Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MEKANISME PERADILAN HAM DALAM MENANGANI PELANGGARAN HAM BERAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MEKANISME PERADILAN HAM DALAM MENANGANI PELANGGARAN HAM BERAT"— Transcript presentasi:

1 MEKANISME PERADILAN HAM DALAM MENANGANI PELANGGARAN HAM BERAT
Muhammad Iftar Aryaputra

2 Proses peradilan merupakan bagian dari mekanisme litigasi;
Proses peradilan: keseluruhan proses penanganan perkara hukum, yang membentang dari awal hingga akhir; Dalam peradilan pidana, melibatkan sub sistem peradilan pidana; Sub sistem peradilan pidana bisa berbeda-beda, tergantung karakteristik kasusnya; Untuk tindak pidana umum (tindak pidana yang diatur dalam KUHP) melibatkan sub sistem kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, dan pemasyarakatan; Untuk tindak pidana pelanggaran HAM berat, melibatkan sub sistem Komnas HAM, Kejaksaan (Jaksa Agung), Pengadilan HAM, dan pemasyarakatan.

3 PERADILAN TINDAK PIDANA UMUM
SISTEM PERADILAN PIDANA POLISI KEJAKSAAN PENGADILAN NEGERI LP Tempat pelaksanakan putusan pemidanaan Pembinaan terpidana Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Memeriksa dan memutus perkara

4 PERADILAN TINDAK PIDANA HAM BERAT
SISTEM PERADILAN PIDANA KOMNAS HAM KEJAKSAAN (Jaksa Agung) PENGADILAN HAM LP Tempat pelaksanakan putusan pemidanaan Pembinaan terpidana Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Memeriksa dan memutus perkara

5 HUKUM ACARA PERADILAN HAM
Pasal 10 UU Pengadilan HAM, mengatur bahwa “dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana”; Dengan demikian, UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) ditentukan sebagai ketentuan umum (lex generalis), kecuali ditentukan lain dalam UU Pengadilan HAM (sebagai lex specialis).

6 TAHAP PENYELIDIKAN Dalam peradilan HAM, Komnas HAM merupakan sub sistem yang memiliki fungsi penyelidikan; Didirikan melalui Keppres No. 50 Tahun 1993, yang kemudian diperkuat dalam UU No. 39 Tahun tentang HAM; Komnas HAM merupakan lembaga negara (government organisation) yang sifatnya mandiri, yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia;

7 Menurut KUHAP Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan; Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan; Pengecualian, dalam pelanggaran HAM berat, penyelidiknya adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Pasal 18 ayat (1) UU No. 26 Tahun tentang Pengadilan HAM);

8 TAHAP PENYELIDIKAN Kewenangan Komnas HAM untuk menyelidik diatur dalam UU HAM dan UU Pengadilan HAM; Komnas HAM menjadi satu-satunya lembaga penyelidik dalam pelanggaran HAM berat. Hal ini dikarenakan Komnas HAM bersifat independen; Obyek penyelidikan: peristiwa yg diduga merupakan pelanggaran berat HAM; Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota Komnas dan Unsur Masyarakat (Pasal 18 ayat (2) UU Pengadilan HAM); Unsur masyarakat: meliputi tokoh dan anggota masyarakat yang profesional, berdedikasi, berintegritas tinggi, dan menghayati di bidang hak asasi manusia (Penjelasan Pasal 18 ayat (2) UU Pengadilan HAM).

9 TAHAP PENYELIDIKAN Kewenangan Penyelidik Komnas HAM (Pasal 19 UU Pengadilan HAM): melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang patut diduga terdapat pelanggaran HAM berat; menerima laporan atau pengaduan, serta mencari keterangan dan barang bukti; memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya; memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya; meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu; memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya;

10 TAHAP PENYELIDIKAN Kewenangan Penyelidik Komnas HAM (Pasal 19 UU Pengadilan HAM): atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: pemeriksaan surat; penggeledahan dan penyitaan; pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan; bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu; mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.

11 TAHAP PENYELIDIKAN Apabila penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran HAM berat, penyelidik memberitahukan hal itu kepada penyidik (Pasal 19 ayat (2) UU Pengadilan HAM); Apabila Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik (Pasal 20 ayat (1) UU Pengadilan HAM); Komnas HAM menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada penyidik, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan (Pasal 20 ayat (2) UU Pengadilan HAM);

12 TAHAP PENYELIDIKAN Apabila penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut (Pasal 20 ayat (3) UU Pengadilan HAM).

