Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1"— Transcript presentasi:

1 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA TN.A DENGAN TUBERKULOSIS HEMOPTISIS DI RUANG SOKA ATAS RSUP PERSAHABATAN JAKARTA Oleh : RIA ADIANA P POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1

2 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri 2012, h.67). Penyakit tuberkulosis menular melalui udara (airborne infection). Basil TB akan menginfeksi paru-paru, lebih banyak terjadi pada daerah apikal karena kadar oksigen yang tinggi di daerah tersebut. Pada saat proses inflamasi paru terjadi reaksi spesifik yang menyebabkan penumpukan sputum/eksudat yang akan menyumbat saluran pernafasan dan akan berdampak terganggunya pemenuhan kebutuhan oksigen, infeksi yang lebih lanjut dapat terjadi hemoptisis atau batuk berdarah (Corwin 2009, h.546). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini menyerang milyaran masyarakat dunia dan menempati peringkat kedua yang menyebabkan kematian setelah HIV. Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 di Indonesia, ada lima provinsi dengan TB paru tertinggi yaitu Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%).

3 perawat berperan dalam upaya peningkatan bersihan jalan napas klien seperti memberikan air hangat untuk mengencerkan sekret klien, postural drainage untuk mengeluarkan sekret klien, selain itu perawat juga dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian inhalasi dan obat. Peran perawat sebagai educator seperti menjelaskan penyakit, kebutuhan nutrisi, obat-obatan, jadwal minum obat, lama pengobatan dan efek samping pengobatan serta pengendalian infeksi (tidak meludah sembarangan dan pemakaian masker). Sementara peran perawat sebagai advokat adalah perawat dapat menginformasikan pelayanan kesehatan yang tepat sesuai dengan program pemerintah yaitu program pemberantasan tuberkulosis (National Tuberculosis Programme).

4 Konsep Dasar Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan lingkungan (Mubarok dan Nurul 2007, h.159). Mekanisme pernapasan a. Ventilasi b. Difusi c. Transportasi Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi terdiri atas Efek ketinggian (Altitude), lingkungan, emosi, aktivitas dan istirahat, kesehatan, gaya hidup, Perubahan Fungsi Pernapasan Menurut Price (2005, h.1565), perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventilasi atau transpor oksigen. Ketiga perubahan primer tersebut adalah hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia.

5 Kosep Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil TB masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, penyebaran basil TB bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada TB paru Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaan basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal yang menyebabkan pembentukan sekret. Meluasnya inflamasi ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan menyebabkan jalan napas tidak efektif. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.

6 Kondisi yang Memperberat Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Edema paru Imobilisasi Komplikasi Atelektasis Hipoventilasi Bronkiektasis

7 Pengkajian Keluhan utama , Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit keluarga, Pemeriksaan Fisik (Keadaan umum dan tanda tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone), Pemeriksaan Diagnostik Diagnosa Diagnosa keperawatan yang muncul pada penderita tuberkulosis menurut Muttaqin (2008, h.94) adalah Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekret mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, dan edema trakhea/faringeal. Intervensi Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas.), kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya hemoptisis, berikan posisi semifowler /fowler tinggi dan bantu klien berlatih napas dalam dan batuk efektif, pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan, bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, bila perlu lakukan penghisapan (suction), kolaborasi pemberian : oksigen, obat sesuai indikasi OAT, Agen mukolitik, Bronkodilator, Kortikosteroid

8 Tinjauan Kasus Biodata Klien : Tn. A, laki laki, 49 thn, Buruh, SLTP,
alamat Bali Matraman Rt 012/007 Manggarai Tebet Jakarta Selatan, masuk Rumah Sakit Persahabatan dengan diagnosa Medis Tuberkulosis Hemoptisis. Pengkajian : keluhan utama batuk dengan dahak bercampur bercak darah, lemas dan pusing jika turun dari tempat tidur. Riwayat kesehatan saat ini klien masuk IGD RS Persahabatan dengan alasan masuk batuk darah ½ gelas aqua 1 hari SMRS, sebelumnya klien mengeluh batuk-batuk sejak kurang lebih 1 minggu. Riwayat kesehatan masa lalu, klien mengatakan ini ketiga kalinya masuk ke rumah sakit dengan alasan yang sama yaitu batuk darah. Istri pernah menderita TB paru dan sembuh. perokok aktif (+). Pemeriksaan fisik : kesadaran composmetis, TD 110/70 mmHg, N 80x/m irama teratur dan kuat, RR 24 x/m, S 36,3OC, BB 46 kg, Konjungtiva ananemis, suara napas : ronchi +/+ pada apeks paru, wheezing -/- batuk produktif (+), sekret (+), membran mukosa lembab, ,turgor kulit elastis, capillary refill 2 detik, pernafasan cuping hidung (-), benjolan/massa (-), pernafasan tidak teratur, sianosis (-), klien terlihat pucat

