Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSuharto Sugiarto Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
INDIKASI PIDANA DALAM PENDAFTARAN TANAH
2
Indikasi Pidana Dalam praktek pertanggung jawaban pidana senantiasa sangat dikaitkan dengan perbuatan sengaja (dolus) dan atau karena kelalaian (culfa). Pembuktian adanya unsur kesengajaan dan kelalaian sangat diperlukan misalnya tentang pembuatan data-data fisik maupun data yuridids dalam pendaftaran tanah, dicurigai adanya kesalahan terhadap penentuan tugu/batas patok yang memenuhi syarat teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, karena di banyak daerah tugu batas/patok adalah apa yang selama ini diyakini masyarakat secara alamiah baik itu berupa pohon, batas tegalan sungai dan sebagainya. Maka dalam hal ini penyidik Polri harus proaktif melakukan penelitian/investigasi tentang batas-batas tanah yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan di lapangan.
3
Dalam banyak kasus data fisik ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Hal ini patut diduga apakah ada kelalaian dan kesengajaan dari aparat membuat tugu batas/patok dalam buku tanah yang bersangkutan. Disamping itu perlu diteliti apakah ada perbuatan memindahkan batas/patok yang asli dan menggantikannya dengan patok lain yang tidak sesuai dengan ukuran semula. Perbuatan itu dapat dikualifikasi sebagai perbuatan perusakan barang yang diancam dengan Pasal 406 dan Pasal 407 ayat (1) KUHP.
4
Kejahatan ini merupakan perbuatan sengaja melakukan perusakan atau pemindahan patok batas yang bersangkutan oleh pemohon hak ataupun oleh petugas BPN. Dalam hal ini patut diduga adanya indikasi kolusi. Disamping itu peran Kepala Desa ataupun Lurah sangat menetukan dalam hal pembuatan surat keterangan tidak adanya silang sengketa yang kemudian dikuatkan dengan surat keterangan Camat setempat terhadap tanah yang bersangkutan. Tidak mustahil hal ini dapat terjadi kerena adanya kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat atas tanah. Perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana memberikan keterangan palsu/pemalsuan dokumen, yang dilakukan dengan penyertaan/turut serta (deelnemiing), perbuatan mana diancam dengan pasal 263 dan 264 KUHP yang ditegaskan sebagai berikut:
5
Pasal 263 KUHP: (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 tahun; (2) Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan yang terdapat pada Pasal 263 di atas adalah sebagai berikut:
6
Pasal 263 Ayat (1) Unsur Objektif: Perbuatan, yaitu: (i) membuat palsu; atau (ii) memalsukan Objeknya adalah ‘surat’, (i) yang dapat menimbulkan sesuatu hak; (ii) yang menimbulkan suatu perikatan; (iii) yang menimbulkan pembebasan hutang; atau (iv) yang diperuntukkan sebagai bukti pada sesuatu hal. Dapat menimbulkan kerugian dari pemakaian surat tersebut. Unsur Subjektif “Dengan maksud” untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
7
Pasal 263 Ayat (2) Unsur Objektif: a. Perbuatan, yaitu: “memakai”. b. Objeknya adalah: (i) Surat palsu; (ii) Surat yang dipalsukan; atau (iii) pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian Unsur Subjektif : Dengan sengaja
8
Pemalsuan surat yang diperberat
Hukuman maksimum dinaikan menjadi 8 (delapan) tahun penjara apabila menurut Pasal 264, pemalsuan dilakukan terhadap: Akta-akta otentik; Surat hutang atau surat tanda hutang (certificaat) dari suatu negara atau bagian dari negara itu atau dari suatu lembaga umum (openbare instelling); Sero atau surat hutang (obligasi) atau surat tandanya dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan; Talon atau deviden atau tanda bunga dari surat-surat tersebut di atas ke-2 dan ke-3; Surat kredit atau surat dagang yang dapat diedarkan. Pemakaian surat ini dapat dihukum dama dalam Ayat (2).
