagi dua hasil penjualan tersebut. (TIDAK SINGKRON) PETITUM : Menyatakan penjualan beras oleh tergugat adalah tidak sah atau batal. Menghukum tergugat untuk mengembalikan du kuital beras seperti dalam keadaan semula kepada penggugat. Apabila tidak dapat dilakukan, maka tergugat harus mengganti dengan beras yang sejenis atau uang tunai yang seduai dengan harga sekarang. 2. POSITA : Telah menguasai sengketa tanpa alas hak yang sah PETITUM : Menyatakan bahwa tanah sengketa milik sah penggugat. “ Menghukum tergugat untuk menyerahkan tanah sengketa kepada penggugat. POSITA : PHK yang dilakukan oleh Tergugat kepada penggugat adalah tidak sah. Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi PETI : Menyatakan PHK yang dilakukan oleh tergugat adalah tidak sah. Menghukum tergugat untuk memperkerjakan kembali penggugat, terhitung sejak putusan ini diucapkan. Menghukum tergugat untuk membayar gaji dan hak-hak yang sah kepada penggugat, terhitung sejak PHK, ditambah ganti rugi sebesar sekian juta rupiah. 3. Menghukum/memerintahkankepada kepala Kantor BPN Surabaya mencabut sertfikat HGB Nomor 71 atas nama Tergugat (,…..) padahal BPN Tidak dijadikan pihak dalam berperkara. 4. Menyatakan bahwa segal surat-surat yang dipegang oleh tergugat, yang berkaitan dengan tanah sengketa tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan berlaku (Tetapi tidak disebutkan surat-surat yang mana) Vide Yurisprudensi MARI Tanggal 21 November 1975 Nomor 1380 K/Sip/1973. 5. Menghukum tergugat supaya tidak mengambil tindakan yang bersifat merusakkan bangunan sengketa (Yurisprudensi MARI tanggal 11 November 1975 Nomor 1380 K/Sip/1973
42
TEMPAT & TANGGAL SURAT GUGATAN
TIDAK DITERIMANYA GUGATAN “NO” (Niet Onvankelijk verklaard) 1. Gugatan Prematur : Dalam hal gugatan berkaitan dengan tanggal jatuh tempo suatu tagihan. 2. Gugatan Kadaluarsa Dalam hal gugatan berkaitan dengan dengan tenggang waktu tuntutan yang disediakan oleh Undang-Undang Gugatan Menjadi Tidak Sah Tanggal yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari surat kuasa, apabila gugatan yang diajukan dengan menggunakan kuasa.
43
KUMULASI GUGATAN
44
MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN
Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151 Rbg, BW dan 18 Wvk Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual doelmatig. Pengecualian: Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan memenuhi perjanjian) Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv MIKA 25 12,5 40, 20
45
KETENTUAN PENGGABUNGAN
Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973 Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan” Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972
46
PERUBAHAN GUGATAN Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut terlebih dahulu Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan pada sidang pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari TERGUGAT. (pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut gugatan, tanpa perlu persetujuan gugatan)
47
PENTING! Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak lawan (Tergugat) Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271 ayat (2) Rv Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970 (Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan, asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN
48
BENTUK SURAT KUASA KUASA LISAN KUASA TERTULIS
49
KUASA LISAN “ Kuasa lisan jarang dilakukan dalam praktik karena tidak ada bukti otentik, tidak ada jaminan kepastian hukum baik bagi kuasa maupun bagi penerima kuasa, dan tidak ada batasan kewenangan mengenai hal yang dikuasakan”
50
2. KUASA TERTULIS Kuasa Umum Kuasa Khusus
51
Kuasa Khusus SEMA NO 2 TAHUN 1959 Tertanggal 19 Januaru 1959 Surat kuasa tersebut hanya akan dipergunakan penggugat dan tergugat, mengenai soal warisan atau utang piutang tertentu, yang pada pokoknya secara singkat harus disebutkan dan menjadi persengketaan antara kedua belah pihak yang berperkara, dengan lingkup kuasa dalam perkara tertentu dapat mengajukan banding dan kasasi
52
Kuasa Khusus Nama pihak Pokok Sengketa Nama Pengadilan
Syarat Pasal 123 HIR Nama pihak Pokok Sengketa Nama Pengadilan Batasan dalam Bertindak
53
Nama pihak Apakah Pemberi kuasa merupakan perorangan ?
Apakah Pemberi kuasa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum ?