9 Pada pemeriksaan diagnostik
pemeriksaan laboratorium, rontgen dada terdapat fibroinfiltrat pada apeks paru bagian kanan dan kiri. Pemeriksaan BTA negatif (tidak ditemukan basil TB), Tes serologi/sputum jamur pemeriksaan YEAST Penatalaksanaan medis : Terapi cairan NaCl 0,9 % per 12 jam 14 tetes permenit, Terapi obat Vit K 3 x 10 mg via IV bolus, Vit C 3 x 200 mg via Iv bolus, Ca Glukonas 1 ampul via bolus K/P (Kalau Perlu), Terapi inhalasi ventolin 2,5 mg K/P.

10 Masalah keperawatan yang utama muncul pada Tn
Masalah keperawatan yang utama muncul pada Tn. A yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental/ darah ditandai dengan Data Subjektif : klien mengatakan batuk dahak dan bercak darah, istri menderita TB dan sudah sembuh, Merokok (+), klien lemas, Data Objektif : auskultasi paru klien : terdengar ronkhi basah pada bagian apeks paru +/+, Hasil rontgen : terdapat fibroinfiltrat pada apeks paru +/+, RR 24 x/m napas dalam. Intervensi : Kaji bunyi napas, frekuensi, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas; Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/dahak efektif; berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. bantu klien napas dalam (batuk tidak keras dan buang dahak di sputum pot yang berisi cairan lisol); anjurkan mempertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan, berikan obat Ca Glukonas, Vit K dan Vit C sesuai program; berikan inhalasi sesuai program (ventolin 2,5 mg).

11 Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
Implementasi mengkaji bunyi napas, frekuensi, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas; mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/dahak efektif; memberikan pasien posisi semi atau fowler tinggi; membantu klien napas dalam (batuk tidak keras dan buang dahak di sputum pot yang berisi cairan lisol); menganjurkan mempertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan, memberikan obat Ca Glukonas, Vit K dan Vit C sesuai program; memberikan inhalasi sesuai program (ventolin 2,5 mg) Evaluasi keperawatan : S : Klien mengatakan masih batuk, dahak berwarna putih bercak coklat (-). O : Auskultasi bunyi napas klien masih terdengar ronkhi basah di apeks paru +/+, RR 20 x/m, napas dalam, klien lebih segar. A : Masalah bersihan jalan napas belum teratasi, pasien pulang. P : Intervensi dilanjutkan di rumah, Kolaborasi pemberian OAT ketegori I (RHZE) 3 tablet per hari, Ajarkan batuk efektif dan napas dalam, Anjurkan untuk tidak meludah sembarangan dan menutup bersin dengan benar, Motivasi klien untuk minum obat OAT secara teratur, tidak putus obat, dan istirahat beberapa hari di rumah selama fase penyembuhan.

12 Pengkajian Menurut Smeltzer (2001, h.585) individu yang berisiko tinggi (high risk) untuk tertular tuberkulosis adalah : mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif, individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV), penggunaan obat-obat IV dan alkoholik, setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik, dan ras minoritas, terutama, anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun), individu dengan gangguan medis (mis., diabetes, GGK, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal), imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia), individu yang tinggal di daerah perumahan substansi daerah kumuh, dan petugas kesehatan.

13 Pada klien penulis ditemukan data klien 1
Pada klien penulis ditemukan data klien 1. tinggal bersama istri yang mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis dan sembuh, 2. klien perokok aktif yang setiap harinya dapat menghabiskan 24 batang rokok, 3. keluarga mengatakan mereka tinggal di pemukiman yang padat penduduk dengan MCK bersama-sama dengan orang lain.

