Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadi Kartawijaya Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
VISUM ET REPERTUM dan PROSEDUR MEDIKOLEGAL
2
PENGERTIAN LAMA VISUM ET REPERTUM
PASAL 1 STAATSBLAD 350 TAHUN 1937 VISA ET REPERTA DARI DOKTER-DOKTER, YANG DIBUAT ATAS SUMPAH JABATAN YANG DIIKRARKAN PADA WAKTU MENYELESAIKAN PELAJARAN KEDOKTERAN DI NEGERI BELANDA ATAU DI INDONESIA, ATAU ATAS SUMPAH KHUSUS, SEBAGAI DIMAKSUD DALAM PASAL 2, MEMPUNYAI DAYA BUKTI DALAM PERKARA PIDANA, SEJAUH ITU MENGANDUNG KETERANGAN TENTANG YANG DILIHAT OLEH DOKTER PADA BENDA YANG DIPERIKSA
3
PENGERTIAN BARU VISUM ET REPERTUM
KETERANGAN TERTULIS YANG DIBUAT DOKTER ATAS PERMINTAAN TERTULIS (RESMI) PENYIDIK TENTANG PEMERIKSAAN MEDIS TERHADAP SESEORANG MANUSIA, BAIK HIDUP ATAUPUN MATI ATAU BAGIAN DARI TUBUH MANUSIA, BERUPA TEMUAN DAN INTERPRETASINYA, BERDASARKAN KEILMUANNYA, DI BAWAH SUMPAH, DAN UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN
4
DOKTER DAN PASIEN HUBUNGAN FIDUCIARY (BERDASAR NILAI-NILAI KEUTAMAAN : Etika dan Sumpah Dokter) SELAIN HUBUNGAN FIDUCIARY, TERJADI PULA HUBUNGAN HUKUM DI ANTARA KEDUANYA : IUS DELICTUM (AKIBAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN) IUS CONTRACTUM (AKIBAT HUBUNGAN KONTRAKTUAL - inspanningsverbintennis) TIMBUL HAK & KEWAJIBAN BAGI DOKTER DAN BAGI PASIEN, TERMASUK RIGHT TO SELF DETERMINATION
5
DOKTER DAN KORBAN HIDUP (terutama diatur oleh Hk. Pidana)
KORBAN TIDAK SELALU PASIEN, KADANG “HANYA” SEBAGAI KLIEN HUBUNGAN : HUBUNGAN DOKTER-PASIEN tetap ada HUBUNGAN DOKTER DENGAN PENYIDIK (PEMINTA PEMERIKSAAN) “SEBAGIAN” DARI KLIEN (PASIEN) = BARANG BUKTI, HARUS DIDOKUMENTASIKAN DAN DIJADIKAN VISUM ET REPERTUM JENASAH = SELURUHNYA BARANG BUKTI
6
DASAR PENGADAAN VISUM ET REPERTUM (masa penyidikan)
PASAL 133 KUHAP Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya APAKAH AHLI KEDOKTERAN KEHAKIMAN SAMA TINGKATNYA DENGAN DOKTER ?
7
Ps 133 (2-3) KUHAP: Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
8
PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM menurut Ps 133 KUHAP
WEWENANG PENYIDIK TERTULIS (RESMI) TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA BILA MAYAT : IDENTITAS PADA LABEL JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA DITUJUKAN KEPADA : AHLI KEDOKTERAN FORENSIK DOKTER DI RUMAH SAKIT
9
SANKSI HUKUM BILA MENOLAK MEMBUAT VISUM ET REPERTUM
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. PASAL 216 KUHP
10
KHUSUS PEMERIKSAAN MAYAT UNTUK PERADILAN
PASAL 222 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
11
PERMINTAAN KETERANGAN AHLI DI MASA PRA-SIDANG
PENJELASAN PASAL 186 KUHAP tentang KETERANGAN AHLI: Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan
12
PERMINTAAN SEBAGAI SAKSI AHLI (masa persidangan)
PASAL 179 (1) KUHAP : Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan PASAL 224 KUHP : Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan bulan.