13 TAHAP PENYIDIKAN Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya; Penyidik: pejabat Polri atau pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan; Khusus dalam pelanggaran HAM berat, yang menjadi penyidik adalah Jaksa Agung (Pasal 21 ayat (1) UU Pengadilan HAM) Penyidik kasus pelanggaran HAM berat tidak berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan, karena kewenangan ini terletak pada penyelidik, yaitu Komnas HAM (Pasal 21 ayat (2) UU Pengadilan HAM);

14 TAHAP PENYIDIKAN Dalam penyidikan, Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc, yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah (Pasal 21 ayat (3) UU Pengadilan HAM); Unsur masyarakat terdiri dari organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan yang lain seperti perguruan tinggi. kata “dapat” dimaksudkan agar Jaksa Agung dalam mengangkat penyidik ad hoc dilakukan sesuai dengan kebutuhan;

15 TAHAP PENYIDIKAN Penyidik wajib menyelesaikan penyidikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari, sejak hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap (Pasal 22 ayat (1)); Masa penyidikan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM (Pasal 22 ayat (2)); Masa penyidikan dapat diperpanjang kedua kalinya, paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM (Pasal 22 ayat (3)); Apabila dalam proses penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, maka wajib dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Jaksa Agung (Pasal 22 ayat (4));

16 TAHAP PENYIDIKAN Setelah keluar SP3, penyidikan hanya dapat dibuka kembali dan dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain yang melengkapi hasil penyidikan untuk dilakukan penuntutan (Pasal 22 ayat (5)); Apabila penghentian suatu kasus pelanggaran HAM berat tidak dapat diterima oleh korban/keluarganya, maka korban, keluarga sedarah/semenda berhak mengajukan praperadilan kepada Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal 22 ayat (6)).

17 TAHAP PENUNTUTAN Penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung (Pasal 23 ayat (1)); Dalam melakukan penuntutan, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc (Pasal 23 ayat (2)); Penuntut umum ad hoc dari unsur masyarakat diutamakan diambil dari mantan penuntut umum di Peradilan Umum atau oditur di Peradilan Militer (Penjelasan Pasal 23 ayat (2)); Proses penuntutan wajib dilakukan paling lambat 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima (Pasal 24); Komnas HAM, sebagai lembaga penyelidik, sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 25).

18 TAHAP PERSIDANGAN Persidangan terhadap pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Pengadilan HAM. Pengadilan HAM merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Secara yuridis, pembentukan Pengadilan HAM merupakan amanat dari Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun tentang HAM yang berbunyi: Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Pengadilan Umum. Dibentuknya Pengadilan HAM tidak terlepas dari keluarnya Resolusi PBB Nomor 1264/1999. Latar belakang keluarnya resolusi tersebut adalah kekerasan yang berindikasi pelanggaran HAM setelah jajak pendapat di Tim Tim 1999. Resolusi itu mendesak agar peristiwa kekerasan yang terjadi di Timor Timur diusut dan pelakunya di bawa ke pengadilan.

19 TAHAP PERSIDANGAN Dalam merespon resolusi DK PBB serta untuk mencegah kemungkinan digelarnya penyelidikan dan pengadilan HAM internasional, pemerintah mengeluarkan PERPU No. 1 Tahun tentang Pengadilan HAM. Karena Perpu dianggap kurang kuat lalu dicabut dan diganti dengan terbitnya UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam perkembangannya, UU No. 26 Tahun mengkualifikasikan Pengadilan HAM menjadi 2, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM mengadilan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM Ad Hoc mengadili perkara pelanggaran HAM berat sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000.

20 PENGADILAN HAM Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum (Pasal 2 UU Pengadilan HAM). Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (1) UU Pengadilan HAM). Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2) UU Pengadilan HAM). Namun sampai saat ini, di Jakarta hanya ada Pengadilan HAM di Jakpus. Berdasarkan Kepres No. 31 Tahun 2001, dibentuk 4 Pengadilan HAM pada PN Jakarta Pusat, PN Surabaya, PN Makasar, dan PN Medan.

21 LINGKUP KEWENANGAN (YURISDIKSI) PENGADILAN HAM
KOMPETENSI RELATIF: Pengadilan HAM Jakarta Pusat dengan wilayah hukum meliputi DKI, Jabar, Banten, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Kalbar dan Kalteng Pengadilan HAM Surabaya dengan wilayah hukum meliputi Jatim, Jateng, Bali, Kalsel, Kaltim, NTB, NTT, dan DIY. Pengadilan HAM Makasar dengan wilayah hukum meliputi Sulsel, Sulteng, Sultengah, Maluku, Malut, Irja. Pengadilan HAM Medan dengan wilayah hukum meliputi Sumut, Riau, Jambi, Sumbar, Aceh.

22 LINGKUP KEWENANGAN (YURISDIKSI) PENGADILAN HAM
KOMPETENSI ABSOLUT: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 4) Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia (Pasal 5) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 6)

23 PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT UU PENGADILAN HAM
Genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama Kejahatan Kemanusiaan: salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil

24 GENOSIDA Dapat dilakukan dengan cara: membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

25 KEJAHATAN KEMANUSIAAN (CRIME AGAINST HUMANITY)
Dapat dilakukan dengan cara: pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan; perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah di,akui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.