14 Analisa mereka yang tinggal dekat dengan penderita TB aktif dan berisiko tinggi untuk tertular TB karena TB ditularkan melalui transmisi udara, dari teori tersebut kemungkinan anak klien juga dapat tertular penyakit TB. Merokok terbukti dapat mengganggu bersihan mukosilier. Makrofag alveolar paru yang merupakan pertahanan utama terjadi penurunan fungsi fagositosis dan membunuh kuman pada individu yang merokok, merokok telah ditemukan berhubungan dengan penurunan tingkat sitokin proinflamasi yang dikeluarkan. Sitokin-sitokin ini sangat penting untuk respons awal pertahanan lokal untuk infeksi kuman termasuk TB. Studi retrospektif yang dilakukan di Dublin pada 160 kasus antara bulan April 2007 hingga April 2008 didapatkan bahwa merokok berhubungan secara bermakna terhadap pemanjangan waktu konversi kuman TB pada pasien yang sedang mendapat terapi obat anti TB (Wijaya 2008, h.18). Penelitian Azhar dan Perwitasari (2013) menyebutkan bahwa kondisi fisik rumah, pemukiman kumuh dan padat penduduk juga berpengaruh dalam penyebaran infeksi TB dan menjadi tempat yang ideal untuk perkembangan dan penyebaran kuman penyakit.

15 Menurut Djojodibroto (2012 h
Menurut Djojodibroto (2012 h.156) gejala umum penderita TB paru berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan malam hari disertai dengan berkeringat. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan. Gejala respiratorik berupa batuk, sesak napas , Nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik., Hemoptisis, Pada fase lanjut diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat demam, penurunan berat badan, crackle, mengi, dan suara bronkial. Pada klien penulis saat pengkajian didapatkan keluhan utama klien batuk masih bercampur bercak darah, klien mengatakan lemas, klien mengalami penurunan berat badan 4 kg (sebelum sakit 50 kg dan sesudah sakit 46 kg) pada pemeriksaan fisik ditemukan : RR 24 x/m, saat auskultasi didapatkan suara napas : ronchi +/+ pada apeks paru, batuk produktif (+), sekret (+), pernafasan tidak teratur.

16 Analisa : Pada klien ditemukan keluhan atau tanda dan gejala sesuai dengan teori yaitu klien batuk produktif dengan sekret bercampur bercak darah, kelemahan, penurunan berat badan, frekuensi napas cepat diatas 20x/m, pernapasan tidak teratur, saat auskultasi terdapat bunyi ronkhi di bagian apeks paru dekstra dan sinistra. Klien tidak mengalami sesak napas dikarenakan biasanya sesak terjadi jika ada pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar sementara pada klien tidak terjadi. Klien juga tidak mengalami nyeri dada yang biasanya merupakan nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit namun berdasarkan keluhan dan hasil rontgen menunjukkan bahwa infeksi bakteri terjadi di bagian lobus atas paru (apikal) dan tidak ada adanya gangguan pada rongga pleura klien.

17 Penderita TB dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnosa yaitu diantaranya, Tes Tuberkulin/mantoux, Sputum tes, Urine, Cairan kumbah lambung, Bahan-bahan lain (Misalnya pus, cairan serebrospinal, cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorokkan), Pemeriksaan darah, Rontgen Thorak. Pada Klien penulis dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya, Rontgen Thorax, Tes sputum BTA, BDMO, tes serologi, YEAST, Bonkoskopi. Adapun hasil rontgen dada tanggal 14 September 2013 terdapat fibroinfiltrat pada apeks paru bagian kanan dan kiri. Hasil BTA bulan Februari negatif, Hasil BTA I II dan III bulan september juga negatif. Pemeriksaan BDMO (Bronkoskopi Di Meja Operasi) hasil negatif, Tes sputum jamur hasil negatif, dan pemeriksaan YEAST hasil negatif.