13
PEMERIKSAAN TERSANGKA
PASAL 66 KUHAP Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian PASAL 53 UU KESEHATAN (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan
14
PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
BAGI TERSANGKA (misalnya : VR psikiatris) PASAL 120 KUHAP (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. PASAL 180 KUHAP (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan
15
KETERANGAN AHLI PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP :
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, harus “dikemas” dalam bentuk ALAT BUKTI SAH
16
ALAT BUKTI SAH PASAL 183 KUHAP :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
17
ALAT BUKTI SAH PASAL 184 KUHAP : Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan Terdakwa
18
KETERANGAN AHLI DIBERIKAN SECARA LISAN
PASAL 186 Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. PENJELASAN PASAL 186 Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).
19
KETERANGAN AHLI DIBERIKAN SECARA TERTULIS
PASAL 187 KUHAP Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c , dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
20
PEJABAT YG BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM
PASAL 133 KUHAP : PENYIDIK PASAL 6 (1) KUHAP : PENYIDIK ADALAH : PEJABAT POLISI NEGARA R. I. PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG KHUSUS OLEH UU YG MEMBUTUHKAN VISUM ET REPERTUM ADALAH KASUS PIDANA UMUM, SEHINGGA PENYIDIKNYA ADALAH POLISI. PENYIDIK PNS TIDAK BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM KECUALI VER PELANGGARAN HAM BERAT : KEJAGUNG
21
JADI, YANG BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM ADALAH :
PASAL 11 KUHAP : PENYIDIK PEMBANTU MEMPUNYAI WEWENANG SEPERTI TERSEBUT DALAM PASAL 7 (1), KECUALI MENGENAI PENAHANAN YANG WAJIB DIBERIKAN DENGAN PELIMPAHAN WEWENANG DARI PENYIDIK. MENDATANGKAN AHLI ATAU MEMINTA VISUM ET REPERTUM BOLEH DILAKUKAN PENYIDIK PEMBANTU. JADI, YANG BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM ADALAH : PENYIDIK POLISI DAN PENYIDIK PEMBANTU POLISI
22
PP NO 27 TAHUN 1983 PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983 (2) Penyidik adalah :
a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat PembantuLetnanDua polisi (Ajun Inspektur Dua) PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983 (2) Penyidik pembantu adalah : a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua polisi (Bripda); b. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.
23
PASAL 2 (2) PP No 27 TAHUN 1983 ARTINYA :
(2) Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik. ARTINYA : TIDAK SEMUA POLISI BERPANGKAT AIPDA KE ATAS ADALAH PENYIDIK, TIDAK SEMUA POLISI BERPANGKAT BRIGADIR ADALAH PENYIDIK PEMBANTU SETIAP KAPOLSEK PASTI PENYIDIK
24
JENJANG KEPANGKATAN POLISI
JENDERAL KOMISARIS JENDERAL INSPEKTUR JENDERAL BRIGADIR JENDERAL KOMISARIS BESAR AJUN KOMISARIS BESAR KOMISARIS AJUN KOMISARIS INSPEKTUR SATU INSPEKTUR DUA AJUN INSPEKTUR SATU AJUN INSPEKTUR DUA BRIGADIR KEPALA BRIGADIR BRIGADIR SATU BRIGADIR DUA AJUN BRIGADIR AJUN BRIGADIR SATU AJUN BRIGADIR DUA SABHARA SABHARA SATU SABHARA DUA
25
DALAM PRAKTEK : PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM : SURAT TERTULIS
SURAT RESMI (KOP SURAT, NOMOR, TANGGAL, ALAMAT SURAT, ISI, TANDATANGAN, NAMA JELAS, PANGKAT, NRP, STEMPEL DINAS) MENGATAS-NAMAKAN KAPOLSEK (PENYIDIK) SEBAGAI PEJABAT ATRIBUTIF. PENANDATANGAN SURAT (PEJABAT MANDAT) BOLEH SIAPA SAJA YANG SECARA ORGANISATORIS BERWENANG MENGATASNAMAKAN PEJABAT ATRIBUTIF.