54
2. Obyek Sengketa Secara umum persengketaan yang dianggap merugikan hak perdata dikarenakan dua hal: Wanprestasi/cidera janji (Pmh) perbuatan Melawan Hukum
55
3. Wilayah Pengadilan Kompetensi Absolut
Kompetensi Relatif (pasal 118 HIR) jika tidak diketahui tempat kediaman? Jika Tergugat lebih dari seorang ? Jika tergugat atau sama lain sebagai perutang utama dan penanggung? Jika tempat kediaman tergugat tidak diketahui? Jika Gugatan terhadap barang gelap ?
56
4. Hak Banding dan Kasasi Klausul ini bukanlah suatu standar yang baku, ada law firm yang mencantumkan adanya hak untuk menyatakan banding maupun kasasi
57
. Putusan Verstek Pasal 125 HIR/149 Rbg Ketidak hadiran pada pihak TERGUGAT pada hari sidang yang telah ditentukan menjadi salah satu syarat untuk dijatuhkan putusan verstek
58
. Putusan Verstek SYARAT
Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan Tergugat atau para penggugat tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap Tergugat atau para penggugat kesemuanya telah dipanggil secara patut Petitum gugatan tidak melawan hukum Petitum gugatan cukup beralasan
59
Verstek 3 kali pemaggilan ternyata Tergugat tidak hadir maka jatuhlah Putusan Verstek. Terhadap kondisi ini, Tuntutan Penggugat tidak serta merta akan dikabulkan seluruhnya. Perkara tetap diperiksa. Pasal 18 PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan “ Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan. Pasal 128 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa” Keputusan Hakim yang menyatakan verstek, tidak boleh dijalankan sebelum 14 hari sesudah pemberitahuan. HIR “ Pengadilan Negeri, sebelum menjatuhkan keputusan, dapat memerintahkan supaya pihak yang tidak hadir dipanggil pada keduakali datang menghadap pada hari persidangan yang datang, yang diberitahukan oleh Ketua kepada yang hadir, untuk siapa pemberitahuan ini berlaku seperti panggilan . Jika Tergugat tidak menghadap dan juga tidak menyuruh orang lain hadir selaku wakilnya, maka pemeriksaan perkara diundur sampai hari persidangan lain, sedapat mungkin jangan lama.
60
Putusan Verzet
61
Putusan Verzet Syarat Verzet adalah perlawanan tergugat atas putusan secara verstek Sesuai dengan pasal 129 HIR/153Rbg. Tergugat/para Tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan, dalam waktu 14 hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan verstek. Apabila dalam pemeriksaan Verzet Pihak Penggugat asal (Terlawan) Tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan contradictoire. Tetapi apabila pelawan yang tidak hadir maka hakim menjatuhkan putusan verstek untuk keduakalinya. Terhadap Putusan Verstek yang dijatuhkan untuk keduakalinya, tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi diajukan upaya hukum banding (pasal 129 ayat (5) HIR dan pasal 153 ayat (5) Rbg.
62
Putusan Gugur
63
Syarat Putusan Gugur Pasal 124 HIR Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya maka gugatannya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara; Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara tadi.
64
Putusan Gugur A. Syarat Pengguguran
Penggugat telah dipanggil secara patut Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable Default) B. Pengguguran dilakukan secara ex officio C. Rasio Pengguguran gugatan Sebagai hukuman kepada penggugat Membebaskan Tergugat dari kesewenangan D Terhadap Putusan Gugur Tidak dapat diajukan perlawanan Verzet krn (Final & Binding, Banding dan Kasasi. Penggugat dapat mengajukan Gugatan Baru
65
PROSES JAWAB MENJAWAB
66
SISTEM KONTRADIKTOIR Memberikan kesempatan kepada pihak tergugat untuk membantah dalil-dalil gugatan penggugat begitu juga sebaliknya. GUGATAN JAWABAN VERSTEK VERZET REPLIK DUPLIK PEBUKTIAN KONKLUSI
67
SIDANG PERTAMA Setelah Hakim membuka sidang dengan menyatakan “ sidang terbuka untuk umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan kepada penggugat dan tergugat: Identitas Penggugat/ Tergugat Apakah sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak di muka persidangan Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. Sebagai bukti identitas para pihak menunjukkan KTP masing-masing
68
SIDANG KEDUA (JAWABAN TERGUGAT)
Apabila para pihak dapat berdamai maka ada 2 kemungkinan, yaitu gugatan dicabut atau mereka mengadakan perdamaian diluar atau dimuka sidang Apabila perdamaian diluar sidang maka hakim tidak ikut campur Apabila perdamaian dilakukan dimuka hakim, maka ciri-cirinya adalah: Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tidak dapat diajukan kembali Apabila tidak tercapai suatu perdamaian maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. Jawaban ini dibuat rangkap tiga. Lembar pertama untuk penggugat, lembar kedua, untuk hakim, lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri.