18 Analisa : Pada klien penulis dilakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai dengan teori namun ada beberapa pemeriksaan tambahan seperti YEAST, Bronkoskopi dan tes serologi, pemeriksaan ini dilakukan karena beberapa kali pemeriksaan BTA memiliki hasil negatif. BDMO (Bronkoskopi Di Meja Operasi) dilakukan untuk menghentikan pendarahan paru karena pada saat masuk ke rumah sakit klien mengalami batuk darah masif (pendarahan lebih dari 600 cc per 24 jam) serta dilakukan untuk mengetahui apakah ada bakteri lain/ jamur yang menginfeksi paru namun pada klien tidak ditemukan (negatif). Tes YEAST dilakukan untuk mengetahui apakah ada bakteri non TB/ jamur yang menginfeksi paru dan hasilnya negatif, begitu pula tes serologi dilakukan untuk mengetahui apakah jamur yang menginfeksi paru klien dan hasil tes serologi negatif.

19 Diagnosa Keperawatan Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien, penulis merumuskan diagnose Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental/ darah menjadi prioritas utama. Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas (Nanda 2013, h. 537)

20 Penulis mengangkat diagnosa ini menjadi prioritas utama dikarenakan pada pasien data aktual yang muncul yaitu mengenai sekret kental yang bercampur bercak darah, sekret yang berlebihan akan mengganggu jalan napas klien sehingga pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akan berkurang dan hal ini akan mengancam jiwa klien bila tidak diatasi. Selain itu juga ditemukan data klien mengatakan batuk-batuk sejak Kamis dan Sabtunya keluar darah, hari ini keluar dahak kental dan bercak darah, istri menderita TB dan sudah sembuh, merokok 24 batang/hari dari SMP, klien terlihat lemas, kesadaran komposmentis, taktil fremitus getaran sama di kedua lapang paru, auskultasi paru klien terdengar ronkhi basah di bagian apeks +/+, hasil Rontgen tanggal 14/9/13 terdapat fibroinfiltrat pada apeks paru, RR klien 24x/m, napas dalam, penggunaan otot bantu napas (-).

21 Menurut Nanda (2013, h.537) pada ketidakefektifan bersihan jalan napas batasan karakteristik yang ditemukan yaitu tidak ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekuensi pernapasan, perubahan irama napas, sianosis, kesulitan berbicara/mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas, dispneu, sputum dalam jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, ortopnea, gelisah, mata terbuka lebar. Analisa : Berdasarkan teori diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat diangkat menjadi prioritas karena ditemukan data yang menunjang pada klien seperti didapatkan suara ronkhi pada apeks paru klien (+/+), klien mengalami batuk produktif disertai bercak darah dan peningkatan frekuensi pernapasan. Sementara itu sianosis tidak terjadi karena transpor oksigen ke daerah perifer pada klien masih adekuat ini dibuktikan dengan hasil saturasi oksigen masih normal yaitu 99%.

22 Intervensi Tujuan : klien menunjukkan bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dan kriteria hasil : batuk dan dahak berkurang, dahak tidak bercampur bercak darah, klien dapat batuk secara efektif, auskultasi bunyi napas vesikuler pada paru atas (apeks), RR normal (16-20 x/m).  Rencana Asuhan Keperawatan menurut Muttaqin (2008, h.94) diantaranya yaitu, kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas.); kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya hemoptisis; berikan posisi semifowler / fowler tinggi dan bantu klien berlatih napas dalam dan batuk efektif; pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, bila perlu lakukan penghisapan (suction); kolaborasi pemberian oksigen ; obat sesuai indikasi OAT; Agen mukolitik sesuai indikasi; Bronkodilator; Kortikosteroid.

23 Pada klien merencanakan intervensi keperawatan sebagai berikut :
Kaji bunyi napas, frekuensi, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas; catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/dahak efektif; anjurkan mempertahankan intake cairan 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan, berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien napas dalam (batuk tidak keras dan buang dahak di sputum pot yang berisi cairan lisol); berikan oksigen inspirasi; berikan inhalasi sesuai program (ventolin 2,5 mg), berikan obat Ca Glukonas, Vitamin K dan Vitamin C sesuai program;