26
KETENTUAN LAIN VER KORBAN HIDUP
SURAT PERMINTAAN VER DAPAT “TERLAMBAT” : KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE POLISI SPV MENYEBUTKAN PERISTIWA PIDANA YANG DIMAKSUD VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi barang bukti sejak datang SPV) PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN, SEDANGKAN SKM LAIN HARUS DENGAN IJIN.
27
PASIEN / KLIEN BOLEH TIDAK DIANTAR PETUGAS KEPOLISIAN, ALASAN :
KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE POLISI TAK ADA PERATURAN YANG MENGHARUSKAN ADANYA PETUGAS PENGANTAR KORBAN MEMANG SEBAIKNYA DIANTAR PETUGAS AGAR DAPAT DIPASTIKAN IDENTITAS KORBAN DAN STATUS PERLUKAANNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI” PASIEN / KORBAN BOLEH MENOLAK PEMERIKSAAN, KARENA IA MEMILIKI OTONOMI
28
AUTOPSI TERDAPAT 3 JENIS AUTOPSI : AUTOPSI ANATOMIS : AUTOPSI KLINIS :
UNTUK PENDIDIKAN MAHASISWA KEDOKTERAN. DASAR : UU KESEHATAN AUTOPSI KLINIS : UNTUK KEPENTINGAN DIAGNOSIS AKHIR CARA KEMATIAN : NATURAL (SAKIT) DASAR : KESEPAKATAN (HK. PERDATA) AUTOPSI FORENSIK : UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN CARA & SEBAB KEMATIAN : BELUM DIKETAHUI DASAR : KUHAP (HK. PIDANA)
29
AUTOPSI FORENSIK PASAL 134 KUHAP
(1)Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberi-tahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. (2)Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tsb. (3)Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
30
APAKAH AUTOPSI FORENSIK DAPAT DIHALANG-HALANGI ?
PASAL 222 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
31
RAHASIA KEDOKTERAN PASAL 1 PP No 10 TAHUN 1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. PASAL 2 PP No 10 TAHUN 1966 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain
32
PASAL 3 PP No 10 TAHUN 1966 SUMPAH DOKTER :
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah : Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang tenaga kesehatan. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan SUMPAH DOKTER : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter
33
PASAL 2 UU ttg TENAGA KESEHATAN
Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam undang-undang ini adalah : I. Tenaga Kesehatan Sarjana, yaitu : a. dokter b. dokter gigi c. apoteker d. sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan II. Tenaga Kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah a. di bidang farmasi : asisten apoteker dsb. b. di bidang kebidanan : bidan dan sebagainya c. di bidang perawatan : perawat, fisioterapis dsb d. di bidang kesehatan masyarakat : penilik kese-hatan, nutrisionis dan lain-lain. e. bidang-bidang kesehatan lain.
34
SANKSI BAGI PELANGGAR PASAL 322 KUHP
(1)Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 600.- (2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
35
PASAL 112 KUHP PASAL 4 PP No 10 TAHUN 1966
Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahui bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun PASAL 4 PP No 10 TAHUN 1966 Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratip berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan
36
APAKAH MEMBUAT VISUM ET REPERTUM MELANGGAR RAHASIA KEDOKTERAN?
KEWAJIBAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM DIDASARKAN ATAS UNDANG-UNDANG (Lebih tinggi dari PP 10 / 1966) BILA SPV DATANG : DASAR HUKUMNYA UNDANG2 SEHINGGA MENGGUGURKAN WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN (dalam membuat VER) Ps 50 KUHP : Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan UU, tidak dipidana.