9
Penyidik Polri perlu menentukan apakah perbuatan penyertaan/turut serta (deelneming), apakah termasuk turut serta yang berdiri sendiri (zelf standing deelnemers) atau termasuk turut serta yang assesoir (accessoire deelnemers). Penentuan ini adalah untuk menentukan pertanggung jawaban pelaku, apakah pelaku itu masing-masing berdiri sendiri, dengan kualitas perbuatan yang berbeda dan hukuman yang berbeda bagi masing-masing pelaku. Atau apakah perbuatan itu dilakukan antara pelaku dengan pelaku lainnya, saling berhubungan satu sama lain dalam arti perbuatan yang satu dianggap ada jika adanya perbuatan dari pelaku yang lain, sehingga pertanggung jawaban pelaku dinilai sama dan dijatuhin hukuman yang sama.
10
Para petugas BPN sebaga instansi yang berwenang, dalam hal penerbitan sertifikat hak-hak atas tanah, perlu terlebih dahulu memeriksa rekaman data fisik dan data yuridis dalam buku tanah, supaya penerbitan sertifikat tidak tumpang tindih atau terdapat dua (2) sertifikat atau lebih di atas satu (1) bidang tanah. Kemungkinan juga bisa terjadi di atas sertifikat Hak Milik dikeluarkan pula Hak Guna Usaha (HGU). Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan mengadukan masalahnya ke pihak kepolisian, maka pihak Polri harus melakukan investigasi tentang proses, prosedur, dan jika perlu atas kewenangannya dapat melihat buku tanah yang bersangkutan, berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 132 KUHAP.
11
Dalam rangka penyidikan kasus tersebut, pihak Polri dapat mempergunakan hukum pidana umum sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Pembuktian yang menyangkut peristiwa pidana tersebut dapat dilakukan sesuai dengan Pasal 164 HIR/Pasal 184 KUHAP yang dimulai dari bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah yang dapat diambil dari dokumen para saksi maupun tersangka dalam kasus tersebut. Diantara bukti tersebut yang paling dominan diperhatikan adalah bukti tertulis baik dalam akta autentik maupun dalam bukti tulisan lainnya.
12
Sesuai dengan paparan di atas maka kebijakan kriminalisasi terhadap kasus tindak pidana dalam hukum pertanahan adalah sesuai dengan ajaran hukum pidana yang menganut asas melawan hukum materil, dalam arti bahwa perbuatan pidana tidak hanya merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tertulis saja, tetapi termasuk juga perbuatan yang bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Alasan pengecualian hukuman dari perbuatan tersebut, harus dicari juga berdasarkan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
13
Dengan berlakunya ajaran melawan hukum materil maka ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP telah berlaku negatif, yaitu asas legalitas yang menentukan bahwa seseorang tidak dapat dihukum kecuali undang-undang mengaturnya terlebih dahulu, ketentuan ini telah tereliminasi dengan berlakunya asas melawan hukum materil.
14
Sifat melawan hukum dari satu perbuatan dianggap ada secara diam-diam meskipun tidak dengan tegas dirumuskan dalam delik pidana. Untuk membuktikan adanya sikap melawan hukum, dapat dipakai asas perbuatan melawan hukum on recht matigedaad yang berlaku dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu perbuatan melawan hukum dapat ditafsirkan sebagai membuat sesuatu atau melalaikan sesuatu yang (a) melanggar hak orang lain, (b) bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) dari yang melakukan perbuatan itu, (c) bertentangan dengan baik kesusilaan maupun asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai penghormatan diri orang lain atau barang orang lain.
15
Meskipun kebijakan kriminalisasi tidak ada dalam perundang-undangan pertanahan, khususnya dalam pendaftaran tanah, namun terhadap kejahatan dan pelanggaran dalam pendaftaran dan penerbitan sertifikat tanah, pihak Polri dapat melakukan penyidikan dengan KUHP atau pidana umum.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.