Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Rustamaji Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat UGM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Rustamaji Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat UGM"— Transcript presentasi:

1 Rustamaji Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat UGM
Farmakoterapi Rasional Hipertensi Rustamaji Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat UGM

2 Definisi The rational use of drugs requires that patients receive medications appropriate to their clinical needs, in doses that meet their own individual requirements for an adequate period of time, and at the lowest cost to them and their community. WHO conference of experts Nairobi 1985

3 Patient Centred Care Treatment and care should take into account people’s needs and preferences. People with hypertension should have the opportunity to make informed decisions about their care and treatment, in partnership with their healthcare professionals. If people do not have the capacity to make decisions, healthcare professionals should follow the Department of Health’s advice on consent and the code of practice that accompanies the Mental Capacity Act (NICE Clinical Guidelines 127)

4 Six steps of therapeutic decision process
Step 1: Define the patient’s problem Step 2: Specify the treatment objective Step 3: Select the intervention Step 4: Start the treatment Step 5: Give information to the patient Step 6: Monitor (or stop?) treatment (WHO, 1994)

5 SBP-Associated Risks: MRFIT
SBP versus DBP in Risk of CHD Mortality 80.6 48.3 CHD Death Rate 37.4 43.8 34.7 31.0 38.1 25.5 23.8 24.6 MRFIT showed that SBP is a stronger predictor of CHD mortality than DBP in men of all age groups except those 35 to 39 years of age. This study examined the relative risk of CHD mortality as a function of SBP and DBP in 353,340 screened men who were followed for an average of 12 years. A strong, graded relationship was evident between SBP at every level >110 mm Hg and death due to CHD. Differences in CHD-related mortality at various DBP levels were relatively small.24 Results from MRFIT strongly support the conclusion that SBP is a better indicator of increased CHD risk than DBP. This conclusion prompted the recent recommendation by the Coordinating Committee, National High Blood Pressure Education Program, National Heart, Lung, and Blood Institute, that SBP should “…become the principal clinical end point for the detection, evaluation, and treatment of hypertension, especially in middle-aged and older Americans.”26 25.3 20.6 16.9 25.2 24.9 13.9 10.3 12.8 11.8 12.6 100+ 160+ 11.8 90–99 8.8 80–89 8.5 140–159 9.2 Diastolic BP (mm Hg) 75–79 120–139 Systolic BP (mm Hg) 70–74 <70 <120 Adapted from Neaton JD et al. Arch Intern Med. 1992;152:56-64.

6 Target Penurunan Tekanan Darah
Secara umum di bawah 140/90mmHg Pasien dengan dengan risiko tinggi (DM, penyakit ginjal kronik, penyakit arteri koroner, stroke iskemi) 130/80 mmHg HOT Study : kejadian kardiovaskuler lebih rendah pada pasien diabetes dengan tekanan darah di bawah 80 mmHg dari pada 90 mmHg (n= 1501), makin rendah tekanan darah risiko kejadian kardiovaskuler lebih rendah pada pasien paska penyakit jantung iskemia (n=3080)

7 Hansson L, Zanchetti A, Carruthers SG, et al, 1998, the HOT Study Group. Effects of intensive blood-pressure lowering and low-dose aspirin in patients with hypertension: principal results of the Hypertension Optimal Treatment (HOT) randomised trial. Lancet 351:

8 Target Penurunan Tekanan Darah (lanjutan)
ACCORD –BP(2010) : Pada pasien diabetes (n= 4733) yang mendapatkan terapi intesif (target TD 120, jumlah obat =3,4, TD tercapai 119,3mmHg) di bandingkan yang mendapatkan terapi standar (target TD 140,jumlah obat 2,1, TD tercapai 133,5mmHg) menunjukkan tidak ada perbedaan untuk kejadian non fatal MI, non fatal stroke, dan kematian karena CV namun terdapat perbedaan atas kejadian stroke

9 Pendekatan Terapi (JNC VII)

10

11 Kelas Terapi Diuretik Thiazid Loops Hemat kalium Antagonsi Aldosteron
Chlortalidone HCT Indapamide Metolazone Furosemide Bumetanide Amiloride Triamterene Eplerenone Spironolactone

12 Kewaspadaan Terhadap Diuretik Thiazid
Pemberian pagi hari unutk menghindari diuresis di malam hari Thiazid secara umum lebih dapat diterima dari pada loop diuretik Dosis lazim unutk mengurangi efek metabolik HCT menjadi pilihan Perlu monitoring untuk pasien dengan gout dan hiponatremia

13 Kewaspadaan Terhadap Loop Diuretik
Pemberian pagi dan sore hari untuk menghindari diuresis malam hari Dosis lebih tinggi mungkin diperlukan unutk pasien dengan penurunan glomerular filtration rate atau gagal jantung

14 Kewaspadaan Terhadap Diuretik Hemat Kalium
Pemberian pagi dan sore hari akan mencegah diuresis di malam hari Obat ini diberikan terutama pada pasien dengan hipokalemia setelah pemberian tiazid Kontraindikasi unutk pasien gangguan ginjal kronik (Kliren kreatinin <30ml/min) Dapat menyebabkan hiperkalemia dalam kombinasi dengan ACE inhibitor, ARB, renin inhibitor, atau suplementasi kalium