69
SIDANG KETIGA (REPLIK)
Pada sidang ini penggugat dan kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu untuk tergugat, satu untuk penggugat itu sendiri. Replik adalah tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
70
SIDANG KEEMPAT (DUPLIK)
Dalam sidang ini, tergugat menyerahkan duplik, yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat, kurang lebih berisi meneguhkan sikap konsistensi pendirian yang disampaikan dalam jawaban atas gugatan
71
SIDANG KELIMA (PEMBUKTIAN PENGGUGAT)
Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dengan melemahkan dalil-dalil tergugat.
72
SIDANG KEENAM (PEMBUKTIAN TERGUGAT)
Jalan nya sidang sama dengan sidang pembuktian dari pihak penggugat, dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat, sedang tanya jawabnya kebalikan dari sidang kelima
73
SIDANG KETUJUH Penyerahan kesimpulan, hasil-hasil yang diperoleh atau ditemukan selama proses persidangan. Isi pokok kesimpulan sudah barang tentu dibuat menguntungkan masing-masing pihak yang berperkara
74
SIDANG KEDELAPAN Dinamakan sidang putusan hakim. Hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri oleh para pihak. Setelah selesai membaca putusan maka kakim mengetuk palu tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. Pernyataan banding ini harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan.
75
KUMULASI GUGATAN
76
MACAM-MACAM KOMULASI GUGATAN
Komulasi Subyektif: penggabungan dari subyek (pasal 127 HIR,151 Rbg, BW dan 18 Wvk Komulasi Obyektif : Penggabungan tuntutan dalam satu perkara sekaligus. Tetapi Putusan MA No 880 K/Sip/1970 untuk menghindari putusan yang saling bertentangan Procesual doelmatig. Pengecualian: Gugatan tertentu yang diperlukan suatu acara khusus (gugat cerai) sedangkan lain memerlukan acara biasa (gugatan memenuhi perjanjian) Hakim tidak berwenang secara relative u memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain. Tuntutan tentang Bezit tidak boleh bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan pasal 103 Rv MIKA 25 12,5 40, 20
77
KETENTUAN PENGGABUNGAN
Harus ada hubungan batin satu sama lainnya, sehingga memudahkan proses, dapat menghindarkan kemungkinan putusan saling bertentangan serta bermanfaat ditinjau dari segi acara atau Procesueel doelmatig (Yurisprudensi MARI, tanggal 6 Mei 1975, Nomor 880 K/Sip/1973 Haruslah dengan mengingat asas “ Cepat dan Murah” (Yurisprudensi MARI, tanggal 3 Desember 1974, Nomor 1043 K/ Sip/ 1971 jo. Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, asas “sederhana, cepat dan biaya ringan” Mengenai ketentuan hukum acara yang mengaturnya tidak ada perbedaan, misalnya tentang perkara HAKI (MEREK, PATEN, HAK CIPTA, dll.) dengan perkara PMH berdasarkan 1365 BW (Yurisprudensi MARI, Tanggal 13 Desember 1972, Nomor 677 K/ Sip/1972
78
PERUBAHAN DAN PENCABUTAN GUGATAN
79
PERUBAHAN GUGATAN Perubahan thd gugatan yang belum dikirim kepada Tergugat Perubahan thd gugatan yang telah dikirim kepada Tergugat Apabila bersifat prinsip maka gugatan harus dicabut terlebih dahulu Apabila tidak prinsip, maka perubahan dapat dilakukan pada sidang pertama, yaitu tingkat perdamaian (mediasi) atau sebelum pihak tergugat menyampaikan gugatan untuk itu perlu ada persetujuan dari TERGUGAT. (pasal 271 Rv: Penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut gugatan, tanpa perlu persetujuan )
80
PENTING! Perubahan/ pencabutan gugatan sebelum jawaban, maka penggugat dapat melakukan dengan cara menyampaikan kepada Hakim, tanpa perlu persetujuan dari Tergugat (pasal 271 ayat (1) Rv). Akan tetapi poin-poin yang diubah atau pencabutan itu harus diberitahukan kepada pihak lawan (Tergugat) Perubahan/Pecabutan Gugatan setelah ada jawaban dari Tergugat, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak lawan (pasal 271 ayat (2) Rv Yurisprudensi MARI, tanggal 14 Oktober 1970, Nomor 546 K/Sip/ 1970 (Perubahan dan pencabutan gugatan masih bisa dilakukan, meskipun pada tingkat pemeriksaan, kesimpulan atau tinggal menunggu putusan, asal mendapat persetujuan dari PIHAK LAWAN
81
JAWABAN TERGUGAT
82
EKSEPSI Eksepsi merupakan suatu tangkisan atau bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak langsung menyentuh pokok perkara. Eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan; yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible). Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk).