37
VR SEMENTARA DIBUAT BILA PASIEN BELUM BISA DITENTUKAN DERAJAT LUKANYA
PERAWATAN LAMA PINDAH RAWAT KE R.S. LAIN KESIMPULAN TANPA MENYEBUT DERAJAT LUKA DIGUNAKAN OLEH PENYIDIK SBG ALASAN “MENAHAN TERSANGKA” DASAR: PS 21 KUHAP
38
SEBAGAI ALAT BUKTI SAH VISUM ET REPERTUM ADALAH ALAT BUKTI SAH SURAT (PASAL c KUHAP) BERDASARKAN PS 187 KUHAP: ADALAH KETERANGAN AHLI YG TERTULIS (ASALKAN DIBUAT OLEH DOKTER, MESKI BUKAN SpF)
39
DOKTER SpF vs DOKTER LAIN
KETERANGAN YG DIBUAT DOKTER FORENSIK ADALAH KETERANGAN AHLI, SEDANGKAN KETERANGAN DOKTER LAIN ADALAH KETERANGAN. (Penjelasan Ps 133 KUHAP) PEDOMAN PELAKSANAAN KUHAP: HANYA UNTUK LUKA DAN KEMATIAN (Petunjuk, Counter sign, Ahli lain)
40
A DE CHARGE VER SECARA FORMAL DITERIMA SBG ABS (admissible), TETAPI CONTENTNYA TIDAK HARUS DITERIMA. BILA DIRAGUKAN, MAKA HAKIM DAPAT MEMINTA AHLI LAIN ATAU PEMERIKSAAN ULANG OLEH INSTITUSI YG SAMA DENGAN BEDA PERSONIL ATAU OLEH INSTITUSI LAIN
41
KLASIFIKASI 1 VR ORANG HIDUP: VR JENASAH VR PERLUKAAN VR KERACUNAN
VR KEKERASAN SEKSUAL VR PSIKIATRI VR JENASAH
42
KLASIFIKASI 2 VISUM ET REPERTUM PSIKIATRI (MENTAL STATE)
VISUM ET REPERTUM FISIK (PHYSICAL STATE): VR JENASAH VR KORBAN HIDUP: VR PERLUKAAN VR KERACUNAN VR KEKERASAN SEKSUAL
43
PSYCHIATRIC VR MENTAL STATUS USUALLY FOR THE SUSPECTS LEGAL GROUND:
Art 120, 186 CPC; Art 27 Public Prosecutor Act; ISSUED ONLY BY PSYCHIATRISTS Psychiatric Service Regulation TRIGGERED BY A SUSPICION
44
PHYSICAL VR PHYSICAL STATUS FOR THE VICTIM LEGAL GROUND:
Art 133, 134, CPC ISSUED BY ANY MEDICAL DOCTOR INCLUDING : LIVING VICTIM DEAD VICTIM
45
VISUM ET REPERTUM SYARAT FORMAL ADMINISTRATIF KOP SURAT
NOMOR & TANGGAL PRO JUSTITIA TANDATANGAN, NAMA JELAS, NIP/NRP STEMPEL DINAS DIKETIK, BHS INDONESIA, TIDAK SINGKATAN
46
VISUM ET REPERTUM SYARAT FORMAL SUBSTANSI PENDAHULUAN
IDENTITAS DOKTER & INSTITUSINYA IDENTITAS PENYIDIK PEMINTA + NO & TGL SURAT IDENTITAS KORBAN WAKTU & TEMPAT HASIL PEMERIKSAAN KESIMPULAN PENUTUP
47
Pro justitia Visum et Repertum No. Yang bertandatangan di bawah ini, …… , dokter …. pada rumah sakit ….. di …., atas permintaan Kepolisian … dengan suratnya no … tanggal … dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal .. jam .. bertempat di … saya telah melakukan pemeriksaan terhadap seseorang pasien laki-laki dengan no registrasi … , yaitu:
48
VISUM ET REPERTUM SYARAT FORMAL SUBSTANSI PENDAHULUAN