15 Kewaspadaan Terhadap Diuretik Aldosteraon Antagonis
Pemberian pagi dan sore hari unutk mencegah diuresis di malam hari Epleneron dikontraindikasikan untuk pasien dengan klirens kreatinin < 50ml/menit, kenaikan serum kreatinin (>1,8mg/dl untuk wanita dan >2mg/ml untuk pria) DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria Spironolactone digunakan untuk ad on terapi pada pasien dengan gangguan renal kronik (kliren kreatinin , 30ml/menit) Dapat menyebabkan hiperkalemia dalaam kombinasi dengan ACE inhibitor, ARB, inhibitor renin, dan suplemantasi kalium

16 Kelas Terapi ACE Inhibitor
Benazepril Captopril Enalapril Fisinopril Lisinopril Moexipril Perindopril Quinapril Ramipril Trandolapril

17 Kewaspadaan Terhadap Penggunaan ACE-inhibitor
Mungkin menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal kronik, menerima obat hemat kalium, antagonis aldosteron, ARB dan renin inhibitor Gagal ginjal pada pasien stenosis arteri renalis bilateral Tidak digunakan pada kehamilan dengan riwayat angioedema Dosis awal dikurangi 50% pada pasien usia lanjut untuk mengurangi risiko hipotensi

18 Kelas Terapi Antihipertensi ARB
Candesartan Eprosartan Irbesartan Losartan Olmesartan Telmisartan Valsartan

19 Kewaspadaan Terhadap ARB
Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal kronik menerima suplementasi kalium Aldosteron antagonis ACE inhibitor Renin inhibitor Dapat menyebabkan gagal ginjal kronik pada pasien dengan stenosis arteri renalis Tidak menyebabkan batuk kering Tidak boleh digunakan pada kehamilan Dosis diturunkan setengahnya pada pemakaian dalam ombinasi dengan diuretik, usia lanjut

20 Kelas Terapi Calcium Chanel Bloker Dihydropyridine
Amlodipine Felodipine Isradipine Nicardipine Nifedipine Nisoldipine

21 Kewaspadaan terhadap Dihydropyridine
Sifat vasodiatatornya kuat Lebih poten daripada non dihhydropyridine Short acting (nifedipine imidiate release), nicardipine, sebaiknya tidak digunakan Dapat menyebabkan takikardi, dizziness, sakit kepala, flushing, edema perifer Ada manfaaatnya untuk Raynoud’s syndromme

22 Kelas Terapi Calcium Chanel Blocker Non Dihydropyridine
Diltiazem Verapamil

23 Kewaspadaan Terhadap Non Dihyropyridine
Sediaan lepas lambat lebih baik Dapat menurunkan heart rate Mungkin menyebabkan heart block terutama dalam kombinasi dengan -blocker Bermanfaat unutk pasien dengan takiaritmia Beberapa sediaan menunjukkan profil farmakokinetika yang pelepasannya memerlukan waktu beberapa jam setelah pemberian

24 Kelas Terapi Antihipertensi β-bloker Selektif
Atenolol Betaxolol Bisoprolol Metoprolol

25 Kewaspadaan Terhadap -Bloker Selektif
Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi Penghambatan reseptor -1 pada dosis rendah dan sedang Penghambatan reseptor -2 pada dosis tinggi yang dapat memicu eksaserbasi asma Bermanfaat pada pasien dengan atrial takiaritmia atau preoperatif

26 Kelas Terapi Antihipertensi β-bloker Non-selektif
Nadolol Propranolol Timolol

27 Kewaspadaan Terhadap β-bloker Non-Selektif
Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi Penghambatan reseptor -1 dan -2 pada semua dosis yang dapat memicu eksaserbasi asma Bermanfaat pada pasien dengan tremor esensial, migrain, dan thyrotoxicosis

28 Kelas Terapi Simpatomimetik
Acebotolol Carteolol Penbutolol Pindolol

29 Kewaspadaan Terhadap Simpatomimetik
Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi Penghambatan parsial reseptor  Keunggulan obat ini masih menjadi kontroversi Kontraindikasi untuk pasien post MI

30 Kelas Terapi Kombinasi  dan β -blocker
Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi Blokade reseptor  menyebabkan vasodilatasi dan othostatik hipotensi Carvedilol Labetalol

31 Kelas Terapi -Bloker Doxazosin Prasozin Terasozin
Dosis awal saat menjelang tidur Perubahan postur tubuh harus pelan-pelan Bermanfaat pada pasien dengan BPH

32 Kelas Terapi Renin Inhibitor
Aliskiren Menyebabkan hipokalemia pada pasien dengan gangguan ginjal kronik DM suplementasi kalium aldosteron antagonis ARB ACE inhibitor Menyebabkan gagal ginjal pada stenosis arteri renalis

33 Kelas Terapi -agonis Clonidin Methyldopa
Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi Dalam kombinasi dengan diuretik memberikan manfaat yang lebih baik

34 Kelas Terapi Adrenergik Perifer Antagonis
Dalam kombinasi dengan diuretik memberikan manfaat yang lebih baik Reserpin

35 Kelas Terapi Direct Vasodilatator
Kombinasi dengan diuretik dan β-bloker memberikan manfaat klinik yang lebih baik unutk menghindari retensi urine dan reflek takikardia Minoxidil Hydralazine

36 Terima Kasih


Download ppt "Rustamaji Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat UGM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google