83
JENIS EKSEPSI (1) Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan relatif. Namun, Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis eksepsi. Dilihat dari Ilmu Hukum, jenis eksepsi terbagi atas: 1. Eksepsi Prosesuil (Processuele Exceptie) 2. Eksepsi Prosesuil di Luar Eksepsi Kompetensi 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
84
JENIS EKSEPSI (2) Add. 1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)
Yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Eksepsi Prosesual dibagi dua bagian, yaitu: 1. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Absolut Eksepsi yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri yang sedang melakukan pemeriksaan perkara tersebut dinilai tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak termasuk wewenang pengadilan negeri tersebut melainkan wewenang badan peradilan lain, misalnya PTUN atau Pengadilan Agama. Eksepsi ini dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan perkara berlangsung, bahkan hakim pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya (Ps. 134 HIR).
85
2. Eksepsi Yang Menyangkut Kompetensi Relatif
Eksepsi yang menyatakan bahwa suatu pengadilan negeri tertentu tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena tempat kedudukan atau obyek sengketa tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa atau mengadili perkara tersebut. Eksepsi ini tidak diperkenankan diajukan setiap waktu, melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu sebelum diajukan jawab menyangkut pokok perkara. Putusan dituangkan dalam bentuk: - Putusan sela (interlocutoir), apabila eksepsi ditolak; atau - Putusan akhir, apabila eksepsi dikabulkan. Company Logo
86
JENIS EKSEPSI (3) Add. 2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi
Eksepsi prosesual di luar eksepsi kompetensi terdiri dari berbagai bentuk atau jenis. Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara lain: 1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak sah 2. Eksepsi Error in Persona Tergugat dapat mengajukan eksepsi ini, apabila gugatan mengandung cacat error in persona. 3. Eksepsi Res Judicata atau Ne Bis In Idem Eksepsi terhadap perkara yang sama yang telah pernah diputus hakim dan putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap. 4. Eksepsi Obscuur Libel Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat kabur atau tidak terang (onduidelijk).
87
Jenis Eksepsi (4) Add. 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie)
Jenis eksepsi materiil (Materiele Exceptie) 1. Eksepsi dilatoir (dilatoria exceptie) Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, dengan kata lain gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan karena masih prematur (terlampau dini). 2. Eksepsi peremptoir (exceptio peremptoria) Adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu (Kadaluwarsa) atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan. Cara Pengajuannya diajukan bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok perkara. Cara Penyelesaiannya diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. Oleh karena itu, putusannya tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam putusan akhir.
88
GUGATAN REKONVESI
89
REKONVENSI Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugat balasan (gugat balik) terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya [Pasal 132a ayat (1) HIR]. Pada dasarnya gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat (Pasal 132b HIR jo 158 RBg). Tujuan rekonvensi antara lain: 1. Menegakkan Asas Peradilan Sedehana 2. Menghemat biaya perkara 3. Mempercepat penyelesaian sengketa 4. mempermudah pemeriksaan 5. menghindari putusan yang saling bertentangan
90
LANJUTAN Komposisi para pihak dihubungkan dengan Gugatan Rekonvensi
a. Komposisi Gugatan Gugatan Penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan asal), sedangkan Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi (gugatan balik) b. Komposisi para Pihak Penggugat asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan Berkedudukan menjadi Tergugat Rekonvensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi. Baik gugatan konvensi (gugat asal) maupun gugatan rekonvensi (gugat balasan) pada umumnya diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan hakim. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.
91
Lanjutan Pada asasnya tuntutan rekonvensi dapat meliputi segala hal ada pengecualiannya(ps132a(1) no 1,2,3 HIR,157,158 Rbg. Bila penggugat dalam konvensi bertindak karena suatu kualitas tertentu, sedang tuntutan rekonvensi akan mengenai diri penggugat pribadi atau sebaliknya. Misalnya bertindak sebagai pihak formil(wali), maka tuntutan rekonvensi tidak boleh ditujukan kepada penggugat secara pribadi. Bila penggugat bertindak sebagai pemberes (vereffenaar) suatu perseroan, maka tuntutan rekonvensi tidak boleh mengenai penggugat secara pribadi Bila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugat konvensi tidak wenang memeriksa gugat rekonvensi Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
92
MASUKNYA PIHAK KETIGA
93
INTERVENSI DASAR HUKUM Pasal BRv “Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan (interest)” Bentuknya : Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu pihak. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak. Vrijwaring (penanggungan) : Mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak dari pihak ketiga yang bersangkutan. Ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh salah satu pihak yang berperkara. Exceptio Plurium Litis Consortium: Masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang berperkara. Dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap. Contoh dalam perkara warisan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.