HASIL PEMERIKSAAN HASIL ANAMNESIS YG PENTING KEADAAN UMUM PERLUKAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG TINDAKAN / PERAWATAN KEADAAN SAAT DIPULANGKAN KESIMPULAN PENUTUP
49
Pada korban ditemukan luka :
Hasil Pemeriksaan: Korban datang dalam keadaan umum … T .. N .. S ..kesadaran …. Tidak terdapat sesak nafas. Pada korban ditemukan luka : Pada dada kanan delapan sentimeter dari garis tengah badan setinggi iga ke empat, terdapat memar berwarna merah ungu berukuran lima sentimeter kali empat sentimeter, teraba derik udara (krepitasi). Pemeriksaan radiologi dada menunjukkan patah tulang iga kanan ke empat bagian depan. Tidak terdapat cairan atau udara bebas di dalam rongga dada. Pasien dipulangkan dengan diberi obat penghilang rasa nyeri dan pesan agar istirahat dan kontrol tiga hari kemudian.
50
VISUM ET REPERTUM SYARAT FORMAL SUBSTANSI PENDAHULUAN
HASIL PEMERIKSAAN KESIMPULAN JENIS PERLUKAAN JENIS KEKERASAN KUALIFIKASI LUKA / DERAJAT LUKA PENUTUP
51
Kesimpulan: Pada korban laki-laki ini ditemukan memar pada dada kanan dan patah tulang iga ke empat kanan akibat kekerasan tumpul, yang telah mengakibatkannya sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaannya untuk sementara waktu.
52
VISUM ET REPERTUM SYARAT FORMAL SUBSTANSI PENDAHULUAN
HASIL PEMERIKSAAN KESIMPULAN PENUTUP PERNYATAAN TENTANG KEBENARAN PERNYATAAN TENTANG SUMPAH
53
Demikian visum et repertum ini saya buat dengan benar dengan menggunakan keilmuan saya yang sebaik-baiknya dan dengan mengingat sumpah, sesuai dengan Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Jakarta, 16 Februari 2005 dr Sutarwo NIP …
54
PENGANIAYAAN PENGANIAYAAN RINGAN (352) PENGANIAYAAN (351)
LUKA RINGAN PENGANIAYAAN (351) LUKA SEDANG LUKA BERAT PENGANIAYAAN BERAT (354) DIKUALIFIKASI (DIPERBERAT) PADA: DENGAN RENCANA (353 DAN 355) PADA KORBAN TERTENTU: ORANG TUA, ISTERI, ANAK (356)
55
PERLUKAAN LUKA RINGAN BERKAITAN DENGAN PENGANIAYAAN RINGAN:
“YANG TIDAK MENGAKIBATKAN PENYAKIT ATAU HALANGAN DALAM MENJALANKAN PEKERJAAN / JABATAN” LUKA BERAT DIATUR DALAM PASAL 90 KUHP LUKA SEDANG TERLETAK DIANTARA KEDUANYA
56
LUKA RINGAN: 352 (1) 3 bln LUKA SEDANG: 351 (1) 2 th 8 bln 353 (1) 4 th LUKA BERAT 351 (2) 5 th 353 (2) 7 th 354 (1) 8 th 355 (1) 12 th
57
VISUM ET REPERTUM KORBAN MATI
SYARAT FORMAL ISI PENDAHULUAN HASIL PEMERIKSAAN KESIMPULAN JENIS PERLUKAAN JENIS KEKERASAN SEBAB KEMATIAN TERMASUK MEKANISME KEMATIAN PENUTUP FAKULTATIF: CIRI IDENTITAS, BILA TAK DIKENAL PETUNJUK CARA KEMATIAN PETUNJUK ALAT, TEMPAT, dll PETUNJUK PELAKU
58
