Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN SALAF/WAHABI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN SALAF/WAHABI"— Transcript presentasi:

1 KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN SALAF/WAHABI
Pertemuan ke 10

2 Paradigma Pemikiran Salafi
Kecenderungan sikap umat Islam pada umumnya ketika melihat mulai merosotnya komitmen penguasa muslim (rezim Umayyah) adalah diam, bisa karena ketidak berdayaan, dan bisa karena menghindari pertikaian yang menjurus pada peperangan. Bahkan kemudian kebanyakan umat berusaha untuk lebih akomodatif terhadap pola yang dikembangkan penguasa rezim tersebut. Merekalah yang kemudian dikenal sebagai mayoritas Ahlussunnah yang moderat dan akomodatif terhadap kecenderungan pemikiran manusia yang berubah dan berkembang.

3 Melihat kecenderungan pemikiran mayoritas sunni yang pluralistik dalam fiqih, akomodatif terhadap tradisi (budaya) setempat, dan terhadap segala model pemikiran yang berasal dari manapun terutama dari filsafat hellenistik, yang ini sebenarnya menandakan sebuah dinamika umat menghadapi perubahan karena persinggungannya dengan peradaban yang lebih mapan, maka ada diantara sebagian kaum sunni (salaf) berusaha melakukan self-kritik berdasar paradigma ortodoksinya untuk melakukan pemurnian ajaran dengan berusaha menolak segala bentuk praktek keagamaan yang dianggap menyimpang (bid’ah) dari praktek keagamaan yang dicontohkan Rasulullah saw.

4 Membangun Doktrin Eksklusif
Kalau Khawarij merupakan cerminan dari sikap politik yang berbasis tradisi baduwi, maka salafi yang kemudian dilanjutkan oleh Wahabi merupakan cerminan dari sikap puritanisme yang berbasis pula pada tradisi baduwi. Ia memisahkan diri dari mayoritas umat yang sunni berdasar keprihatinan melihat maraknya penyimpangan praktek keagamaan (ritual) umat. Untuk ukuran zaman itu dan dalam konteks tradisi arab dan kewilayahan barangkali memang dibutuhkan dan merupakan sikap awal yang efektif dlm mempertahankan kemurnian ajaran yang kemudian dijadikan ruh (spirit) pejuangan melawan ancaman dari luar.

5 Dengan spirit paham kemurnian ajaran, mereka membangun doktrin yang relatif eksklusif dibanding dengan doktrin yang dikembangkan kaum mayoritas sunni yang dipandegani oleh pemikiran Al- Asy’ari dibidang teologi, dan pemikiran Imam Syafi’i dan madzhab sunni yang lain dibidang fiqih, serta pemikiran Imam Ghozali di bidang tasawuf. Dengan berbasis pemikiran Imam Ahmad bin hambal yang tekstual dan menolak metode ta’wil, dalam arti apa yang telah ditetapkan Al-qur’an dan dijelaskan oleh al-hadits harus diterima dan tak boleh ditolak, adalah merupakan dasar doktrinnya, sedang akal tidak lebih berfungsi sebagai saksi dan pembenar saja.

6 Sang Tokoh Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Minhaj as-sunnah dengan tegas menolak metode rasional Mu’tazilah yang menetapkan adanya harmoni (kesesuaian) naql (transferensi) dengan ‘aql (nalar). Apabila terjadi kontroversi antara keduanya, maka yang digunakan adalah nalar dengan melakukan interpretasi alegoris (ta’wil) terhadap naql (transferensi). Ibnu Taimiyyah menawarkan metode alternatif, yaitu harmonitas rasional yang jelas dengan periwayatan yang valid. Maka, jika terjadi kontraversi diantara nalar dan naql, ia menyerahkan (penyelesaian) pada naql karena yang mengetahuinya hanyalah Allah semata.

7 Epistemologi Ibnu Taimiyyah tidak mengizinkan terlalu banyak intelektualisasi, termasuk menolak interpretasi (ta’wil), sebab baginya dasar ilmu pengetahuan manusia terutama ialah fitrahnya. Dengan fitrah-nya itu manusia mengetahui tentang baik dan buruk, dan tentang benar dan salah. Fitrah yang merupakan asal kejadian manusia, yang menjadi satu dengan dirinya melalui intuisi, hati kecil, hati nurani, dan lain-lain, diperkuat oleh agama yang disebut sebagai fitrah yang diturunkan, maka metodologi kaum kalam baginya adalah sesat.

8 Tiga Pokok Ajaran Salaf
1. Keesaan dzat dan sifat Allah, Salaf menegaskan bahwa sifat-sifat, nama-nama, perbuatan dan keadaan Allah adalah seperti yang tersebut dalam Al-qur’an dan hadis dmaknai sebagaimana arti lahiriyahnya (tapi menghindari penafsiran secara indrawi) dengan batasan, keadaan-Nya berbeda dengan makhluk-Nya (mukhalafatu lil khawaditsi ), karena Tuhan itu suci dari sesuatu yang ada pada makhluknya. Dengan arti lain, bahwa pemahaman yang digunakan ialah diantara “ta’thil” (peniadaan sifat) sama sekali dan “tasybih” (penyerupaan Tuhan dengan makhluknya).