24 Analisa : Ada beberapa intervensi dalam teori yang tidak penulis rencanakan pada pasien diantaranya bersihkan sekret dari mulut dan trakhea atau penghisapan (suction), kolaborasi pemberian oksigen inspirasi yang lembab, kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT, kolaborasi pemberian agen mukolitik sesuai indikasi, kolaborasi pemberian Kortikosteroid sesuai indikasi. Tidak dilakukannya suction pada klien dikarenakan klien masih mampu mengeluarkan dahak secara mandiri, oksigen tidak diberikan karena saturasi O2 masih normal 99% berarti transpor oksigen ke jaringan masih adekuat. Penulis juga tidak merencanakan tindakan batuk efektif dikarenakan pada klien ditemukan batuk bercampur bercak darah yang merupakan kontraindikasi dari batuk efektif. Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan dikarenakan kortikosteroid diindikasikan bila terjadi perikaditis tuberkulosis dan meningitis tuberkulosis sementara pada klien penulis tidak ditemukan.

25 Sementara itu pada intervensi penulis menambahkan rencana kolaborasi berikan obat sesuai terapi dokter yaitu berikan obat Ca Glukonas, Vit K dan Vit C sesuai program sebagai penatalaksanaan farmakologis untuk mengatasi bercak darah pada klien. Pemberian Ca glukonas jika diindikasikan ada pendarahan masif, obat ini berguna untuk melancarkan peredaran darah. Vitamin K berguna untuk membantu proses pembekuan darah dan menghentikan pendarahan, sementara Vitamin C berperan dalam membantu jaringan tubuh yang rusak.

26 Implementasi Implementasi yang dilakukan pada klien sudah sesuai dengan rencana keperawatan yang penulis buat Analisa : Pada implementasi membantu napas dalam, penulis menambahkan menganjurkan klien untuk tidak batuk secara keras dan membuang dahak di pot sputum yang berisi cairan lisol.

27 Evaluasi Diagnosa masalah jalan napas belum efektif, hal ini masih ditemukan Data subjektif : klien mengatakan masih batuk, dahak berwarna putih, bercak coklat (-), Data objektif : auskultasi bunyi napas klien masih terdengar ronkhi basah di apeks paru +/+, frekuensi napas 20 x/m, napas dalam, klien terlihat lebih segar. Intervensi dilanjutkan di rumah, pasien pulang. Analisa : tidak semua indikator yang diharapkan dapat ditemukan. Ada beberapa indikator yang masih terdapat pada pasien seperti masih ditemukannya bunyi ronkhi saat ekspirasi. Diagnosa belum teratasi. Pada intervensi lanjutan di rumah ditambahkan kolaborasi pemberian OAT pada pasien

28 SIMPULAN Data pengkajian yang ditemukan pada klien sesuai dengan tanda dan gejala klinis yang terjadi pada pasien TBC namun ada beberapa gejala yang tidak ditemukan seperti keringat malam, sesak napas dan nyeri dada. Pada hasil pemeriksaan diagnostik usap BTA juga tidak sesuai dengan teori karena tiga kali pemeriksaan BTA hasilnya negatif. Diagnosa prioritas yang ditemukan pada klien yaitu ketidakefektifan Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental/ darah, penegakkan diagnosa ini didukung oleh tanda dan gejala yang ditemukan pada klien yaitu adanya batuk dahak bercampur bercak darah, saat auskultasi terdapat ronkhi pada apeks paru +/+.

29 Rencana keperawatan disesuaikan antara teori dan kasus kelolaan
Rencana keperawatan disesuaikan antara teori dan kasus kelolaan. Ada beberapa intervensi dalam teori yang tidak direncanakan pada klien seperti suction, batuk efektif, pemberian obat kortikosteroid dan pemberian terapi oksigen. Sementara pada tahap implementasi keperawatan yang telah ada dalam rencana keperawatan dapat dilakukan semua pada klien. Evaluasi terakhir tanggal 20 September 2013 dari diagnosa tersebut ada beberapa kriteria yang tidak terpenuhi yaitu masih ditemukannya bunyi napas ronkhi basah pada apeks paru dan untuk intervensi lanjutan di rumah penulis menambahkan kolaborasi pemberian OAT ketegori I (RHZE) 3 tablet per hari, ajarkan batuk efektif dan napas dalam, anjurkan untuk tidak meludah sembarangan dan menutup bersin dengan benar, motivasi klien untuk minum obat OAT secara teratur, tidak putus obat, dan istirahat beberapa hari di rumah selama fase penyembuhan.


Download ppt "POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google