26 KETENTUAN SANKSI PIDANA UNTUK GENOSIDA
Ketentuan pidana untuk setiap bentuk genosida yaitu: pidana mati/penjara seumur hidup; atau penjara waktu tertentu paling lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun.

27 KETENTUAN SANKSI PIDANA UNTUK KEJAHATAN KEMANUSIAAN
Ketentuan pidana untuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan dengan cara: Pembunuhan/pemusnahan/pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa/perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional/kejahatan apartheid  pidana mati/penjara seumur hidup; atau penjara waktu tertentu paling lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun. Perbudakan  penjara paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun. Penyiksaan  penjara paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun.

28 KETENTUAN SANKSI PIDANA UNTUK KEJAHATAN KEMANUSIAAN
Ketentuan pidana untuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan dengan cara: perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah di,akui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa. Ketiganya diancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

29 HUBUNGAN PENGADILAN HAM DAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL
Pengadilan HAM Internasional bersifat komplementer dari pengadilan HAM nasional . Pengadilan HAM internasional (Mahkamah Pidana Internasional) dipergunakan apabila pengadilan nasional tidak fair dan cenderung melindungi pelaku. Pengadilan internasional dapat dipergunakan apabila suatu negara dalam keadaan UNWILLING (tidak ingin) dan UNABLE (tidak mampu)

30 KETENTUAN SANKSI PIDANA TERHADAP PERCOBAAN, PEMBANTUAN, PERMUFAKATAN JAHAT
Pasal 41 UU Pengadilan HAM  Setiap bentuk percobaan, permufakatan jahat, dan pembantuan melakukan pelanggaran HAM berat diancama dengan sanksi pidana yang sama sesuai ketentuan dalam Pasal 36, 37, 38, 39, dan 40. Dengan demikian, ketentuan Pasal 41 merupakan penyimpangan terhadap ketentuan pemidanaan percobaan, permufakatan jahat, dan pembantuan dalam KUHP.

31 Command Responsibility (Pasal 42 ayat (1))
Komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu : komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

32 Command Responsibility (Pasal 42 ayat (2))
Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara pidana terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya , karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar, yaitu : atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM berat; dan atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

33 PENGADILAN HAM AD HOC Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pengadilan khusus yang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Kompetensi absolut Pengadilan HAM Ad Hoc: perkara pelanggaran HAM berat sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 (sebelum 23 November 2000). Dengan demikian, asas yang dianut Pengadilan HAM Ad Hoc adalah asas retroaktif. Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk berdasar usul DPR melalui Keputusan Presiden. Contoh: Keppres No. 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat Jo. Kepres No. 96 Tahun 2001. Pelanggaran HAM berat yang dapat diadili Pengadilan HAM Ad Hoc adalah pelanggaran HAM berat yang sudah ditentukan tempat dan waktunya dalam Keppres.

34 MEKANISME PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM AD HOC
KOMNAS HAM JAKSA AGUNG DPR SETUJU Melalui Presiden PRESIDEN FUNGSI PENYELIDIKAN FUNGSI PENYIDIKAN KEPPRES PENGADILAN HAM AD HOC

35 MASALAH PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAM BERAT
Pasal 34 Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun; Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma; Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

36 KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI
Pasal 35 Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi; Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM; Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

37 KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi berupa : pengembalian harta milik; pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan; atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak2 lain.

38 CATATAN TENTANG PENGADILAN HAM DI INDONESIA
Jenis Pengadilan HAM: Pengadilan HAM (permanen) dan Pengadilan HAM Ad Hoc Yurisdiksi perkara : memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 4) yang meliputi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan; Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh WNI (Pasal 5 – merupakan perluasan asas personal/nasional aktif dalam KUHP); Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 6);

39 CATATAN TENTANG PENGADILAN HAM DI INDONESIA
UU Pengadilan HAM menggunakan istilah ”pelanggaran” HAM berat. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan yuridis, karena sampai saat ini, KUHP masih mengkualifikasikan (kualifikasi yuridis) tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran. Di sisi lain, pelanggaran adalah tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan. Menurut penulis, penggunaan kata ”pelanggaran” HAM berat kurang tepat. Menerapkan asas non retroaktif dan retroaktif. Khusus untuk asas non retroaktif diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM. Tidak mengenal daluwarsa terhadap delik (Pasal 46 UU Pengadilan HAM)

40 CATATAN TENTANG PENGADILAN HAM DI INDONESIA
Menurut Pasal 47 ayat (1) UU Pengadilan HAM, Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000, tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi. Yang menjadi permasalahan Pasal 47 ayat (1) di atas, keberadaan KKR sudah dihapuskan.

41 Terima kasih WASSALAM Semoga Bermanfaat SELESAI


Download ppt "MEKANISME PERADILAN HAM DALAM MENANGANI PELANGGARAN HAM BERAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google