9 2. Keesaan penciptaan oleh Allah, bermakna bahwa segala sesuatu yang diciptakan allah itu merupakan karya Allah mutlak, tanpa sekutu dalam penciptaannya, tiada yang merecoki kekuasaannya, segala sesuatu datang dari pada-Nya, dan segala sesuatu kembali kepada-Nya. Dari kajian ini, maka timbul persoalan baru apakah perbuatan manusia itu “jabbar” (determinasi) yang merupakan produk naql dan menolak atas praksis akal, atau “ikhtiari” (liberasi) yang merupakan produk akal dan interpretasi alegotis-metaforis terhadap naql (wahyu). Mereka mengambil sikap dan pemahaman antara paham mu’tazilah dan asy’ariyah .

10 3. Keesaan ibadah kepada Allah, dimaksudkan adalah bahwa ibadah tidak dihadapkan serta dilaksanakan kecuali kepada Allah, dengan secara ketat mengikuti ketentuan syara’ dan tidak didorong oleh tujuan lain, kecuali untuk dan sebagai sikap taat serta pernyataan syukur kepada-Nya. Kajian ibadah tidak dimasudkan untuk melihat sah-batalnya dan tidak pula dalam tinjauan rukun dan syaratnya, tetapi yang dikehendaki adalah ada tidaknya jiwa tauhid didalam ibadah (ritual) itu.

11 Konsekwensi dimasukkan ibadah dalam kajian teologi kaum salaf melahirkan tindakan praksis yaitu: pelaragan mengangkat manusia (hidup atau mati) sebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan, larangan memberi nazar kepada kuburan atau penghuninya atau penjaganya, dan larangan ziarah kubur orang saleh dan para nabi.

12 Ajaran Puritan Wahabiyah
Kaum wahabi atau mereka lebih suka disebut kaum muwahhidin adalah penerus paham salaf versi madzhab Ahmad bin Hambal, yang sebelumnya telah dipopulerkan oleh Ibnu Taimiyyah. Dasar keprihatinan yang mendorong lahirnya aliran ini kalau dilihat dari pokok ajaranya adalah upaya pemurnian kembali ajaran Islam sebagaimana mestinya yang diajarkan Rasulullah dengan jargon menegakkan sunnah dan memberantas bid’ah dan khurafat yang menimpa kaum muslimin yang diindikasikan sebagai sebab terjadinya kemunduran umat Islam.

13 Prinsip doktrinnya meliputi :
1. Penyembahan kepada selain Allah adalah salah, dan bagi pelakunya wajib dibunuh. 2. Pencarian pengampunan Tuhan dengan mengunjungi makam orang saleh adalah musyrik. 3. Penyebutan kata penghormatan dalam salat terhadap nama nabi (misal kata: sayyidina) adalah musyrik. 4. Mempelajari dan mengajarkan suatu ilmu yang tidak bersumber pada al-qur’an dan sunnah atau hanya bersumber akal semata adalah kufur .

14 5. Menafsiri al-qur’an melalui cara pena’wilan adalah kufur karena mengingkari kadar dalam semua perbuatan. 6. Dilarang memakai buah tasybih dalam berdzikir dan berdoa (wiridan), cukup menghitung dengan menggunakan keratan jari saja. 7. Sumber syari’at dalam soal halal dan haram hanya al-qur’an dan as-sunnah. Perkataan mutakallimin dan fuqaha’ tidak menjadi pegangan. 8. Pintu ijtihad terbuka bagi siapapun asal memenuhi syarat sebagai mujtahid.

15 Sedang tradisi umat yang masuk lingkup bid’ah antara lain:
1.Berkumpul dalam merayakan maulid Nabi, berdzikir (wiridan) bersama, berdoa melalui tawassul, dan buku yang mengajarkan tawasulat harus dirampas dan dibakar karena dianggap sumber kesesatan. 2. Kehidupan serta kebiasaan sehari-hari yang tidak terdapat dimasa Nabi adalah bid’ah dan harus diberantas sampai kepada yang sekecil-kecilnya. Seperti merokok, minum kopi dan sebagainya.

16 Kritik Atas Paham Wahabi
Mengingat dasar keprihatinan doktrinnya yang purifikatif itu, maka nilai positif yang diperoleh umat Islam hanya sebatas normatif dan biasanya tidak tahan menghadapi perubahan karena pahamnya yang kurang akomodatif dan cenderung eksklusif. Disamping itu karena doktrin wahabi ini mengedepankan kemurnian ajaran, maka dalam kiprah dakwahnya mengakibatkan munculnya potensi konflik internal umat, yang menurut istilah Kang Jalaluddin Rakhmat akibat dari selalu mendahulukan fiqih daripada akhlak.


Download ppt "KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN SALAF/WAHABI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google