DEGREE OF CERTAINTY MEDICINE IS AN EMPIRIC SCIENCE, THE CERTAINTY IS A PROBABILITY IT IS IMPOSSIBLE TO REACH 100% OF CERTAINTY REASONABLE MEDICAL CERTAINTY: WHEN IT QUALITATIVELY CAN CONVINCE THAT A HYPOTHESIS TEND TO BE A FACT IT IS NOT NECESSARY FOR THE DOCTOR TO BE ABLE TO EXCLUDE THE OTHER POSSIBILITIES IN JURE NON REMOTA CAUSA SED PROXIMA SPECTATUR
59
THE SEVERITY OF INJURY AFFECTS THE PENALTY / PUNISHMENT
THERE ARE THREE DEGREES: MILD, WHEN THERE IS NO INJURY OR ONLY A LIGHT INJURY SO THAT DOES NOT LEAD TO AN ILLNESS OR PREVENT HIM TO DO HIS JOB / DAILY WORK (Art 352 PC) MODERATE, BETWEEN MILD AND SEVERE SEVERE, WHEN THERE IS AN INJURY AS STATED ON Art. 90 PENAL CODE
60
SEVERE INJURY, described on the Art. 90 Penal Code
Threat the victim’s life or can not heal complettely Unable to think for more than 4 weeks Loss of one of the 5 senses Amputated Paralysis Abortion Can not do his job permanently (It doesn’t mean to limit the criteria)
61
RAPE IS A LEGAL TERM IT IS NOT A DUTY OF THE DOCTOR TO PROVE A RAPE
THE DUTY OF THE DOCTOR IS TO CONCLUDE WHETHER THERE WAS A SEXUAL INTERCOURSE AND WHETHER THERE WAS AN INJURY REPRESENTS THAT A FORCE WAS APLLIED
62
CAUSE OF DEATH THE C.O.D. IS THE FIRST CONDITION WHICH TRIGGERS THE CHAIN OF FOLLOWED CONDITIONS LEADS INTO DEATH DETERMINED WITH A REASONABLE MEDICAL CERTAINTY IT IS POSSIBLE AND ACCEPTED THAT DOCTOR COULD NOT DETERMINE THE C.O.D. FOR SOME REASONS
63
MANNER OF DEATH IS A LEGAL TERM
IT IS NOT DOCTOR’S OBLIGATION TO CONCLUDE THE MANNER OF DEATH BUT, THE DOCTOR CAN GIVE INDICATIONS WHICH CAN BE USED AS A GUIDE TO GO TO THAT CONCLUSION: TENTATIVE WOUNDS, DEFENSE WOUNDS, ETC
64
TIME OF DEATH IT IS IMPORTANT TO DETERMINE THE TEMPUS DELICTI
IT IS NOT A CERTAIN TIME, BUT A TIME RANGE THE WIDER THE RANGE THE SAFER THE CONCLUSION, BUT LESSER MEANING FOR THE SAKE OF INVESTIGATION OR PROOF BE SMART!
65
MENTAL COMPETENCY IT IS IMPORTANT TO DETERMINE WHETHER OR NOT THE ACCUSED WAS LEGALLY RESPONSIBLE LET THE PSYCHIATRISTS DO IT IT WILL NOT DISCUSSED IN THIS OCCASION
66
KESIMPULAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM ADALAH KEWAJIBAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG, HARUS DIPATUHI. VISUM ET REPERTUM ADALAH KET. AHLI UNTUK PERADILAN, HARUS DIBUAT MELALUI PROSEDUR HUKUM YG BENAR, BERDASARKAN PEMERIKSAAN MEDIS YG SECARA TEKNIS BENAR DAN YANG SESUAI ZAMAN (STATE-OF-THE-ART), SERTA DIINTERPRETASIKAN DG AKURAT.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.